Masukkan Code ini K1-43E2AC-4
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

kumpulblogger

Sabtu, 01 Januari 2011

Dalam Pertarungan Antara Amerika dan Cina di Korea, Dimanakah Indonesia?

Dalam Pertarungan Antara Amerika dan Cina di Korea, Dimanakah Indonesia?

[Al Islam edisi 534] Ketegangan makin meningkat antara Korea Utara dan Korea Selatan setelah Korea Utara menembakkan artilerinya ke beberapa daerah di Korea Selatan pada hari Selasa, 23/11/2010 lalu. Cina menuduh bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatanlah yang memicu ketegangan tersebut setelah keduanya memutuskan untuk melakukan latihan militer gabungan di Laut Kuning. Sementara itu, Cina diam saja terhadap apa yang dilakukan oleh Korea Utara. Ketegangan tersebut terjadi satu tahun setelah Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat meluncurkan hubungan antara AS dan Cina dengan disertai jaminan strategis untuk para antek Amerika di Asia, dan setelah AS melakukan berbagai upaya untuk menjaga hubungan tersebut.

Kompas.com tanggal 29/11/2010 melansir sebuah analisis, bahwa ketegangan di Semenanjung Korea bukanlah antara Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan antara Amerika dan Cina. Hal itu karena beberapa alasan. Pertama: sebelumnya Presiden AS, Obama, telah menuntut Cina agar menekan (baca: menaikkan) nilai mata uangnya, Yuan (terhadap dolar). Akan tetapi, Cina dengan keras menolak tuntutan tersebut dengan alasan bahwa masalah tersebut bukan masalah Cina, melainkan masalah dalam negeri Amerika. Akibatnya, neraca perdagangan Amerika mengalami defisit terhadap Cina. Amerika lalu mengubah perlakuannya menjadi perlakuan bersahabat, jauh dari perlakuan agresif. Akan tetapi, Cina tidak mengubah sikapnya, bahkan tetap bersikeras dengan kebijakannya.

Kedua: Karena itu, Amerika lalu mencetak uang ratusan juta dolar untuk menekan (menaikkan) kurs mata uang Cina, Yuan (terhadap dolar). Amerika berhasil menekannya, tetapi Amerika menghadapi masalah inflasi keuangan di dalam negerinya sendiri dan perekonomiannya bertambah lemah.

Ketiga: Cina bertambah kuat dalam menghadapi Amerika. Atas dasar itu, Obama menyatakan, “Amerika menghadapi ambisi-ambisi Cina bukan hanya secara regional.”

Di sini ada pertanyaan: Lalu di mana posisi Indonesia di dalam permasalahan ini? Apakah Indonesia bersama Amerika atau Cina? Ataukah Indonesia mengambil sikap netral, terutama setelah Amerika Serikat mengikat perjanjian dengan Pemerintah Indonesia dalam apa yang disebut dengan “Kemitraan Komprehensif”?

Benar, krisis ini diinginkan Amerika untuk memukul Cina ketika Cina menolak keinginan Amerika. Amerika ingin menarik Cina ke medan Perang Korea. Kemudian Amerika hendak memukul Cina dengan dukungan sekutu dan antek-anteknya. Alasannya, karena Cina telah mengancam keamanan kawasan dan regional. Amerika telah memobilisasi negara-negara Asia untuk mengepung Cina. Ini tentu saja bukan permasalahan Indonesia. Karena itu, Indonesia wajib tidak berdiri di sisi Amerika ataupun Cina, betapapun upaya Amerika atau Cina untuk menarik Indonesia di sisi masing-masing di antara keduanya. Sebab, berada di sisi Cina ataupun Amerika tidak akan memberikan manfaat bagi Indonesia, baik sekarang ataupun pada masa depan. Indonesia yang merupakan negeri kaum Muslim terbesar di dunia harus menjadi kekuatan yang mandiri, memiliki kehendak yang independen, dan Indonesia memiliki potensi untuk itu.

Akan tetapi, Indonesia tidak mungkin menjadi negara yang kuat dan mandiri kecuali jika bersandar kepada umatnya dalam akidah dan sistemnya, yaitu akidah Islam dan sistem yang terpancar darinya. Indonesia harus menjadi sebuah negara Khilafah yang berjalan menurut manhaj Kenabian. Kemuliaan bukanlah di sisi Amerika atau Cina. Kemuliaan itu hanya ada di tangan Allah SWT:

وَلِلَّـهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada Mengetahui. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)

Wahai kaum Muslim:

Benar, kita harus bersandar kepada diri kita dan kekuatan kita sendiri setelah kita bersandar kepada Allah SWT. Ini adalah kesempatan emas bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kewajiban mereka, yaitu berjuang untuk menegakkan Khilafah. Jika tidak maka Anda semua akan tetap bagaikan buih yang diombang-ambingkan oleh arus lautan. Khilafahlah yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara yang kuat dan independen. Khilafahlah yang akan membebaskan Indonesia dan kaum Muslim dari kontrol Amerika, Cina dan kebrutalan mereka serta kerusakan dan perusakan mereka terhadap negeri dan penduduknya. Khilafah akan memimpin dunia di bawah satu panji: Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh. Khilafahlah yang akan mempersatukan negeri-negeri kaum Muslim dan tentara mereka untuk menghadapi Amerika dan Cina serta negara-negara kafir lainnya.

Wahai Kaum Muslim,

Wahai Ahlul Quwah!

Ini adalah kesempatan bagi Anda untuk membebaskan negeri Anda dan kekayaan Anda semua dari rampasan negara-negara penjajah, dengan berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan islami melalui tegaknya Khilafah, bersama orang-orang yang ikhlas di tengah-tengah generasi umat ini.

27 Dzul Hijjah 1431 H

03 Desember 2010 M

Hizbut Tahrir Indonesia

AMERIKA DI BALIK KONFLIK “DUA KOREA”

Iran pernah berkonflik bertahun-tahun dengan Irak. Irak pernah menyerang Kuwait. Iran sering bersitegang dengan Israel. Israel puluhan kali menyerang Gaza. Roket-roket dan pesawat tempur Israel pernah membombardir basis Hizbullah di Lebanon. Masalah Israel-Palestina sudah puluhan tahun tidak pernah selesai. Itulah beberapa konflik yang terjadi di Timur Tengah.

Di Asia Timur, Cina mengarahkan banyak rudalnya ke Taiwan. Korea Utara sering bersitegang dengan Korea Selatan. Akhir-akhir ini, konflik “Dua Korea” itu bahkan sampai pada tingkat mengkhawatirkan.

Itulah segelintir konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Pertanyaannya: Mengapa semua itu terjadi? Apakah semua itu cuma kebetulan?

Peran Amerika

Memang, tidak semua konflik di berbagai negara adalah karena faktor Amerika Serikat. Namun, harus dikatakan, bahwa Amerika Serikat banyak memicu terjadinya konflik di seluruh dunia, termasuk konflik Korea Utara dan Selatan. Bahkan Amerika Serikat menjadikan konflik antarnegara sebagai strategi baru untuk menguasai dunia setelah era Kolonialisme berakhir.

Dapat dikatakan bahwa ragam konflik di berbagai wilayah dunia sangat menguntungkan Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam upayanya untuk terus menguasai dunia, terutama kekuatan-kekuatan yang dianggap dapat mengganggu kemapanan mereka. Dalam konteks konflik Korea Utara dan Selatan, Amerika sesungguhnya ingin memancing Cina. Dengan memancing Cina masuk dalam konflik “Dua Korea” ini, jelas AS bisa secara tidak langsung melemahkan Cina yang saat ini amat kuat secara ekonomi dan kekuatan ekonominya itu tengah mengancam AS.

Sebagaimana kita ketahui, Cina berada di Asia Timur bersama Korea (Selatan dan Utara) dan Jepang. Wilayah Asia Timur ini dianggap memiliki potensi yang mampu menyaingi hegemoni Barat di dunia, yaitu penguasaan teknologi dan jumlah penduduknya. Jepang dan Korea selama ini dikenal sebagai dua negara ras kuning yang memiliki dan menguasai teknologi tinggi. Adapun Cina adalah penyumbang terbesar penghuni bumi dengan sekitar 2 miliar penduduknya. Akhir-akhir ini, Cina bahkan mengalahkan Jepang dari sisi ekonomi, selain juga penguasaan teknologinya. Selain itu, dari sisi ideologi, Cina yang komunis jelas berseberangan dengan Amerika yang kapitalis.

Karena itu, untuk melemahkan Cina, strategi konflik juga diterapkan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur ini. Langkahnya adalah dengan membantu kekuatan militer Taiwan dalam upaya negara pulau tersebut menangkal kemungkinan serangan militer Cina yang menganggap negara ini provinsinya yang membangkang. Langkah yang sama juga diterapkan dengan membantu militer Korea Selatan dalam mengantisipasi kemungkinan serangan nuklir tetangganya, Korea Utara. Saat ini Amerika Serikat memiliki setidaknya dua pangkalan militernya di Asia Timur, yaitu di Okinawa Jepang sebagai bagian perjanjian di Perang Dunia Kedua dan di Korea Selatan.

Dengan kekuatan nuklir yang disinyalir dimiliki Korea Utara dan Cina, maka negara-negara tetangganya tentu menjadi sangat kuatir. Karena ketidakseimbangan kekuatan militer di kawasan ini, maka bantuan militer Barat menjadi sangat dibutuhkan. Akibatnya, hingga saat ini Korea Selatan, Jepang dan Taiwan sangat bergantung pada bantuan militer Barat, utamanya Amerika Serikat. Kondisi ini tentu menguntungkan Barat yang ingin tetap menguasai dunia dengan menempatkan beragam kekuatannya di berbagai belahan dunia, apalagi di kawasan-kawasan yang dapat menjadi ancaman kemapanannya.

Walhasil, konflik di berbagai wilayah di muka bumi ini terbukti menguntungkan Barat, khususnya Amerika Serikat. Konflik tentu membuat beragam kekuatan tidak bersatu. Sebaliknya, Barat dan AS dengan visi dan misi kapitalistiknya terus memelihara kondisi ini agar terus dapat menguasai dunia.

Posisi Indonesia

Indonesia tentu harus belajar dari berbagai konflik tersebut. Indonesia tidak boleh terjebak dalam konflik-konflik dunia. Apalagi jika konflik-konflik tersebut secara sengaja diciptakan oleh negara-negara besar kapitalis-imperialis, seperti Amerika Serikat. Karena itu, dalam konteks konflik Korea Utara dan Selatan pun, Indonesia harus bersikap waspada. Indonesia tidak boleh terlibat jauh dalam konflik kedua negara tersebut, yang sebetulnya hanya menguntungkan negara-negara kapitalis, khususnya Amerika Serikat.

Sebaliknya, Indonesia harus menjadi negara yang mandiri. Indonesia sesungguhnya adalah sebuah negara besar. Jumlah penduduknya merupakan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sumberdaya alamnya melimpah-ruah. Posisi geopolitik Indonesia di Asia Tenggara juga sangat strategis. Karena itu, Indonesia sesungguhnya bukan hanya mampu mandiri, bahkan berpotensi menjadi negara adidaya. Hanya saja, hal itu hanya akan terjadi jika Indonesia menjadi negara Khilafah Islamiyah, yang hanya bersandar pada ideologi Islam dengan mengatur seluruh urusannya-urusan ekonomi, politik, hubungan internasional, hukum, peradilan, pemerintahan, pendidikan, sosial, budaya dan keamanannya-dengan syariah Islam. []

Komentar al-Islam:

Presiden SBY dan sejumlah menteri nonton bola Indonesia vs Thailand di Istana Tampak Siring (Detik.com, 7/12/2010).

Saat yang sama, ribuan rakyat korban bencana masih tak jelas nasibnya, dan jutaan rakyat miskin masih terus menderita.

Tidak ada komentar:

Pengikut

Arsip Blog