Masukkan Code ini K1-43E2AC-4
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

kumpulblogger

Sabtu, 01 Januari 2011

Allahu Akbar! Tentara Daulah Islam Irak Terlihat Melaksanakan Sholat di Mesjid Abu Ghraib

Allahu Akbar! Tentara Daulah Islam Irak Terlihat Melaksanakan Sholat di Mesjid Abu Ghraib

Oleh Hanin Mazaya pada Rabu 08 Desember 2010, 08:24 AM

Print 6 Comments

advertisement

Beberapa hari lalu, aku mendatangi Abu Ghraib bersama beberapa saudaraku yang lain. Mendatangi masjid di area tersebut untuk melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Setelahkami selesai sholat, kami berencana untuk tidak berlama-lama di masjid dan meninggalkan tempat itu secepatnya. Kami melangkah keluar dan melihat dari balik pintu.

Ketika kami melihat keluar, ke gerbang, kami melihat segerombolan besar orang memadati area itu. Kami berjalan melangkah beberapa meter ke depan untuk melihat lebih jelas. Saat kami melihatnya, ternyata mereka adalah sekelompok besar pria bersenjata yang ingin melaksanakan sholat mghrib. Mereka sholat dengan senjata api dan RPG di depan mereka.

Orang-orang yang berada di mesjid kaget dan mulai saling bertanya satu sama lain, apakah mereka harus pergi atau tetap di mesjid. Mereka terlihat takut karena orang-orang bersenjata dalam jumlah yang cukup besar.

Beberapa orang meninggalkan masjid dan kembali dengan cepat dan mengatakan bahwa seluruh desa telah dipenuhi pria bersenjata.

Setelah mereka selesai melaksanakan sholat, seorang pria berdiri dan mengucapkan salam.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata pertama setelah salam yang ia ucapkan adalah, "Saudaraku sesama Muslim, jangan takut, kami adalah tentara Daulah Islam Irak."

Orang-orang di dalam masjid mengatakan "Semoga Allah memberkahi kalian."

Setelah mereka saling bersalaman, seorang siswa dari Daulah Islam Irak mulai berbicara.

Ia mengatakan : "Ya saudaraku, kalian takut kepada kami karena kami mengimplementasikan hukum Allah.

Inikah alasan kenapa kalian takut kepada kami? Inikah alasan kenapa kalian pergi membantu para boneka untuk menghentikan kami mengimplementasikan hukum Allah di tanah ini?

Orang-orang di dalam mesjid menjawab "Tidak, syariah Islam adalah segalanya."

Para Mujahid tersenyum dan mengatakan, "Jadi, kenapa kalian mempercayai apapun yang dikatakan oleh mereka tentang kami? Kami melindungi kalian dari serangan dan kami mengimplementasikan hukum Allah dan kini alian menolong kafir dan murtad untuk melawan kami.

Kami adalah anak-anak kalian, saudara dan dari suku yang sama.

Hai Saudaraku sesama Muslim, kini kami tidak akan meninggalkan Abu Ghraib. Jika kalian tidak mempercayai kami, lihat keluar dan liat berapa banyak tentara Daulah Islam Irak yang berjalan bebas. Lihat dan saksikan sendiri! Dan jangan percaya klaim para boneka yang mengatakan telah berhasil menghabisi kami.

Kami di sini untuk melindungi kalian dari penjajah dan bonekanya, dukung Mujahidin dan jangan percayai kebohongan tentang kami.

Kami lemah lembut terhadap Muslim dan keras terhadap kafir.

Dan ini yang kalian alami selama beberapa tahun terakhir.

Kalian harus tahu bahwa jika kami ingin kembali mengambil seluruh daerah dan melaksanakan hukum di bawah komando Daulah Islam Irak, hanya butuh waktu 15 menit untuk melakukannya.

Namun, kami tidak ingin melakukannya karena hal tersebut mengancam nyawa kalian. Kami akan mengambil seluruh daerah ketika kami telah yakin dan mendapat perintah.

Kami akan memeriksa seluruh daerah, berikan kami informasi mengenai apapun tentang kafir dan bonekanya.

Saudaraku di Abu Ghraib, kami tidak akan melakukan apapun terhadap kalian. Kami mencintai kalian semuanya karena Allah dan kami selalu meminta kepada Allah untuk melindungi kalian dan melindungi masjid ini.

Saat itu, banyak yang menangis di dalam masjid.

Setelah kami meninggalkan mesjid dan berjalan di belakang tentara Daulah Islam Irak. Kami keluar dan melihat beberapa tentara DII tengah menyebarkan kertas berisi nama boneka yang mereka cari.

Aku sangat gembira saat itu dan meneriakkan takbir, Allahu Akbar! Untuk alasan keamanan, aku telah lama tidak melakukannya, jika aku lakukan, itu akan membahayakan.

Air mata mengalir di mataku dan aku berucap, Segala puji hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah!

Setelah para Mujahid meninggalkan daerah, dan para tentara boneka mendatangi daerah tersebut dan orang-orang di sana tidak mengatakan apapun terkait para mujahid.

Ini berita baik, pikirku, dan aku akan menyebarkannya di forum.

Wassalamualaikum...

* Kisah ini kami kutip dari forum Jihad Syumukh

(haninmazaya/arrahmah.com)



Source: http://arrahmah.com/index.php/news/read/10190/allahu-akbar-tentara-daulah-islam-irak-terlihat-melaksanakan-sholat-di-mesj#ixzz17VK5IYRx

Waspadai Iblis Si Perusak Amal

"baz"

Waspadai Iblis Si Perusak Amal



Ibnu Qoyim mengatakan bahwa ikhlas itu membutuhkan keikhlasan (al-ikhlashu yahtaju ilal ikhlash)


DAHULU ada seseorang dari Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah SWT. Suatu ketika ia didatangi sekelompok orang. Mereka berkata, “Di daerah ini ada suatu kaum yang tidak menyembah Allah tapi menyembah pohon.”

Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu.

Melihat gelagat tersebut, Iblis mulai beraksi dan berusaha menghalangi niat orang alim itu. Ia mengecohnya dengan menyamar sebagai orang tua renta yang tak berdaya.

Didatanginya orang itu setelah ia tiba di lokasi pohon yang dimaksud.

“Apa yang hendak kau lakukan?” tanya Iblis.

Orang alim itu menjawab, “Aku mau menebang pohon ini!”

“Apa salahnya pohon ini,” tanya Iblis lagi.

“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah. Ketahuilah ini termasuk ibadahku.” Jawab orang alim itu.

Tentu saja Iblis tidak menginginkan niat orang itu terlaksana dan tetap berusaha untuk menggagalkannya.

Karena Iblis berusaha menghalang-halanginya, orang alim itu membanting Iblis dan menduduki dadanya. Di sinilah Iblis yang licik mulai beraksi. “Lepaskan aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata Iblis.

Orang alim itu kemudian berdiri meninggalkan Iblis sendirian. Tapi ia tidak putus asa. “Hai orang alim, sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban ini atas dirimu karena engkau tidak akan menyembah pohon ini. Apakah Engkau tidak tahu bahwa Allah mempunyai nabi dan rasul yang harus melaksanakan tugas ini?”

Orang alim tersebut tak mempedulikannya dan tetap bersikeras untuk menebang pohon itu. Melihat hal itu, Iblis kembali menyerang. Tapi orang alim itu dapat mengalahkanya kembali. Merasa jurus pertamanya gagal, Iblis mempergunakan jurus kedua. Ia meminta orang alim itu untuk melepaskan injakan di dadanya.

“Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu,” tanya iblis.

“Ya, memang kenapa,” jawab orang itu tegas, menunjukkan bahwa ia tak akan tergoda.

“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis merayu.

Orang itu terdiam sejenak. Terbayang berbagai kesulitan hidup seperti yang didramatisir Iblis. Rupanya bujuk rayu Iblis manjur. Ia pun mengurungkan niatnya. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa. Esok paginya ia mencoba membuktikan janji Iblis. Ternyata benar.

Diambilnya uang dua dinar itu dengan rasa gembira. Namun itu hanya berlangsung dua kali. Keesokan harinya ia tidak lagi menemukan uang. Begitu juga lusa dan hari-hari selanjutnya. Ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.

Lagi-lagi Iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya.

“Mau ke mana engkau wahai orang alim”“

“Aku hendak menebang pohon sialan itu,” jawabnya emosi.

“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi. Percayalah! Lebih baik Engkau urungkan niatmu,” jawab melecehkan.

Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berusaha untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

“Engkau tak akan dapat mengalahkanku,” sergah Iblis.

Kemudian Iblis melawannya dan berhasil membantingnya. Sambil menduduki dadanya, Iblis berkata, “Behentilah kamu menebang pohon ini atau aku akan membunuhmu.”

Orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan Iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu.

“Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Lepaskan dan beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku,” tanya orang alim.

Iblis menjawab, “Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.

Kisah yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub itu memberi pelajaran bahwa betapa pentingnya nilai sebuah keikhlasan, yakni berbuat kebajikan tanpa pamrih kecuali hanya mencari ridho Allah SWT.

Ikhlas ini merupakan ruh ibadah kepada Allah SWT. Karena itu untuk mewujudkan ibadah yang berkualitas kepada Allah SWT, kita harus pandai-pandai menata niat. Niat inilah yang akan membawa konsekuensi pada diterima atau tidaknya suatu ibadah yang kita lakukan.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, seseorang itu akan memperoleh apa yang telah diniatkannya. Barang siapa hijrahnya itu karena Allah dan rasulnya maka ia akan memperoleh pahala dan barang siapa hijrahnya itu karena harta atau wanita maka ia akan memperoleh apa yang telah diniatkannya itu.”

Asal muasal hadits ini adalah ketika Rasulullah SAW berdakwah di negeri Mekah merasa sulit karena selalu mendapatkan perlawanan hebat dari kaum Quraisy. Beliau akhirnya mendapat perintah untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah). Beliau pun memerintahkan para sahabat untuk berhijrah. Tapi para sahabat ternyata punya motivasi yang berbeda-beda dalam melakukan hijrah. Mulai dari sahabat yang ikhlas mencari keridhoan Allah SWT hingga alasan wanita, harta, dan benda. Karena itu Rasulullah menginstruksikan kepada para sahabat untuk menata niat mereka melalui hadits itu.

Memang niat mudah diucapkan namun sukar untuk dipraktikkan. Saat kita punya niat baik, maka saat itu juga Iblis telah bersiap siaga untuk menjerumuskan dan merusaknya. Padahal awalnya niat itu murni karena Allah.

Itulah sebabnya, Ibnu Qoyim mengatakan bahwa ikhlas itu membutuhkan keikhlasan (al-ikhlashu yahtaju ilal ikhlash).

Niat itu bersarang dalam hati. Agar ia tetap terjaga utuh, seseorang harus menata niatnya sebelum melakukan amal, ketika melakukannya, dan sesudah selesai. Dan hal itu bisa dimiliki dengan melalui berbagai latihan (riyadhah) mental yang intensif, yakni berusaha menata niat, karena ia tidak akan serta merta bersih dengan sendirinya.

Yang perlu diwaspadai, Iblis menggoda manusia sesuai dengan kualitas ketaatannya kepada Allah. Semakin berkualitas seseorang kepada Allah, maka akan digoda oleh iblis kelas berat. Di sinilah pentingnya kita selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT untuk menjaga niat.

Apalagi manusia memiliki nafsu yang cenderung mengarahkan kepada hal-hal yang buruk dan jahat. Bila ia tidak diarahkan sebagaimana mestinya, maka ia akan bekerja sama dengan Iblis untuk merusak niat seseorang, baik itu lewat penyakit ujub, riya dan sum”ah.

Kunci ibadah adalah ikhlas. Dan ikhlas itu ada di dalam hati orang yang melakukan amal tersebut.Maka sah atau tidaknya pahala amal itu tergantung pada niat ikhlas atau tidak hati pelakunya. Jika dalam melakukan amal itu hatinya bertujuan untuk mendapat pujian dari manusia, maka hal itu berarti tidak ikhlas. Akibatnya amal ibadah yang diusahakannya tidak menerima pahala dari Allah.

Kita benar-benar diperintahkan oleh Allah untuk memasang niat dengan ikhlas dalam setiap ibadah kita. Jangan dicampuri niat itu dengan hal yang lain yang nantinya akan merusak pahala amal ibadah tersebut. Allah berfirman:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (Q.S Al-Bayyinah: 5)

Sebagai seorang muslim kita harus bercermin dari kisah antara Iblis dan orang alim dari Bani Israil di atas.

Semoga Allah SWT melindungi kita dari Iblis Si Perusak amal. [Ali Murtadho/hidayatullah.com]

http://www.hidayatullah.com/kajian-a-ibrah/12100-waspadai-iblis-si-perusak-amal

Syariat yang Tidak Adil, Islam Atau Kristen?

Syariat yang Tidak Adil, Islam Atau Kristen?

Untuk misi penginjilan, Pendeta Muhammad Bambang SE STh menempuh cara yang tidak fair, menghujat syariat Islam. Dalam buku penginjilan “Mengapa Saya Menjadi Orang Kristen (Islam Menjadi Kristen)” yang diterbitkan Yayasan Penginjilan Martua Agape Nias, pendeta yang mengaku bekas ustadz kelahiran Bojonegoro tahun 1964 ini menyebut syariat Islam sebagai intoleransi, keras, kejam, tidak adil dan tak mengenal kasih. Beberapa syariat yang jadi sasaran, di antaranya adalah hukum rajam dan waris:

“Hukum/Syariat Islam (Pidana + Perdata) tidak berlandaskan KASIH, melainkan berdasarkan intoleransi, keras/kejam dan tidak adil, yang sebagai buktinya kami sitir antara lain: Dera dengan 100x pukulan rotan atau pentungan bagi mereka yang ketangkap basah berzina (Qs. An-Nur 2). (hlm 38).

Dengan menyimak hujatan tersebut, patutlah diragukan pengakuan Pendeta Muhammad Bambang sebagai seorang mantan ustadz. Tudingannya sangat semberono, jauh dari pengertian dan hikmah syariat yang mahaluas.

....Patutlah diragukan pengakuan Pendeta Muhammad Bambang sebagai seorang mantan ustadz. Tudingannya sangat semberono....

Memang sanksi (‘uqubah) dalam syariat Islam sudah jadi langganan para misionaris untuk melakukan pendangkalan akidah. Mereka melebih-lebihkan mirisnya sanksi dalam pidana Islam, seraya menutupi prinsip dan hikmah yang ada.

Pada dasarnya, semua jenis sanksi hukum itu dijatuhkan di Akhirat, tapi sebagian disegerakan di dunia untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman hidup bermasyarakat. Karena Allah SWT menurunkan agama untuk menjaga lima hal pokok (ad-dharuratul-khams), yaitu menjaga kebebasan beragama (hifzhud-din), menjaga kesucian hidup (hifzhun-nafs), menjaga kepemilikan harta benda (hifzhul-maal), menjaga keturunan (hifzhun-nasal), dan menjaga kebebasan berpikir (hifzhul ‘aql).

Lima hal tersebut adalah kebutuhan yang dharuri dan sangat menentukan eksistensi hidup dan kehidupan manusia. Untuk itulah Allah menetapkan sanksi hukum di dunia. Di mata hukum Islam, semua orang dipandang sama tanpa ada diskriminasi hukum berdasarkan status sosial, ekonomi dan politik, atau alasan lainnya.

Sangat tidak benar tuduhan pendeta bahwa Islam menghukum pezina dengan pukulan pentungan 100 kali. Penggambaran yang miris ini sengaja dilakukan pendeta untuk melakukan mendoktrin jemaatnya, bahwa Islam itu kejam dan sadis. Padahal ketentuan Syariat Islam dalam tindak pidana perzinaan tidaklah sesemberono dan sekejam itu. Al-Qur'an yang dituding sadis itu adalah sbb:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (Qs An-Nur 2).

....Sangat tidak benar tuduhan pendeta bahwa Islam menghukum pezina dengan pukulan pentungan 100 kali....

Hukuman terhadap pelaku perzinaan memang sangat keras, karena zina tak hanya dosa besar, tapi juga perbuatan keji (fahisyah) dan seburuk-buruk kelakuan (saa’a sabiilan). (Qs Al-Isra 32).

Betapa banyaknya penyakit menular akibat zina yang belum ditemukan penyembuhannya seperti HIV AIDS. Betapa banyak rumah tangga hancur berantakan gara-gara kasus zina dan perselingkuhan? Betapa banyak generasi yang rusak masa depannya karena perzinaan orang tuanya?

Bila pelakunya seorang gadis atau bujangan yang belum pernah menikah, maka hukumannya adalah dera seratus kali, sesuai dengan ayat tersebut.

Tapi bila pelakunya adalah pria atau wanita yang pernah menikah (muhshan/muhshanat), walaupun ia berstatus duda atau janda, maka berdasarkan hadits-hadits yang shahih, hukumannya naik menjadi rajam.

Apabila tindak perzinaan itu terbukti sah dan meyakinkan secara hukum, maka sanksi harus dilakukan tanpa belas kasihan: “…Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat…” (Qs An-Nur 2).

Dalam pelaksanaannya, agar sanksi perzinaan ini menimbulkan efek jera dan dampak sosiologis kepada masyarakat agar mereka membenci, menjauhi dan takut melakukan perzinaan, maka eksekusinya harus dilakukan di hadapan khalayak kaum mukminin:

“…Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (Qs An-Nur 2).

Karena sanksi perzinaan itu sangat berat baik fisik maupun mental, maka persyaratan pelaksanaan hukumannya juga sangat berat dan ketat, yaitu benar-benar terbukti dengan dua pembuktian: 1) Pengakuan langsung dari pelakunya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. 2) Kesaksian dari empat orang saksi mata yang Muslim, berakal, baligh dan adil.

....Subhanallah!! Bagi orang berakal, betapa adil dan indah syariat Islam....

Karena sanksi perzinaan itu sangat berat, maka aturan bagi orang yang menuduh perzinaan pun ketat. Bagi orang yang menuduh perzinaan tapi tidak terbukti di pengadilan, maka dia dihukumi sebagai fasik yang dijatuhi sanksi dera 80 kali (Qs An-Nur 4). Subhanallah!! Bagi orang berakal, betapa adil dan indah syariat Islam.

KEKEJAMAN DAN KASIH YANG KELIRU DALAM SYARIAT BIBEL

“...Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat...”

Penggalan ayat Al-Qur'an surat An-Nur ayat 2 tersebut diperalat Pendeta Muhammad Bambang untuk menuding Islam sebagai agama yang tak mengenal belas kasihan:

“Tegasnya Hukum dan Syariat Islam itu bertentangan secara diametral dan antagonis dengan Hukum Kasih yang diajarkan oleh Yesus dalam Matius 22:39 yang berbunyi: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (hlm 39).

Padahal dalam ayat tersebut Allah melarang agar jangan meninggalkan perintah-Nya hanya demi rasa kasihan terhadap pelaku perzinaan. Tak boleh ada dispensasi hukuman atas alasan kasihan, simpati atau perasaan lainnya. Perasaan hati tak boleh mengalahkan hukum Allah.

....dalam Bibel, Tuhan memerintahkan balas dendam dengan perintah membunuh dan menumpas secara sadis terhadap semua manusia dan binatang ternak tanpa belas kasihan....

Aneh memang, hanya dengan adanya ayat “janganlah belas kasihan kepada keduanya (kedua pezina, pen.),” Pendeta Bambang menuding Islam bukan agama kasih. Padahal dalam Bibel, Tuhan memerintahkan balas dendam dengan perintah membunuh dan menumpas secara sadis terhadap semua manusia dan binatang ternak tanpa belas kasihan sedikitpun:

“Beginilah firman Tuhan semesta alam: Aku akan mem­balas apa yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir. Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai”(1 Samuel 15:2-3, selengkapnya baca sampai ayat 9).

Jika Pendeta Bambang ingin menerapkan Hukum Kasih sesuai dengan ayat-ayat Bibel, maka dia akan mengalami kemusykilan. Karena dalam Bibel Yesus menerapkan hukum kasih dengan membebaskan wanita Yahudi yang tertangkap basah berzina, dari jeratan hukuman apapun termasuk rajam (Yohanes 8:1-11).

Penghakiman Yesus dalam ayat ini bertolak belakang dengan berbagai sabdanya dalam Injil, bahwa mata yang berbuat maksiat harus dicungkil dan dibuang.

“Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua” (Matius 18:9, Matius 5:29).

Selain itu, dengan membebaskan perempuan yang tertangkap basah mela­kukan zina (skandal seks) dari jeratan hukum, berarti Yesus telah melanggar Hukum Taurat tentang hukum rajam (dilempari batu) sampai mati (Ulangan 22:22-24). Bukankah salah satu misi Yesus bukanlah untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya (Matius 5:17)?

....di samping menetapkan hukum yang keras dalam pidana perzinaan, Perjanjian Lama banyak memberikan angin segar bagi perzinaan. Misalnya, Tuhan menyuruh Nabi Hosea untuk bercinta dan menikahi pelacur Gomer....

Lebih jauh lagi, Pendeta Muhammad Bambang akan menemui banyak kesulitan jika ingin menerapkan Hukum Kasih dalam hal pelacuran. Karena di samping menetapkan hukum yang keras dalam pidana perzinaan, Perjanjian Lama banyak memberikan angin segar bagi perzinaan. Misalnya, Tuhan menyuruh Nabi Hosea untuk bercinta dan menikahi pelacur Gomer.

“Ketika Tuhan pertama kali berbicara kepada bangsa Israel dengan perantaraanku, Tuhan berkata, “Hosea, kawinilah seorang yang suka melacur, dan anak-anakmu juga akan menjadi seperti dia. Umat-Ku sama seperti istrimu itu; mereka tidak setia kepada-Ku, dan meninggalkan Aku” (Hosea 1:2-3, BIS).

Apakah atas dasar ayat ini, Pendeta Bambang ingin mengasihi pezina sehingga memprotes keras ayat Al-Qur'an yang menetapkan sanksi bagi pelaku perzinaan? Akankah Pendeta Bambang bersukacita jika di dunia ini tidak ada hukum yang menjerat para pezina dengan hukuman keras, sehingga perselingkuhan makin merajalela? Itukah makna kasih seorang pendeta bagi para pezina? [A. Ahmad Hizbullah MAG/suaraislam]

http://www.voa-islam.com/islamia/christology/2010/12/05/12123/syariat-yang-tidak-adil-islam-atau-kristen/

Kesesatan Paham Murji’ah Dalam Contoh Kehidupan Sehari-hari

Dari ... wirawan

Kesesatan Paham Murji’ah Dalam Contoh Kehidupan Sehari-hari



Segala puji hanya milik Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah tercinta, Muhammad bin Abdullah, segenap keluarga, para sahabat dan umatnya yang setia.

Menghukumi Seseorang Dari Perbuatannya

Seorang pencuri di manapun, di zaman apapun tetap dihukumi pencuri. Meskipun dia tidak mengatakan, "Hey orang-orang, saksikan bahwa aku ini pencuri". Atau tak perlu menunggu pengakuannya dulu bahwa ia habis mencuri. Karena yang penting bukti atau ada saksinya bahwa ia pencuri saja sudah cukup, meskipun ia tidak mengaku (mencuri).

Seorang pezina di manapun, di zaman apapun tetap dianggap pezina. Meskipun dia tidak bilang, "Hai orang-orang, saksikan bahwa aku ini pezina". Atau menunggunya mengatakan, “tadi malam aku habis berzina dengan fulanah”.

Karena pencuri, pezina dihukumi sebagai pencuri atau pezina karena perbuatannya, bukan karena ucapannya.

Sama halnya seseorang yang menjadikan dirinya sebagai sesembahan (tuhan palsu) karena membuat hukum yang bertentangan dengan hukum Allah, tidak perlu mengucapkan, "Hai manusia, mari kita tinggalkan hukum Allah." Atau, "Ikutilah hukum yang kami buat meskipun bertentangan dengan hukum Allah".

Apabila ia meyakini yang hukum Allah adalah yang tertinggi, namun ia bersumpah jabatan akan menghormati hukum kafir maka ia termasuk berpaham Murji’ah. Iblis pun sama dengannya. Iblis juga mengakui kekuasaan Allah, yakin bahwa Allah mempunyai aturan-aturan, yakin adanya surga dan neraka, namun Iblis tetaplah kafir. Keyakinannya tidak bermanfaat karena diikuti perbuatan menyelisihi perintah Allah.

Muslim Wajib Tunduk Kepada Hukum Allah SWT

"Tidak ada yang berhak memutuskan hukum kecuali Allah...!" tegas Sayyid Quthb "Hanya Allah-lah yang berhak melakukannya, karena Dia adalah Tuhan alam semesta. Sedang hakimiyah (supremasi hukum) termasuk kekhususan Allah sebagai tuhan. Maka siapa yang mengklaim hak ini, berarti ia telah merampas kekhususan uluhiyyah Allah, baik yang mengklaim itu adalah individu, kelompok, partai, lembaga, umat atau seluruh manusia dalam bentuk lembaga internasional. Siapa saja yang mengklaim dan merampas kekhususan uluhiyyah Allah yang paling utama, maka ia telah kafir kepada Allah dengan kekafiran yang nyata. Kekafirannya menjadi aksioma (yang tak terbantahkan) meski hanya berdasar dengan satu dalil ini saja.

Pengklaiman ini tidak mesti dengan berucap, "Aku tidak mengetahui ada tuhan selain aku," atau, "Aku adalah rabb kalian yang paling tinggi," dengan terang-terangan, sebagaimana yang diucapkan oleh Fir'aun. Namun, ia divonis telah "mengklaim dan merampas hak ini dari Allah" cukup dengan perbuatannya menyingkirkan syariat Allah dari supremasi hukum dan menyusun undang-undang yang bersumber dari selain Allah Azza wa Ja’ala. Atau cukup dengan meyakini bahwa ada pihak selain Allah Azza wa Ja’ala yang memiliki hak supremasi hukum, meskipun pihak itu adalah seluruh umat ini atau seluruh manusia di muka bumi."

Terhadap penggalan firman Allah Ta'ala, "Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia', Sayyid Quthb bertutur, "Ketika kita memahami makna ibadah dengan pemahaman seperti ini—di mana ketundukan hanyalah pada Allah semata dan mengikuti perintah hanya ditujukan kepadaNya—akan pahamlah kita, kenapa Yusuf a.s. menetapkan bahwa Allah saja yang berhak diibadahi sebagai landasan Dia-lah satusatunya yang berhak memutuskan hukum.

Sekali lagi kita dapati, bahwa perampasan hak untuk memutuskan hukum dari Tangan Allah Azza wa Jalla akan mengeluarkan sang perampas dari dien Allah—secara otomatis—karena perbuatan itu mengeluarkannya dari peribadatan kepada Allah semata. Inilah kesyirikan yang—tidak bisa tidak—pasti akan mengeluarkan para pelakunya dari dien Allah. Selesai nukilan dari Sayyid Quthb. (Sumber : Fie Zhilal Al-Quran)

Niat Saja Masih Belum Cukup

Suatu perbuatan dosa atau kekafiran juga tidak pernah menjadi halal karena niat pelakunya baik.

Niat baik tidak bisa menjadikan sesuatu yang haram (apalagi kesyirikan atau kekafiran) menjadi halal.

Contoh, seorang pencuri tetap dihukumi sebagai pencuri meskipun niatnya baik semisal agar bisa memberi makan keluarganya. Meskipun pencuri tadi tidak berniat buruk supaya korbannya mengalami kerugian atau menjadi sedih, tetap saja mencuri adalah perbuatan haram dan berdosa bila melakukannya.

Begitu juga selingkuh yang disertai zina, meskipun tidak berniat menyakiti pasangan dan anak – anaknya, berzina tetaplah merupakan perbuatan dosa besar. Meskipun mungkin niatnya cuma melakukan sekali – kali, atau daripada harus bercerai kan kasihan keluarga.

Allah telah mengingatkan kita melalui firman-Nya (yang artinya)

Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. (QS. Saba' : 20)

Tidak Menyembunyikan Kebenaran

Kebenaran dan melaksanakan kebenaran sesuai tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah, adalah hal yang paling ditakuti oleh orang-orang Kafir dan orang-orang Munafik.

Karena kenapa?

Karena kebenaran akan mengungkap Kekafiran dan Kemunafikan mereka.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam misalnya, beliau juga tidak menyembunyikan Surat Al-Lahab bahkan beliau mengatakan kepada musyrikin, “Hai orang – orang Kafir! (QS Al-Kafirun) dengan alasan demi kemaslahatan dakwah. Supaya pengikut beliau banyak, supaya tidak mendapat penolakan dari kaummnya dsb.

Begitu juga, menyetujui demokrasi berarti menyetujui hukum itu tergantung, relatif. Kalau kebanyakan manusia setuju yang haram dihalalkan ya tidak apa – apa, atau sebaliknya. Menyetujui demokrasi, apalagi menjadikan dirinya sebagai Arbab (tuhan – tuhan selain Allah), atau melakukan perbuatan kafir karena memutuskan berbagai perkara dengan menggunakan selain hukum Allah dan Rasul-Nya. ). (Lihat tafsir Ibnu Katsir QS At-Taubah : 31, QS Al-An ‘aam: 121, QS Al-Maidah : 44, QS An-Nisa : 59 ). Sekaligus juga mengakui bolehnya orang kafir menjadi pemimpin muslim, asal ia mendapat suara terbanyak.

Apakah ketidak tahuan bisa dijadikan hujjah bahwa mereka bukan musyrik?

Allah berfirman yang artinya :

Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (QS At-Taubah : 6)

Di atas disebutkan: "supaya ia sempat mendengar firman Allah". Bagaimana dengan orang yang sempat mendengar firman Allah SWT, memiliki Al-Quran, rajin membacanya dan mungkin hafal isinya? Apakah ini bukan lebih musyrik atau kafir lagi?



Kekafiran (Murtad) Tak Perlu Niat

Kekafiran (murtad) tak perlu niat untuk murtad,

...atau murtad hanya dipahami pindah dari Islam ke Nasrani sebagaimana yang diketahui oleh umum.

Abu Mi’syar al Madini berkata dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dan lain – lain, mereka berkata, seseorang dari kaum munafik berkata : “Aku tidak melihat para Qari kita, melainkan mereka adalah orang – orang yang paling banyak makannya (rakus), paling dusta bicaranya dan paling penakut jika berhadapan dengan musuh.”

Maka perkataan ini diadukan kepada Rasulullah saw. Lalu orang yang bersangkutan datang kepada beliau yang saat itu telah berangkat dengan mengendarai untanya. Ia berkata, “Ya Rasulullah, saat itu kami hanya bermain – main.” Maka Rasulullah membacakan (yang artinya):

“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”. (QS At Taubah [9] : 66)

Dan bahwa kedua kaki orang tersebut membentur batu (NB: mungkin maksudnya terseret sambil memohon-mohon minta maaf karena unta beliau sedang berjalan), tetapi Rasulullah saw sama sekali tidak menoleh kepadanya, sedang ia memegangi pedang Rasulullah saw.

Di ayat sebelumnya Allah SWT berfirman bahwa mereka bermain – main (tidak serius), lengkapnya adalah (artinya) :

”Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (QS At Taubah [9] : 65)

Untuk yang “Cuma” bersenda gurau dan bermain-main saja sudah dihukumi Kafir setelah beriman. Apalagi yang serius menyetujui sistem kufur atau bersumpah akan setia kepada hukum kufur atau menerapkan hukum kufur di tengah-tengah muslim? Yang melakukan demikian pelakunya bisa jatuh ke dalam kekafiran atau menjadi orang munafik (mengaku Islam tapi bukan)

Ada lagi riwayat tentang ayat di atas, bahwa murtad itu bisa terjadi karena kebodohan, yaitu karena tidak tahu apa saja yang bisa dianggap murtad.

Qatadah berkata, maka ketika Nabi saw di perang Tabuk, sementara sekelompok orang munafik berjalan di depan beliau dan berkata: “ Orang ini mengira akan menaklukan Istana dan Benteng Romawi, sungguh mustahil.”

Maka Allah SWT memberitahukan kepada Nabi saw apa yang mereka katakan. Beliau berkata, “Datangkan mereka kepadaku!” setelah mereka datang, beliau berkata, “Kalian berkata begini dan begitu.” Maka mereka bersumpah dan mengatakan bahwa mereka hanya bercanda dan bermain – main. Firman-Nya: “Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” Dan seterusnya.... (Sumber: Tafsir Ibnu Katsir)



Niat baik saja tidak cukup...(apalagi membuat sesuatu yang haram menjadi halal)

Dari A'isyah RA yang mengisahkan beberapa orang sahabat Nabi SAW. yang bertanya kepada A'isyah RA. tentang amal ibadah Nabi SAW.yang dilakukan sembunyi-sembunyi. Setelah tahu, saking takjubnya diantara mereka ada yang bersumpah untuk tidak menikah. Ada yang bertekad untuk tidak menyantap daging. Dan ada pula yang bersumpah untuk tidak tidur di atas kasur. Mengetahui hal itu, Nabi SAW. bersabda, "Ada apa gerangan dengan orang-orang itu, bersumpah demikian dan demikian. Padahal aku shalat, tetapi aku juga tidur; aku puasa, tetapi aku juga berbuka; dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku." (Muslim 2487).

Perintah Menghindari Syubhat...(Kesyirikan dan kekafiran juga harus dijauhi)

An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)

Kedudukan Hadits

Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.”

Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).

Semoga Allah SWT mematikan kita dan keluarga kita dalam keadaan Islam, dan semoga orang - orang yang mengaku Islam namun telah murtad tanpa sadar segera insyaf, bertobat dan tidak mengulang kekafirannya sebelum mereka meninggal dunia...aamiin..



BAGIAN DUA

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. [2] : 34)



Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anhu mengatakan dalam hadits riwayat Bukhari: “Sesungguhnya orang-orang dahulu dihukumi berdasarkan wahyu pada zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Rasulullah dapat mengetahui orang-orang munafiq dengan wahyu. Sekarang wahyu sudah putus, dan kami menghukumi kalian berdasarkan apa yang nampak dari kalian”.



Wajib Memahami Hukum Tiap Perbuatan.



Ingat, seseorang dihukumi dari perbuatan dhahirnya, bukan dari niatnya! Karena kalau semua dikembalikan ke niat, di dunia ini tak ada perbuatan yang buruk dan dosa.



Sebab kebebasan berbuat sesuatu dalam Islam senantiasa merujuk pada kata "ikhtiyar", yaitu kebebasan memilih yang berakar pada kata "khair" (baik). Dengan demikian, kebebasan dalam Islam hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat baik, sehingga seorang Muslim tidak dibebaskan untuk berbuat yang tidak baik.

Maka kita wajib memahami hukum tiap perbuatan, apakah; mubah, makruh, sunnah, wajib atau malah haram?

Kaitan Antara Hukum, Perbuatan dan Niat

Contohnya KPR riba, bagi bank niatnya tentu cari untung, bukan menyusahkan orang. Bagi nasabah, niatnya segera punya rumah, bukan berniat melakukan riba yang jelas-jelas dosa. Tapi riba tetap riba, dosa tetap dosa. Dalam contoh ini riba adalah dosa, tapi tidak sampai menyebabkan kekafiran. (inilah paham Murji’ah, sedikit-sedikit yang penting niatnya)



Lalu bagaimanakah kemurtadan itu terjadi? Apakah murtad itu hanya berarti pindah agama Nasrani seperti yang sering kita dengar? Atau bagaimana?



Abu Bakar Al Hishniy Asy Syafii’y berkata dalam Kifayatul Ahkyar: “Riddah (murtad) menurut syari’at adalah kembali dari Islam kepada kekafiran dan memutus ke-Islaman sedang ia bisa terjadi kadang dengan ucapan dan kadang dengan perbuatan dan kadang dengan keyakinan. Dan masing-masing dari ketiga macam ini di dalamnya banyak masalah yang tidak terhitung.” (Kifayatul Ahkyar 2/123)



Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq An Najdiy rahimahullah berkata: “Sesunggguhnya ulama sunnah dan hadits berkata “Sesungguhnya orang yang murtad adalah orang yang kafir setelah keIslamannya baik berupa ucapan, perbuatan maupun keyakinan.. Mereka menetapkan bahwa orang yang mengucapkan kekafiran adalah kafir walaupun tidak meyakininya dan tidak mengamalkannya bila dipaksa. Begitu juga bila ia melakukan kekafiran, maka ia kafir walaupun tidak meyakininya dan tidak mengucapkannya. Begitu juga bila ia melapangkan dadanya dengan kekafiran yaitu dia membukanya dan meluaskanya (maka ia kafir), walaupun ia tidak mengucapkan hal itu dan tidak mengamalkannya. Ini adalah sesuatu yang maklum secara pasti dari kitab-kitab mereka dan orang yang memiliki kesibukan dalam ilmu, maka mesti telah mencapai sebagaian dari hal itu“ (Ad Difa’ An Ahlis Sunnah Wal I’ttiba’ karya Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq)



Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: ”Orang yang murtad adalah setiap orang yang mendatangkan setelah ke-Islamannya sesuatu yang menggugurkan keIslamannya berupa ucapan dan perkatan, dimana ia tidak bisa bersatu kumpul bersama” (Ash Sharimul Maslul: 459)



Dan Ibnu Taimiyyah berkata juga: ”Dan secara umum barang siapa yang mengucapkan atau melakukan yang merupakan kekafiran maka ia kafir dengan hal itu meskipun ia tidak bermaksud untuk kafir, kerena tidak seorangpun bermaksud kafir, kecuali apa yang telah Allah kehendaki” (Ash Sharimul Maslul 177-178)

Perbuatan di bawah ini, mana yang mudhorotnya lebih sedikit?

Masih mending kalau cuma mendapat mudhorot…kalau yang didapat kekafiran? Pilih mana? Tentunya kita memilih, bahkan menghindar dari kekafiran.

Manakah yang lebih memalukan menurut anda; karyawan yang dipecat karena melanggar aturan, atau di PHK karena keadaan?

Manakah yang lebih parah; orang yang diam saja karena tidak tahu, atau sudah tahu tapi diam saja?



Manakah yang mudhorotnya lebih kecil; orang awam agama yang menjadikan nasrani sebagai pemimpin, atau ustadz yang menyetujui kafirun menjadi pemimpin asal mendapat suara terbanyak?

Manakah yang lebih sesat; orang yang murtad karena bersumpah akan berhukum kepada thaghut, atau ustadz yang menyetujui kekafiran dengan bersumpah demi Allah, akan setia & berhukum kepada thaghut? (menyetujui kekafiran adalah kekafiran)

Karena kekafiran itu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, maka beruntunglah orang yang tahu hal – hal apa saja yang menyebabkan kekafiran, sehingga ia bisa menghindarinya dan segera bertobat bila terlanjur melakukannya. Di antara hal ini adalah ucapan Ibnu Qudamah rahimahullah “Sesunguhnya riddah (murtad) adalah membatalkan wudhu dan membatalkan tayammum dan ini adalah pendapat Al Auza’iy dan Abu Tsaur. Dan ia (riddah) adalah mendatangkan sesuatu yang dengan sebabnya ia keluar dari Islam, baik itu ucapan ataupun keyakinan atau pun keraguan yang memindahkan dari Islam, kemudian kapan saja ia kembali kepada keIslamannya dengan rujuk kepada dienul haq maka ia tidak boleh shalat sampai ia berwudhu, meskipun ia telah berwudhu sebelum ia murtad”. (Al Mughniy Ma’asy Syarhil Khabir juz 1/168)



Ibnu Qudamah juga berkata: “(riddah) itu membatalkan adzan bila ia ada di tengah adzan“. (ibid 1/438)

Dan berkata juga: “Kami tidak mengetahui perbedaan di antara ahli ilmu bahwa orang yang murtad dari Islam di tengah shaum sesungguhnya shaumnya rusak dan ia wajib mengqadha’ hari itu bila ia kembali Islam di tengah hari itu ataupun hari itu sudah habis“. (ibid. 3/52)



Manakah yang mudhorotnya lebih kecil; tokoh di suatu wilayah yang awam agama dan tidak berhukum kepada Al-Quran dan sunnah, atau ustadz yang pandai agama tapi juga setuju (bahkan bersumpah) tidak berhukum kepada Al-Quran dan sunnah?

Kalau semua dikembalikan ke niatnya, tidak sholat asal niatnya baik semisal agar tidak capek tidak apa – apa, maka habislah Islam.

Dan saya mengingatkan para pencari ilmu dengan apa yang telah saya sebutkan bahwa ucapan-ucapan ustadz / ulama itu harus memiliki dalil dan bukan dijadikan dalil.



Satu contoh lagi…

Manakah yang lebih sesat; orang yang rajin berzina, atau gubernur bekas ustadz yang secara dhahir membiarkan perzinaan dengan me-lokalisasi tempat zina?

Allah telah mengingatkan kita melalui firman-Nya (yang artinya)

Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. (QS. Saba' : 20)

Yang dihukumi itu perbuatannya, bukan niatnya!

Perhatikan kisah bapak kita... Sebagai muslim kita mengimani bahwa para nabi memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Kita memuliakan para nabi sehingga di dunia ini kita tidak pernah menyamakan seorangpun bahwa ia sama mulianya dengan para nabi, kecuali ada nash yang menjelaskan sebaliknya.

Apakah ada yang berpikir bahwa Nabi Adam a.s. berniat buruk, agar mendapat murka Allah SWT ketika memakan buah pohon (khuldi)?

Atau barangkali ada yang berpikir Nabi Adam a.s. berniat jahat, supaya anak cucunya tidak menikmati jannah?

Apa pun niat beliau saat itu, yang pasti beliau termakan rayuan iblis. Sehingga diturunkan dari jannah, terpisah dari istrinya dan beliau juga menyesali perbuatannya itu.

Jadi yang dihukumi di atas itu perbuatannya (memakan khuldi), bukan niatnya. (inilah kesalahan paham Murji’ah, sedikit-sedikit yang penting niatnya, tanpa melihat perbuatannya)



Ingatlah, iblis dan setan sangat pandai menipu manusia. Tidak ada orang yang bisa selamat dari godaan mereka, kecuali ia mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT. Kita bisa meninggal dunia dalam keadaan Islam, tidak musyrik saja sudah luar biasa.



Nash – Nash Al-Quran yang Menerangkan Bahwa Banyak Orang Kafir Menyangka Perbuatan dan Keyakinan Mereka Adalah Baik.

Mereka menyangka bahwa mereka adalah orang – orang baik, jalan mereka lebih benar daripada jalannya orang – orang yang beriman. Apabila mereka melihat orang – orang beriman, mereka menyatakan bahwa sesungguhnya, mereka adalah orang – orang yang sesat; mereka juga mengolok – olok orang – orang yang beriman. Apabila kita berlakukan syarat yang rusak tersebut kepada orang – orang kafir, dan anda tanyakan pada salah seorang di antara mereka, “Apakah kamu ingin kafir dengan apa yang kamu lakukan?” pasti mereka menjawab, “Bahkan, kami adalah orang – orang yang mendapat petunjuk,” atau, “Kami adalah anak – anak dan kekasih – kekasih Allah.”

Jika anda berpegang dengan syarat yang rusak* dan anda membenarkan jawaban orang – orang tersebut, berarti anda telah mendustakan ayat – ayat dan keterangan Allah. Anda juga telah kafir karena mendustakan keterangan Allah. Hal ini cukup menjadi penjelasan atas rusaknya syarat ini (*menjadikan ‘niat’ untuk kafir sebagai syarat pada amalan ‘mukaffir, merupakan syarat batil yang ditolak dalil – dalil syar’i) Jadi untuk kafir tidak diperlukan niat, seperti pada tulisan yang pernah saya posting dulu.



Masalah ini telah dijelaskan oleh Syaikhul Mufassirin Ath-Thabari dalam menafsirkan firman Allah SWT yang artinya:

“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.(QS. Al-Kahfi: 103 – 105)



Ibnu Jarir Ath-Thabari mengatakan dalam menafsirkan ayat tersebut, “Ini merupakan dalil paling jelas atas salahnya pendapat orang yang menyangka bahwa tiada orang yang kafir kepada Allah, kecuali orang yang bermaksud kafir setelah dia mengetahui keesaan-Nya. Karena, Allah telah menerangkan tentang orang yang disebutkan ciri – cirinya di ayat ini, bahwa apa yang mereka usahakan di dunia ini akan hilang sia – sia. Padahal, mereka menyangka bahwa mereka (telah) berbuat baik. Allah menjelaskan bahwa mereka itulah orang – orang yang kafir terhadap ayat – ayat Rabb mereka. Jika pendapat yang benar, adalah pendapat orang – orang yang mengatakan bahwa tiada seorang pun kafir, kecuali atas sepengatahuannya, tentu mereka – yang Allah terangkan bahwa mereka menyangka berbuat baik – itu mendapatkan pahala atas apa yang mereka perbuat. Namun, pendapat yang benar, tidak sebagaimana yang mereka katakan. Sebab, Allah telah menerangkan bahwa mereka kafir kepada Allah dan amalan mereka sia – sia.[Jami Al-Bayan, XVI/35-43]



Hal ini juga telah diterangkan, ketika membahas orang – orang yang mengatakan perkataan kekafiran, sedang mereka tidak mengetahui bahwa kata – kata tersebut dapat mengkafirkannya. Adapun jika mereka tidak mengetahui bahwa kata – kata itu menyebabkan mereka kafir, maka cukuplah firman Allah yang artinya :

“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 66)

Mereka beralasan di hadapan Nabi Muhammad saw, bahwa mereka menyangka kata – kata tersebut tidak menjadikan mereka kafir (mereka merasa cuma bersenda gurau atau bermain – main saja). Sungguh mengherankan, orang yang memiliki pemahaman seperti ini, padahal dia mendengar firman Allah SWT yang artinya

: “…sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 104)

“Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.’ (QS. Al-Araf: 30)

“Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. Az-Zukhruf: 37)

Selain ayat – ayat di atas, saya tembahkan beberapa ayat di bawah ini:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." (QS. Al Maa ‘idah : 18)

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani." Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar." (QS. Al-Baqarah : 111)

Dengan demikian, keyakinan orang kafir; bahwa mereka berbuat baik atau mendapat petunjuk atau dia adalah penghuni surga, tidak menghalangi untuk dikafirkan, asalkan kekafirannya itu telah dinyatakan berdasarkan dalil.



Perhatikan juga firman Allah, yang artinya : “Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. (QS. Fushilat: 25)

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. Az-Zukhruf: 36 – 37)

Lalu, bagaimana ‘uqubah qadariyyah (hukuman yang sudah menjadi ketetapan Allah) ini bisa dianggap sebagai penghalang terhadap sebuah hukum syar’i untuk mengkafirkan mereka?



Tidak Berhukum Itu Ialah…

Supaya jelas, kami beri contoh hukum yang didiamkan, entah karena tidak mau berhukum dengan hukum Allah atau karena terlanjur bersumpah kepada kekafiran. Padahal jelas – jelas Imam 4 Mazhab bersepakat adanya hukuman atas masalah itu. Jadi yang kita bahas dalam hukum bukan terbatas membuat hukum saja, entah hukum itu sesuai dengan Al-Quran atau As-Sunnah…tetapi apakah kita meninggalkan hukum atau tidak.

Karena tidak menjalankan hukum, sama saja meninggalkan hukum tersebut.



Masalah : Hukum orang yang meyakini wajibnya sholat tapi MALAS atau MEREMEHKAN.

Imam Hanafi : DIPENJARA dan tiap waktu sholat DIPUKUL agar melaksanakan sholat.

Imam Maliki : DIHUKUM MATI

Imam Syafii : Diperintahkan BERTOBAT. Bila tak mau, DIHUKUM MATI (ada pendapat setelah diberi waktu tiga hari tetap tidak mau bertobat.

Imam Hambali : DIHUKUM MATI.



Ini baru masalah sholat, yang sudah dipahami dan diakui oleh pengaku muslim sebagai bentuk ibadah. Sedang selain sholat, puasa, zakat dan haji biasanya dianggap bukan ibadah, sebagaimana yang kami terangkan dalam tulisan “Pahami Dulu Makna Ibadah, Baru Berpolitik!”.

Jadi jangan sampai kita berpikir hukum secara sempit saja. Yaitu “membuat hukum”, yang penting tidak bertentangan dengan Islam. Tapi tolong pahami juga hukum – hukum Islam yang jelas – jelas kita tinggalkan. Karena kalau hukum tersebut kita tinggalkan, sama artinya menghapus hukum tersebut!



Atau dalam contoh di atas, berarti menghapus hukuman bagi orang yang malas sholat. Yaitu tidak diapa – apakan. Lalu kenapa hukum tadi tidak diterapkan? Atau minimal dikampanyekan? Apa karena tidak ada dana?

Tetapi alhamdulillah ada ustadz – ustadz yang siap mengorbankan kehidupannya, bahkan sudah dibuktikan sejak orba dulu, untuk selalu menyiarkan diterapkannya syariat Islam secara kaffah dan terang – terangan. Antara lain ialah Abu Bakar Ba’syir, Abu Sulaiman Aman Abdurrahman dan juga mereka yang menyelenggarakan Konferensi Khilafah Internasional 2007 dengan tema “Selamatkan Indonesia Dengan Syariah”.



Wallahu a’lam

Diolah dari berbagai sumber.

Jilbab, Lambang Kebebasan Hakiki

Jilbab, Lambang Kebebasan Hakiki

Oleh Asri Supatmiati

Hari gini jilbab masih saja digugat. Beberapa negara di dunia, masih memberlakukan larangan jilbab. Seperti di Turki, Jerman, Perancis, Italia, dll. Katanya negara liberal yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, tapi muslimahnya tidak dibebaskan berjilbab. Padahal itu merupakan hak muslimah untuk taat kepada Rabb-nya. Ironi.

Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya muslim, jilbab sudah menjadi pemandangan biasa. Namun anehnya, masih juga ada yang berani mengusik. Terbaru, datang dari Human Rights Watch (HRW) yang melontarkan tudingan, bahwa Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Istimewa Aceh tentang Pelarangan Khalwat dan Kewajiban Mengenakan Pakaian Muslimah bagi warga Muslim di Aceh merupakan aturan yang melanggar HAM. HRW pun mengopinikan agar perda itu dicabut atau diamandemen.

Kebebasan Hakiki

Di Indonesia, jilbab sudah menjadi pemandangan biasa. Bukan semata-mata sebagai negara berpenduduk muslim terbesar bila jilbab begitu mudah dikenakan di negeri ini, lebih karena meningkatnya kesadaran kaum muslimah akan ketakwaan.

Jilbab adalah identitas kebanggaan muslimah shalehah. Mereka yang istiqomah mengenakan pakaian takwa ini, bebas beraktivitas di ruang publik tanpa halangan. Belanja, ke salon, tamasya, kuliah, bekerja dan bahkan berenang tetap bisa dilakukan. Termasuk menyopir mobil sendiri atau mengendarai motor, sudah biasa dilakukan muslimah berjilbab.

Perempuan berjilbab inipun berasal dari berbagai kalangan dan profesi. Bahkan di antara mereka, banyak yang bergelar doktor, dokter, pakar, insinyur, dan gelar akademik membanggakan lainnya. Mereka golongan cendekia yang cerdas, kritis dan kiprahnya diakui bermanfaat di tengah-tengah masyarakat.

Mereka bukan perempuan kolot dan bodoh, yang terpaksa menyembunyikan keindahan tubuhnya karena dominasi laki-laki, sebagaimana tudingan Barat. Mereka tidak merasa terbelenggu dengan berjilbab. Justru, mereka bangga dengan jilbabnya.

Jilbab merupakan lambang “kebebasan” hakiki seorang perempuan. Ya, dengan jilbab, perempuan tidak dipusingkan oleh urusan penampilan. Sebab, jilbab bisa dikenakan kapan sana dan di mana saja, setiap waktu dan dalam setiap kesempatan. Tidak lekang oleh zaman. Tidak usang oleh perkembangan mode. Dengan jilbab, tidak ada istilah saltum alias salah kostum, karena jilbab bersifat universal.

Berbeda dengan pakaian ala Barat, serba beda dalam setiap suasana. Pakaian pesta, santai, jalan-jalan dan bahkan tidur harus berbeda. Tanpa jilbab, justru kaum perempuan “terpenjara” oleh trend fashion yang selalu berubah dengan cepat.

Demi predikat fashionable, perempuan umumnya harus selalu mengikuti trend. Perempuan seperti ini membelanjakan sebagian besar isi dompetnya untuk membeli baju model terbaru, kosmetik, pewangi dan aksesoris lainnya. Mereka juga menghabiskan sebagian umurnya di depan cermin demi sebuah predikat: cantik.

Tak cukup itu, perempuan yang mengklaim modern dan trendy ini selalu sibuk memikirkan pendapat orang lain. Apakah orang suka dengan penampilanku, akankah pujian atau celaan yang akan kuterima, apakah aku cantik dan serasi atau tidak. Inilah tembok penjara kapitalis yang hakikatnya justru mengungkung kaum perempuan. Kelihatannya mereka bebas berkeliaran di ruang publik dengan busana apapun yang mereka mau, tapi sesungguhnya pola pikirnya dijajah streotype “cantik” oleh industri kecantikan yang jahat.

Pembangnun Peradaban

Terlepas dari fenomena di atas, kita harus mengakui kontribusi perempuan berjilbab di seluruh dunia. Merekalah peletak dasar lahirnya generasi dan pembangun peradaban.

Bila perempuan berpenampilan serba terbuka ala Barat lebih banyak menjadi gula-gula dalam peradaban sekuler, perempuan muslimah yang menjaga kehormatannya memiliki peran sentral bagi kemajuan bangsanya. Ialah pelahir generasi penerus, pendidik utama dan pertama anak-anaknya.

Bila perempuan ala Barat yang berkiprah di publik, lebih mengandalkan kemolekan tubuh dan kecantikan rupanya; perempuan muslimah berkiprah memberi maslahat umat bermodal kecerdasan dan keterampilannya. Sebagaimana ketika baginda Rasulullah SAW berhasil menancapkan dahwah dan jihadnya, disupport penuh ibunda Siti Khadijah.

Begitu pula Nur Jehan, yang namanya diabadikan dengan bangunan Taj Mahal di India sebagai bukti kecintaan rakyat atas kiprahnya. Juga ibunda Imam Syafi’i, yang menjadi pendidik utama hingga ulama besar itu menjadi ‘orang.’ Belum lagi para syahidah, pejuang Islam yang menggoreskan tinta emas dalam sejarah panjang peradaban dunia.

Timbangan Syariat

Berbicara soal jilbab, Islam memang sudah mengaturnya dengan jelas. Kaum perempuan wajib mengenakannya tanpa reserve. Karena itu, larangan jilbab tak akan menyurutkan niat para muslimah shalehah itu untuk mengenakannya. Mereka jauh lebih takut kepada Allah SWT dibanding takut kepada penguasa laknatullah.

Bagaimana kaum muslimah bisa seteguh itu memegang prinsipnya? Ini karena Islam sudah mengatur, bahwa pakaian bukan sekadar penutup malu, lambang kepribadian atau pemanis penampilan. Pakaian adalah identitas ketakwaan. Karena itu, pakaian sudah didesain Allah SWT sebagai panduan bagi mereka yang mengaku bertakwa.

Bagi muslimah, kewajiban berpakaian takwa dimulai dari kewajiban menutup aurat. Jumhur ulama tidak berbeda mengenai status hukum, bahwa hukum menutup aurat adalah wajib, dimana batasan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sabda Rasulullah SAW:

“Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari tangannya)” (HR ath Thabari).

Nah, untuk menutup tubuh ini, diperintahkan mengenakan jilbab (QS Al Ahzab [33]: 59) dan kerudung/khimar (QS An Nur [24]: 31).

Surat Al Ahzab ayat 59 berbunyi:

يٰأَيُّهَا النَّبِىُّ قُل لِأَزوٰجِكَ وَبَناتِكَ وَنِساءِ المُؤمِنينَ يُدنينَ عَلَيهِنَّ مِن جَلٰبيبِهِنَّ ۚ ذٰلِكَ أَدنىٰ أَن يُعرَفنَ فَلا يُؤذَينَ ۗ وَكانَ اللَّهُ غَفورًا رَحيمًا

Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Surat An Nur ayat 31

وَقُل لِلمُؤمِنٰتِ يَغضُضنَ مِن أَبصٰرِهِنَّ وَيَحفَظنَ فُروجَهُنَّ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا ما ظَهَرَ مِنها ۖ وَليَضرِبنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلىٰ جُيوبِهِنَّ ۖ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا لِبُعولَتِهِنَّ أَو ءابائِهِنَّ أَو ءاباءِ بُعولَتِهِنَّ أَو أَبنائِهِنَّ أَو أَبناءِ بُعولَتِهِنَّ أَو إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى أَخَوٰتِهِنَّ أَو نِسائِهِنَّ أَو ما مَلَكَت أَيمٰنُهُنَّ أَوِ التّٰبِعينَ غَيرِ أُولِى الإِربَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفلِ الَّذينَ لَم يَظهَروا عَلىٰ عَورٰتِ النِّساءِ ۖ وَلا يَضرِبنَ بِأَرجُلِهِنَّ لِيُعلَمَ ما يُخفينَ مِن زينَتِهِنَّ ۚ وَتوبوا إِلَى اللَّهِ جَميعًا أَيُّهَ المُؤمِنونَ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Jilbab adalah pakaian luas semacam baju kurung yang menutupi seluruh tubuh dari leher, dada, tangan sampai kaki dan kerudung untuk menutup kepala, leher sampai dengan dada.

Jilbab merupakan pakaian wanita pada kehidupan umum/keluar rumah: pasar, jalan dsb. Jilbab merupakan pakaian longgar yang menutupi pakaian keseharian wanita di rumah. Hal ini bisa difahami dari hadits Ummu ‘Athiyah ra.

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا[5]

artinya: dari ummu athiyah berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari fithri dan adha, baik gadis yang menginjak akil baligh, wanita-wanita yang sedang haid maupun wanita-wanita pingitan. wanita yang sedang haid tetap meningggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslim . Aku bertanya, “wahai rasulullah salah seorang diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” rasulullah saw menjawab: hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya (HR. Muslim).

Makna hadits ini, ada perempuan yang di rumah mengenakan pakaian biasa, tapi tidak punya jilbab untuk keluar rumah. sebab tidak mungkin perempuan itu sama sekali tidak berpakaian di dalam rumahnya. hanya saja, pakaian sehari-harinya di rumah bukan berupa jilbab, sebagai syarat untuk bisa keluar ke ruang publik.

Khatimah

Dengan uraian di atas, tak ada gunanya melarang jilbab. Upaya menghalangi ketakwaan kaum muslimah hanya akan sia-sia. Apalagi larangan itu didengungkan segelintir manusia.(*)

Asri Supatmiati, S.Si,

Jurnalis, penulis buku-buku islam

Dalam Pertarungan Antara Amerika dan Cina di Korea, Dimanakah Indonesia?

Dalam Pertarungan Antara Amerika dan Cina di Korea, Dimanakah Indonesia?

[Al Islam edisi 534] Ketegangan makin meningkat antara Korea Utara dan Korea Selatan setelah Korea Utara menembakkan artilerinya ke beberapa daerah di Korea Selatan pada hari Selasa, 23/11/2010 lalu. Cina menuduh bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatanlah yang memicu ketegangan tersebut setelah keduanya memutuskan untuk melakukan latihan militer gabungan di Laut Kuning. Sementara itu, Cina diam saja terhadap apa yang dilakukan oleh Korea Utara. Ketegangan tersebut terjadi satu tahun setelah Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat meluncurkan hubungan antara AS dan Cina dengan disertai jaminan strategis untuk para antek Amerika di Asia, dan setelah AS melakukan berbagai upaya untuk menjaga hubungan tersebut.

Kompas.com tanggal 29/11/2010 melansir sebuah analisis, bahwa ketegangan di Semenanjung Korea bukanlah antara Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan antara Amerika dan Cina. Hal itu karena beberapa alasan. Pertama: sebelumnya Presiden AS, Obama, telah menuntut Cina agar menekan (baca: menaikkan) nilai mata uangnya, Yuan (terhadap dolar). Akan tetapi, Cina dengan keras menolak tuntutan tersebut dengan alasan bahwa masalah tersebut bukan masalah Cina, melainkan masalah dalam negeri Amerika. Akibatnya, neraca perdagangan Amerika mengalami defisit terhadap Cina. Amerika lalu mengubah perlakuannya menjadi perlakuan bersahabat, jauh dari perlakuan agresif. Akan tetapi, Cina tidak mengubah sikapnya, bahkan tetap bersikeras dengan kebijakannya.

Kedua: Karena itu, Amerika lalu mencetak uang ratusan juta dolar untuk menekan (menaikkan) kurs mata uang Cina, Yuan (terhadap dolar). Amerika berhasil menekannya, tetapi Amerika menghadapi masalah inflasi keuangan di dalam negerinya sendiri dan perekonomiannya bertambah lemah.

Ketiga: Cina bertambah kuat dalam menghadapi Amerika. Atas dasar itu, Obama menyatakan, “Amerika menghadapi ambisi-ambisi Cina bukan hanya secara regional.”

Di sini ada pertanyaan: Lalu di mana posisi Indonesia di dalam permasalahan ini? Apakah Indonesia bersama Amerika atau Cina? Ataukah Indonesia mengambil sikap netral, terutama setelah Amerika Serikat mengikat perjanjian dengan Pemerintah Indonesia dalam apa yang disebut dengan “Kemitraan Komprehensif”?

Benar, krisis ini diinginkan Amerika untuk memukul Cina ketika Cina menolak keinginan Amerika. Amerika ingin menarik Cina ke medan Perang Korea. Kemudian Amerika hendak memukul Cina dengan dukungan sekutu dan antek-anteknya. Alasannya, karena Cina telah mengancam keamanan kawasan dan regional. Amerika telah memobilisasi negara-negara Asia untuk mengepung Cina. Ini tentu saja bukan permasalahan Indonesia. Karena itu, Indonesia wajib tidak berdiri di sisi Amerika ataupun Cina, betapapun upaya Amerika atau Cina untuk menarik Indonesia di sisi masing-masing di antara keduanya. Sebab, berada di sisi Cina ataupun Amerika tidak akan memberikan manfaat bagi Indonesia, baik sekarang ataupun pada masa depan. Indonesia yang merupakan negeri kaum Muslim terbesar di dunia harus menjadi kekuatan yang mandiri, memiliki kehendak yang independen, dan Indonesia memiliki potensi untuk itu.

Akan tetapi, Indonesia tidak mungkin menjadi negara yang kuat dan mandiri kecuali jika bersandar kepada umatnya dalam akidah dan sistemnya, yaitu akidah Islam dan sistem yang terpancar darinya. Indonesia harus menjadi sebuah negara Khilafah yang berjalan menurut manhaj Kenabian. Kemuliaan bukanlah di sisi Amerika atau Cina. Kemuliaan itu hanya ada di tangan Allah SWT:

وَلِلَّـهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada Mengetahui. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)

Wahai kaum Muslim:

Benar, kita harus bersandar kepada diri kita dan kekuatan kita sendiri setelah kita bersandar kepada Allah SWT. Ini adalah kesempatan emas bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kewajiban mereka, yaitu berjuang untuk menegakkan Khilafah. Jika tidak maka Anda semua akan tetap bagaikan buih yang diombang-ambingkan oleh arus lautan. Khilafahlah yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara yang kuat dan independen. Khilafahlah yang akan membebaskan Indonesia dan kaum Muslim dari kontrol Amerika, Cina dan kebrutalan mereka serta kerusakan dan perusakan mereka terhadap negeri dan penduduknya. Khilafah akan memimpin dunia di bawah satu panji: Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh. Khilafahlah yang akan mempersatukan negeri-negeri kaum Muslim dan tentara mereka untuk menghadapi Amerika dan Cina serta negara-negara kafir lainnya.

Wahai Kaum Muslim,

Wahai Ahlul Quwah!

Ini adalah kesempatan bagi Anda untuk membebaskan negeri Anda dan kekayaan Anda semua dari rampasan negara-negara penjajah, dengan berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan islami melalui tegaknya Khilafah, bersama orang-orang yang ikhlas di tengah-tengah generasi umat ini.

27 Dzul Hijjah 1431 H

03 Desember 2010 M

Hizbut Tahrir Indonesia

AMERIKA DI BALIK KONFLIK “DUA KOREA”

Iran pernah berkonflik bertahun-tahun dengan Irak. Irak pernah menyerang Kuwait. Iran sering bersitegang dengan Israel. Israel puluhan kali menyerang Gaza. Roket-roket dan pesawat tempur Israel pernah membombardir basis Hizbullah di Lebanon. Masalah Israel-Palestina sudah puluhan tahun tidak pernah selesai. Itulah beberapa konflik yang terjadi di Timur Tengah.

Di Asia Timur, Cina mengarahkan banyak rudalnya ke Taiwan. Korea Utara sering bersitegang dengan Korea Selatan. Akhir-akhir ini, konflik “Dua Korea” itu bahkan sampai pada tingkat mengkhawatirkan.

Itulah segelintir konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Pertanyaannya: Mengapa semua itu terjadi? Apakah semua itu cuma kebetulan?

Peran Amerika

Memang, tidak semua konflik di berbagai negara adalah karena faktor Amerika Serikat. Namun, harus dikatakan, bahwa Amerika Serikat banyak memicu terjadinya konflik di seluruh dunia, termasuk konflik Korea Utara dan Selatan. Bahkan Amerika Serikat menjadikan konflik antarnegara sebagai strategi baru untuk menguasai dunia setelah era Kolonialisme berakhir.

Dapat dikatakan bahwa ragam konflik di berbagai wilayah dunia sangat menguntungkan Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam upayanya untuk terus menguasai dunia, terutama kekuatan-kekuatan yang dianggap dapat mengganggu kemapanan mereka. Dalam konteks konflik Korea Utara dan Selatan, Amerika sesungguhnya ingin memancing Cina. Dengan memancing Cina masuk dalam konflik “Dua Korea” ini, jelas AS bisa secara tidak langsung melemahkan Cina yang saat ini amat kuat secara ekonomi dan kekuatan ekonominya itu tengah mengancam AS.

Sebagaimana kita ketahui, Cina berada di Asia Timur bersama Korea (Selatan dan Utara) dan Jepang. Wilayah Asia Timur ini dianggap memiliki potensi yang mampu menyaingi hegemoni Barat di dunia, yaitu penguasaan teknologi dan jumlah penduduknya. Jepang dan Korea selama ini dikenal sebagai dua negara ras kuning yang memiliki dan menguasai teknologi tinggi. Adapun Cina adalah penyumbang terbesar penghuni bumi dengan sekitar 2 miliar penduduknya. Akhir-akhir ini, Cina bahkan mengalahkan Jepang dari sisi ekonomi, selain juga penguasaan teknologinya. Selain itu, dari sisi ideologi, Cina yang komunis jelas berseberangan dengan Amerika yang kapitalis.

Karena itu, untuk melemahkan Cina, strategi konflik juga diterapkan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur ini. Langkahnya adalah dengan membantu kekuatan militer Taiwan dalam upaya negara pulau tersebut menangkal kemungkinan serangan militer Cina yang menganggap negara ini provinsinya yang membangkang. Langkah yang sama juga diterapkan dengan membantu militer Korea Selatan dalam mengantisipasi kemungkinan serangan nuklir tetangganya, Korea Utara. Saat ini Amerika Serikat memiliki setidaknya dua pangkalan militernya di Asia Timur, yaitu di Okinawa Jepang sebagai bagian perjanjian di Perang Dunia Kedua dan di Korea Selatan.

Dengan kekuatan nuklir yang disinyalir dimiliki Korea Utara dan Cina, maka negara-negara tetangganya tentu menjadi sangat kuatir. Karena ketidakseimbangan kekuatan militer di kawasan ini, maka bantuan militer Barat menjadi sangat dibutuhkan. Akibatnya, hingga saat ini Korea Selatan, Jepang dan Taiwan sangat bergantung pada bantuan militer Barat, utamanya Amerika Serikat. Kondisi ini tentu menguntungkan Barat yang ingin tetap menguasai dunia dengan menempatkan beragam kekuatannya di berbagai belahan dunia, apalagi di kawasan-kawasan yang dapat menjadi ancaman kemapanannya.

Walhasil, konflik di berbagai wilayah di muka bumi ini terbukti menguntungkan Barat, khususnya Amerika Serikat. Konflik tentu membuat beragam kekuatan tidak bersatu. Sebaliknya, Barat dan AS dengan visi dan misi kapitalistiknya terus memelihara kondisi ini agar terus dapat menguasai dunia.

Posisi Indonesia

Indonesia tentu harus belajar dari berbagai konflik tersebut. Indonesia tidak boleh terjebak dalam konflik-konflik dunia. Apalagi jika konflik-konflik tersebut secara sengaja diciptakan oleh negara-negara besar kapitalis-imperialis, seperti Amerika Serikat. Karena itu, dalam konteks konflik Korea Utara dan Selatan pun, Indonesia harus bersikap waspada. Indonesia tidak boleh terlibat jauh dalam konflik kedua negara tersebut, yang sebetulnya hanya menguntungkan negara-negara kapitalis, khususnya Amerika Serikat.

Sebaliknya, Indonesia harus menjadi negara yang mandiri. Indonesia sesungguhnya adalah sebuah negara besar. Jumlah penduduknya merupakan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sumberdaya alamnya melimpah-ruah. Posisi geopolitik Indonesia di Asia Tenggara juga sangat strategis. Karena itu, Indonesia sesungguhnya bukan hanya mampu mandiri, bahkan berpotensi menjadi negara adidaya. Hanya saja, hal itu hanya akan terjadi jika Indonesia menjadi negara Khilafah Islamiyah, yang hanya bersandar pada ideologi Islam dengan mengatur seluruh urusannya-urusan ekonomi, politik, hubungan internasional, hukum, peradilan, pemerintahan, pendidikan, sosial, budaya dan keamanannya-dengan syariah Islam. []

Komentar al-Islam:

Presiden SBY dan sejumlah menteri nonton bola Indonesia vs Thailand di Istana Tampak Siring (Detik.com, 7/12/2010).

Saat yang sama, ribuan rakyat korban bencana masih tak jelas nasibnya, dan jutaan rakyat miskin masih terus menderita.

Jihad: Kewajiban yang Hilang

Jihad: Kewajiban yang Hilang

Jihad fi Sabilillah merupakan kewajiban agung yang dicintai oleh hati setiap mukmin, walaupun banyak kesulitannya. Karena jihad akan membimbingnya di dunia dan akhirat. Jihad akan mengeluarkannya dari lembah kekerdilan ke puncak kejayaan, dari kehinaan kepada kemuliaan, dan dari kekalahan kepada kemenangan dengan izin Allah.



Jihad akan membimbing seorang mukmin kelak di akhirat sehingga dia memasuki surga. "Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran: 185)



Dalam sebuah hadits disebutkan:

وَلَا يَجْتَمِعُ عَلَى عَبْدٍ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ

"Tidak akan berkumpul pada seorang hamba; debu pada jalan Allah dan asap jahannam." (HR. Ahmad)



مَنْ قَاتَلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُوَاقَ نَاقَةٍ فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ

"Barangsiapa yang berperang di jalan Allah walaupun hanya sesaat, wajib baginya mendapat surga." (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad)



مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

"Barangsiapa berdebu kedua kakinya di jalan Allah, maka Allah haramkannya masuk neraka." (HR. Al Bukhari)



Karena itu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menangis ketika mereka tidak mampu berparisipasi dalam jihad. Maka, "mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (QS. At-Taubah: 92)



..Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menangis ketika mereka tidak mampu berparisipasi dalam jihad...

Itulah kewajiban yang dijauhi oleh kebanyakan kaum muslimin pada zaman kita sekarang ini. Sungguh tepat orang yang menyebutnya sebagai "kewajiban yang hilang".

Kiranya, inilah perbedaan yang mencolok antara kita (generasi akhir umat ini) dengan para sahabat sebagai generasi awalnya. Ini juga yang menjadi kejelasan, kenapa Allah Ta'ala memuliakan mereka dan membiarkan kita dalam kehinaan dan kenistaan di bawah kuasa musuh-musuh Islam. sungguh tepat sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,



إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَ أَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِاالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاَّ لاَ يَنْزَعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ



“Jika kamu telah berjual beli dengan sistem “baiiul ‘innah” memegang ekor sapi dan ridlo dengan pekerjaan bertani serta meninggalkan jihad (dijalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agamamu.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah al-Ahadiits ash-Shahiihah, jilid I hal.42 No.11)

. . . serta meninggalkan jihad (dijalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, . .

Apa yang diberitakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini sudah terbukti. Umat Islam begitu kikir menyumbangkan jiwa dan hartanya kepada Allah, padahal Allah sudah membelinya dari mereka dengan harga yang mahal, padahal Allah lah sebenarnya pencipta dan pemilik mereka. "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka."

..Apa yang diberitakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini sudah terbukti.

Umat Islam begitu pelit menyumbangkan jiwa dan hartanya kepada Allah, padahal Allah sudah membelinya dari mereka dengan harga yang mahal...

Selanjutnya Allah menunjukkan pasar tempat diselenggarakannya perdagangan yang menguntungkan ini, "mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh."



Allah yang Maha Agung dan Maha Tinggi, sebagai pembeli, memberikan janji dengan penandatanganan perjanjian, "sebagai janji yang benar atas dirinya." Kemudian Dia meletakkan janji-Nya dalam semulia-mulia kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya, "dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an." Lalu Allah meyakinkan kembali para penjual yang akan menyerahkan harta dan jiwanya itu, bahwa Dia tidak pernah berdusta dan ingkar janji, "Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?."



Karenanya, Dia memerintahkan agar bergembira sebelum dilaksanakan perdagangan ini, "Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu." Sebab, sebenarnya dagangan itu betul-betul meraih keuntungan besar, "Dan itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah: 111)



Benar ini adalah keuntungan yang besar, si hamba menyerahkan dagangan yang dirinya tidak memiliki dan menguasainya. Si hamba menyerahkannya sebagai harga untuk mendapatkan surga yang seluas langit dan bumi, yang tak seorangpun dapat memasukinya dengan mengandalkan amalnya semata. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga karena amalnya." Para sahabat bertanya, "tidak juga engkau wahai Rasulullah?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "tidak juga aku hanya saja Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku." (HR. Bukhari dan Muslim)



Sesungguhnya Allah sangat bermurah hati kepada siapa yang menyambut ajakan jual-beli ini, Dia mengembalikan dagangan yang telah dibelinya itu kepada penjualnya dan tetap membayar harga beli yang telah dijanjikan-Nya.



وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki." (QS. Ali Imran: 169)



Dalam sebuah hadits disebutkan, "Sesungguhnya arwah para syuhada itu berada dalam tembolok burung hijau yang berkeliaran di surga ke mana dia suka. Kemudian ia hinggap pada lampu-lampu yang bergelantungan di bawah 'Arasy." (HR. Muslim)

..Namun demikian, kaum muslimin di zaman sekarang banyak meninggalkan kewajiban yang agung ini dan tidak menginginkan keuntungan yang besar itu...

Allah mengembalikan ruh-ruh mereka dan mengalirkan rizki kepada mereka sebagai manifestasi dari kemurahan dan kebaikan-Nya kepada siapa yang menerima dan rela melakukan perdagangan ini.



Namun demikian, kaum muslimin di zaman sekarang banyak meninggalkan kewajiban yang agung ini dan tidak menginginkan keuntungan yang besar itu. Kemauan mereka lemah untuk menapak kepada puncak kemuliaan agama ini, padahal "dan puncak kemegahan ajaran Islam adalah jihad."



Maha Benar Allah yang menerangkan dalam firman-Nya:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ



"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)



Nafsu benar-benar membencinya, lalu meninggalkannya. Bahkan untuk membicarakannya saja mereka antipati. Semua ini disebabkan karena kebodohan mereka akan hakikat jihad dan kecintaan mereka kepada dunia yang berlebih.

..Pembicaraan jihad semakin berat bagi seseorang karena nafsu ikut berbicara, dunia menarik kerah bajunya, syetan menghalangi dan menakut-nakutinya, sifat pengecut mengguncang jiwa dan membelenggu anggota tubuhnya...

Pembicaraan jihad semakin berat bagi seseorang karena nafsu ikut berbicara, dunia menarik kerah bajunya, syetan menghalangi dan menakut-nakutinya, sifat pengecut mengguncang jiwa dan membelenggu anggota tubuhnya, kesenangan dunia membentang di depannya sebagai tabir penghalang, sedangkan nafsu amat senang jika ada jalan untuk melarikan diri darinya.

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ



"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?." (QS. An-Nisa': 77)



Dan datanglah penjelasan yang sangat indah, "Katakanlah: 'Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun'." (QS. An-Nisa': 77)

"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun."



Mari kita tingggalkan dunia dan kesenangannya yang sedikit itu di belakang punggung kita. Mari kita tampil menggapai akhirat yang lebih baik bagi orang bertakwa, dengan mencintai dan merindukan jihad. "sesungguhnya surga itu berada di bawah kilatan pedang." (HR. Bukhari dan Muslim). [PurWD/voa-islam]

Mengaku Tak Menembaki Abu Tholut, Densus Berdusta!!

Mengaku Tak Menembaki Abu Tholut, Densus Berdusta!!

Jakarta (Voa-Islam.com) - Pengakuan pihak kepolisian bahwa tidak ada penembakan saat Densus 88 menangkap Abu Tholut, dibantah oleh pihak keluarga Abu Tholut.

Kepada tim pembela muslim (TPM) yang ditunjuk sebagai penasihat hukum Mustofa (nama lain Abu Tholut), istri Abu Tholut mengaku suaminya itu ditembak sebanyak dua kali oleh Densus 88 Anti Teror.

Koordinator TPM Achmad Michdan, mengutip keterangan istri Abu Tholut, berkisah Kamis malam (9/12/2010) sekitar pukul 20.00 Wib, Abu Tholut tiba di rumahnya di daerah Kudus. Seperti kebanyakan aktivitas manusia pada umumnya, Abu Tholut pun lalu menghabiskan waktu dengan beristirahat sepanjang malam hingga pagi.

Jumat pagi, Tholut pun melaksanakan aktivitas keseharian mayoritas umat umumnya saat mengawali pagi, yaitu mandi. "Waktu itu Abu Tholut sedang mandi di kamar mandi," ujar Michdan, Jumat (10/12/2010). Istri dan mertua Abu Tholut ada di depan rumah.

..Sekelabat kemudian, dua kali suara tembakan terdengar dari tempat Abu Tholut membasuh diri. "Kemudian Abu Tholut dipapah oleh dua orang Densus tersebut keluar lewat pintu belakang ke luar rumah..

Dua anggota Densus 88 pun mendekat ke rumah. Namun tak seperti umumnya orang bertamu, Densus tak menyapa dan berkomunikasi dengan mertua dan istri Tholut yanga da di depan. Densus menurut Michdan seakan mengabaikan kedua makhluk tersebut. Laiknya maling, Densus pun tak minta izin kala menyatroni ke dalam rumah, mencari sosok Tholut.

Sekelabat kemudian, dua kali suara tembakan terdengar dari tempat Abu Tholut membasuh diri. "Kemudian Abu Tholut dipapah oleh dua orang Densus tersebut keluar lewat pintu belakang ke luar rumah," tutur Michdan.

Menurut Michdan, informasi yang berhasil didapatnya dari keluarga dan warga sekitar kejadian, saat dipapah, kaki Tholut dalam keadaan terluka. Untuk menelusuri fakta sebenarnya di balik penangkapan terhadap Abu Tholut, Michdan mengaku TPM sudah mengirimkan satu timnya ke lokasi kejadian. (trbn)

"Kita kirim untuk investigasi yang sebenarnya," katanya. Investigasi, lanjut Michdan, juga dimaksudkan untuk mencari tahu apakah benar Abu Tholut membawa senjata FN beserta magazen dan beberapa peluru kaliber 9 milimeter saat ditangkap, seperti yang disebutkan Polri hari ini (10/12).

http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2010/12/11/12248/mengaku-tak-menembaki-abu-tholut-densus-berdusta/

Para Pengkhianat Islam: Mustafa Kemal Pasha

Para Pengkhianat Islam: Mustafa Kemal Pasha

Sejarah Hidup dan Karyanya

Musthafa Kemal lahir pada tahun 1881 di sebuah kawasan miskin di Salonika, Turki. Ayahnya, Ali Riza, adalah seorang bekas pegawai rendahan di kantor pemerintah. Setelah mengalami dua kali kegagalan dalam bisnisnya, Ali Riza tenggelam dalam dunia hitam, menjadi peminum sebagai kompensasi kesedihannya.

Hingga akhirnya ia mati akibat penyakit tuberkulosis saat Musthafa masih berumur tujuh tahun.

Ibu Musthafa, Zubaida –seorang wanita yang buta huruf– menjadi ibu sekaligus kepala rumah tangga. Berbeda dengan suaminya, Zubaida adalah seorang muslim yang taat. Sebagaimana wanita-wanita Turki pada masa itu, seluruh hidupnya difokuskan untuk masa depan anak laki-lakinya yang tertua, Musthafa. Karena ketaatannya kepada Islam, ia mengharapkan Musthafa menjadi ulama yang faqih.

Namun ternyata Musthafa mempunyai pendirian yang berbeda. Musthafa tumbuh menjadi remaja pemberontak. Ia melawan segala bentuk peraturan, serta bersikap kasar dan kurang ajar kepada gurunya. Di depan para siswa yang lain, ia menunjukkan sifat yang sangat arogan dan suka menyendiri. Ia tidak mau bermain bersama teman-temannya, sehingga tumbuh menjadi pribadi yang tidak disukai teman-temannya. Bila merasa diganggu, ia tak segan-segan menggunakan kekerasan untuk melawan.

Suatu kali, karena sikap kasar dan kurang ajar Musthafa, gurunya menjadi gelap mata dan memukuli Musthafa sedemikian keras hingga melukai perasaannya. Musthafa lari dari sekolah dan tidak mau kembali. Meski ibunya berusaha keras membujuk agar kembali ke sekolah, Musthafa sama sekali menolaknya. Zaubaida merasa putus asa, sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan. Akhirnya, datang usulan dari salah seorang pamannya agar memasukkan Musthafa ke sekolah militer di Salonika. Usulan ini berdasarkan pertimbangan bahwa Zubaida tidak perlu mengeluarkan biaya pendidikan –karena sekolah militer itu dibiayai oleh negara; lalu apabila Musthafa bisa menunjukkan prestasi yang bagus, ia bisa menjadi seorang perwira; dan kalaupun tidak ia tetap akan menjadi seorang prajurit. Singkat kata, apa pun yang akan terjadi, kehidupan Musthafa tetap terjamin.

Meskipun Zaubaida tidak sepakat dengan usul tersebut, namun ia tidak bisa menghalangi Musthafa –yang pada saat itu masih berusia 12 tahun– meminta salah seorang kenalan ayahnya untuk membantunya masuk ke sekolah militer. Musthafa mengikuti seleksi dan lulus menjadi seorang kadet. Di sekolah militer inilah, Musthafa menemukan dunianya. Dia mampu menunjukkan prestasi akademik yang bagus, sehingga salah seorang pengajar memberinya julukan “Kemal” yang berarti “kesempurnaan”. Karena kepandaiannya dalam bidang matematika dan pengetahuan kemiliteran, Musthafa dipromosikan sebagai staf pengajar. Di posisi ini, Musthafa mempunyai kesempatan mempertunjukkan kekuasaannya. Setelah berhasil mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian akhir, Musthafa lulus dengan gelar kehormatan pada bulan Januari 1905 dengan pangkat Kapten.

Pada saat itu, Musthafa bergabung dengan suatu perkumpulan mahasiswa nasionalis yang fanatik, yang dikenal dengan nama Vatan atau “Tanah Air”. Para anggota Vatan menganggap diri mereka kelompok yang revolusioner. Mereka sangat menentang pemerintahan Sultan Hamid II, yang memberangus segala pemikiran “liberal” yang merongrong pemerintahan Islam. Kelompok ini tak jemu-jemunya menyalahkan Islam yang dianggap sebagai penyebab keterbelakangan Turki dan terus menerus menyebarkan kebencian terhadap syariat yang dianggap kolot, serta menjadikan ajaran-ajaran sufi sebagai bahan tertawaan. Para anggota Vatan bersumpah akan melengserkan Sultan dan menggantinya dengan sistem pemerintahan ala Barat lengkap dengan konstitusi dan parlemen, menghancurkan otoritas para ulama, menghapuskan purdah (jilbab) dan kerudung, serta mendeklarasikan kesetaraan yang mutlak antara laki-laki dan perempuan. Tidak lama bergabung, Musthafa menjadi pimpinan kelompok itu.

Kesempatan bagi Musthafa Kemal untuk memperluas pengaruh akhirnya datang. Begitu Sultan Abdul Hamid II diturunkan oleh Partai Turki Muda pada tahun 1908, Komite Persatuan dan Kemajuan mengundangnya untuk bergabung bersama. Namun, sebagai pendatang baru, ia diwajibkan untuk melaksanakan sejumlah perintah dari pimpinan organisasi, sedangkan sifat dasarnya menuntut agar dialah yang menjadi pemimpin. Akibatnya, Musthafa merasa gelisah dan tidak puas. Ia sama sekali tidak menghargai anggota-anggota lainnya, yang dianggap sebagai penghalang keinginannya. Ia sangat membenci Perdana Menteri Pangeran Said Halim Pasha (1865 – 1921) dan Menteri Perang, Anwar Pasha (1882 – 1922), yang seringkali menentang pendapat-pendapatnya.

Selama sepuluh tahun berikutnya, ia kembali menekuni bidang kemiliteran sebagaimana sebelumnya. Perlahan-lahan, berkat kepribadiannya yang keras dan kecerdasannya, ia merengkuh semakin banyak kekuasaan politik. Ia menghabiskan malam-malamnya dengan mengadakan rapat-rapat rahasia untuk merencanakan kudeta, yang diharapkan dapat menghasilkan kekuasaan absolut baginya.

Kesempatan mulai terbuka, ketika pada akhir Perang Dunia I ia memimpin pasukan pertahanan Turki melawan Pasukan Sekutu Eropa yang ingin memecah belah kekuatan “The Sickman of Europe” dan menghancurkannya dengan cepat. Dengan usaha-usahanya merintangi penjajahan Sekutu dan membangkitkan semangat rakyat untuk berjuang sampai mati demi tanah airnya, Musthafa menjadi pahlawan nasional. Pada saat Yunani berhasil dikalahkan dan Turki memperoleh kemenangan, rakyat Turki mabuk kemenangan dan memuja Musthafa Kemal sebagai Sang Penyelamat. Rakyat Turki memberinya gelar al-Ghazi, yang berarti “Pembela Kebenaran”.

Berbagai pengakuan dari para diplomat asing semakin meneguhkan kedudukan Musthafa sebagai pahlawan Turki melawan Penjajah Barat. Di depan para politisi Arab, Musthafa berkata, “Saya tidak percaya dengan federasi negara-negara Islam maupun liga bangsa Turki di bawah kekuasaan Soviet. Tujuan saya satu-satunya adalah melindungi kemerdekaan Turki dalam batas-batas alaminya, bukan membangkitkan ke-Khilafahan Utsmaniyah atau ke-Khilafahan lain. Jauh dari segala mimpi dan bayangan-bayangan! Mereka (ke-Khilafahan) telah banyak merugikan kita di masa yang lalu!”

Kepada delegasi komunis yang meminta dukungannya, Musthafa Kemal dengan jelas menyatakan, “Tidak ada penindas atau yang tertindas. Yang ada hanyalah mereka yang membiarkan diri mereka ditindas. Bangsa Turki bukan termasuk bangsa seperti itu. Bangsa Turki dapat mengurus dirinya sendiri. Biarkan bangsa lain mengurus diri mereka sendiri. Kami punya satu prinsip, yaitu melihat segala permasalahan dari kacamata bangsa Turki dan melindungi kepentingan nasional Turki.”

Musthafa Kemal menyatakan keinginannya untuk membangun Turki dalam batas-batas alamiahnya menjadi suatu bangsa yang kecil namun kompak, sejahtera, dan modern, yang dihormati oleh negara-negara lain di dunia. Ia begitu yakin dirinya –dan hanya dirinya– yang mampu mewujudkan cita-cita tersebut. Ia pernah menyatakan, “Saya adalah Turki! Menghancurkan saya sama artinya dengan menghancurkan Turki!”

Tidak lama setelah berkuasa, Musthafa menyatakan dengan tegas bahwa ia akan menghancurkan seluruh puing reruntuhan Islam dalam kehidupan bangsa Turki. Hanya dengan mengeliminasi segala sesuatu yang berbau Islam, Turki bisa memperoleh “kemajuan” menjadi bangsa yang dihormati dan modern. Tanpa rasa takut dan ragu, ia menyerang Islam dan pilar-pilar Islam:

“Selama hampir lima ratus tahun, hukum dan teori-teori ulama Arab serta tafsir para pemalas dan tiada guna telah menentukan hukum perdata dan pidana Turki. Mereka menetapkan konstitusi, rincian aturan hidup orang Turki, makanannya, waktu-waktu bangun dan tidurnya, bentuk busananya, rutinitas isteri yang melahirkan anak-anak mereka, apa yang dipelajari di sekolahnya, adat istiadatnya, pemikiran-pemikirannya, bahkan sampai perilaku mereka yang paling pribadi. Islam –teologi Arab yang immoral itu– adalah benda mati. Bisa saja Islam cocok untuk suku-suku di padang pasir. Tetapi Islam tidak bermanfaat untuk negara yang modern dan maju. Wahyu Tuhan, katanya! Tidak ada itu wahyu Tuhan! Islam hanyalah rantai yang digunakan para ulama dan penguasa tiran untuk membelenggu rakyat. Penguasa yang membutuhkan agama adalah orang yang lemah. Orang yang lemah tidak boleh berkuasa!”

Ketika Abdul Majid diangkat sebagai Khalifah, Musthafa Kemal Pasha menolak melakukan upacara tradisi yang biasa dilakukan. Ketika Dewan menemuinya untuk membahas hal itu, Musthafa memotong pembicaraan, “Khalifah tidak memiliki kekuasaan atau kedudukan apa pun, kecuali sebagai figur seremonial saja.” Ketika Abdul Majid menulis petisi untuk meminta kenaikan biaya operasionalnya, Musthafa menjawab, “Khalifah, kantor anda tidak lebih adalah peninggalan sejarah. Tidak ada dasar hukum yang melandasinya. Sungguh tidak sopan anda berani menulis surat kepada sekretaris saya!”

Pada tanggal 3 Maret 1924, Musthafa mengajukan Undang-undang untuk menghapuskan Khalifah selamanya dan mendirikan negara sekuler Turki. Namun demikian, sebelum UU tersebut diperkenalkan, ia telah berusaha membungkam suara-suara penentangnya dengan memberikan ancaman hukuman mati bagi orang-orang yang mengritik segala tindakannya.

“Apa pun konsekuensinya, negara republik harus ditegakkan…Khilafah Utsmaniyah adalah bentuk negara yang tidak masuk akal atas dasar pondasi agama yang rusak. Khalifah dan keluarga Utsmani lainnya harus diusir. Peradilan dan hukum-hukum agama yang kolot harus diganti dengan hukum sipil modern. Sekolah agama harus dijadikan sekolah negeri yang sekuler. Negara dan agama harus dipisahkan. Republik Turki harus menjadi negara yang sekuler.”

Akhirnya, Undang-undang berhasil disahkan tanpa perdebatan dan Khalifah beserta keluarganya harus diasingkan ke Swiss. Rezim baru pun menetapkan:

“Pembukaan Konstitusi (baru) Turki menyatakan kebulatan tekad untuk melaksanakan reformasi bangsa Turki, sedangkan Pasal 153 melarang segala bentuk upaya yang menghalangi proses reformasi tersebut. Dinyatakan bahwa,

‘Tidak ada ketentuan dalam konstitusi ini yang menganggap tidak sah berbagai undang-undang berikut ini yang bertujuan membangkitkan bangsa Turki menuju peradaban masa kini, serta untuk menjaga karakter sekuler negara yang telah ditetapkan konstitusi melalui pemilihan umum:

1. Undang-undang tentang penyatuan (dan sekulerisasi) pendidikan pada tanggal 3 Maret 1924.

2. Undang-undang tentang penutup kepala, pada tanggal 25 November 1925.

3. Undang-undang tentang penutupan biara dan kuburan para darwis, penghapusan kantor penjaga makam, dan peraturan tentang penghapusan dan pelarangan gelar-gelar tertentu pada tanggal 30 November 1925.

4. Peraturan sipil tentang pernikahan pada tanggal 17 Februari 1926.

5. Undang-undang tentang pengambilan angka internasional pada tanggal 20 Mei 1928.

6. Undang-undang tentang pengambilan dan penerapan alfabet (latin) Turki serta pelarangan tulisan Arab, pada tanggal 1 November 1928.

7. Undang-undang tentang penghapusan gelar-gelar dan sebutan seperti Efendi, Bey, atau Pasha pada 26 November 1934.

8. Undang-undang tentang larangan memakai busana tradisional pada 3 Desember 1934.

Segala bentuk pengingkaran terhadap gerakan Ataturkisme tidak dimungkinkan dan tidak dapat dipahami oleh masyarakat. Tidak dimungkinkan karena konstitusi melarangnya, dan tidak dapat dipahami karena orang-orang Turki, baik tua maupun muda, telah menerima segala konsekuensi reformasi, dan westernisasi tetap menjadi kata-kata ajaib yang menjanjikan kehidupan yang lebih sejahtera.”

Pada masa reformasi tersebut, Musthafa Kemal mengawini seorang wanita cantik dengan latar belakang pendidikan Eropa bernama Latifa. Pada masa perjuangan Turki, Latifa didorong oleh Musthafa untuk mengenakan pakaian seperti laki-laki dan menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Namun, ketika ia bersikap tegas dan bersikeras minta diperlakukan dan dihormati sebagaimana mestinya seorang isteri, Musthafa dengan kasar segera menceraikan dan mengusirnya. Setelah bercerai dari Latifa, ia menjadi lelaki yang tak tahu malu dan tak mengenal batas. Musthafa menjadi peminum berat dan tidak bisa lepas dari minuman keras. Sejumlah lelaki muda yang tampan menjadi objek pemuas syahwatnya. Demikian pula para istri dan anak perempuan dari para pendukungnya menjadi korban agresivitas nafsunya. Hingga tak lama kemudian penyakit kelamin menggerogoti kesehatannya.

Ketika menggambarkan kepribadiannya, H.G. Armstrong –pengarang The Grey Wolf– menulis:

“Musthafa selalu menjadi seorang penyendiri, soliter, dan suka bekerja sendirian. Tak seorang pun yang dipercayainya. Dia tidak ingin mendengar pendapat yang bertentangan dengan keinginannya. Dia tidak segan mencemooh orang lain yang berani menentang pendapatnya. Dia menilai setiap tindakan hanya berdasarkan kepentingan pribadinya. Ia juga sangat pencemburu. Seorang yang cerdas dan memiliki kemampuan dipandang sebagai bahaya yang harus segera disingkirkan. Musthafa suka mencela kemampuan orang lain, dan biasa mencemarkan nama baik dan mencemooh tindakan orang lain dengan ganas, sekalipun terhadap para pengikutnya sendiri. Ia jarang mengucapkan kata-kata yang manis, dan kalaupun diucapkan pasti dilakukan secara sinis. Dia tidak pernah mempercayai siapa pun dan tidak mempunyai seorang pun teman dekat. Teman-temannya hanyalah beberapa orang fasik yang biasa minum bersama, menjadi kaki tangannya, dan setia mendengarkan kesombongannya. Semua orang yang terhormat, yang pernah bekerjasama dengannya pada masa perjuangan kemerdekaan, telah berubah memusuhinya.”

Sebagaimana para diktator yang enggan memiliki lawan, Musthafa Kemal selalu menggunakan kesempatan untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya.

“Polisi rahasia bekerja secara efektif. Melalui penyiksaan, pemukulan, atau cara apa pun yang dikehendaki, polisi harus mendapatkan bukti yang cukup memberatkan untuk menangkapi para pemimpin kelompok oposisi. Pengadilan otonom diterapkan kepada mereka, sehingga tanpa prosedur atau bukti yang kuat pengadilan bisa menjatuhkan hukuman gantung kepada mereka.

Surat permohonan hukuman mati dikirimkan kepada Musthafa Kemal di rumahnya di Khan Kaya untuk mendapatkan tanda tangan persetujuan. Salah satu surat permohonan hukuman mati diperuntukkan bagi Arif, yang setelah berdebat dengan Musthafa Kemal kemudian bergabung dengan kelompok oposisi. Arif, sebelumnya adalah pengikut loyal Musthafa, yang bahu-membahu pada masa perjuangan kemerdekaan. Arif adalah satu-satunya teman yang pernah menjadi tempat Musthafa mengungkapkan isi hatinya. Diriwayatkan bahwa ketika surat permohonan hukuman mati bagi Arif itu disampaikan kepadanya, air muka Musthafa sama sekali tidak berubah. Dia tidak memberikan catatan-catatan yang meringankan atau kelihatan ragu-ragu. Saat itu, ia tengah merokok. Kemudian dia meletakkan rokoknya ke asbak, dan menandatangani surat permohonan hukuman mati itu sebagaimana ia menandatangani surat-surat rutin lainnya yang datang setiap hari . . .

Musthafa ingin membuat segalanya berjalan dengan sempurna. Pada malam itu juga, ia mengadakan pesta dansa di Khan Kaya. Setiap orang harus datang –para hakim, anggota kabinet, para duta besar, menteri luar negeri, para bangsawan, dan semua perempuan cantik. Singkatnya, seluruh Ankara harus ikut merayakannya……

Pesta dansa itu dimulai dalam suasana muram. Dengan busana malam buatan seorang penjahit London yang sangat necis, al-Ghazi berdiri di sudut, tengah bercakap-cakap dengan seorang diplomat. Para tamu menatapnya penuh perhatian. Sebelum ia mendapatkan mood-nya untuk mulai berdansa, para tamu harus mengatur langkahnya dengan hati-hati serta bercakap-cakap dengan suara yang rendah. Amat berbahaya menunjukkan sikap suka-cita, sementara ia tengah dalam suasana hati yang murung. Namun malam itu al-Ghazi sedang bersemangat. Dirinya tidak sedang menjalankan tugas-tugas kenegaraan. Malam itu adalah malam untuk bergembira.

“Kita harus bersuka cita! Kita harus hidup, harus hidup!” teriaknya, sambil merengkuh seorang wanita asing dan segera berdansa dengannya.

Para tamu mengikutinya. Mereka berdansa –bila tidak, al-Ghazi akan memaksanya. Al- Ghazi sedang berada dalam suasana hati yang paling baik; berdansa berkeliling bersama pasangan-pasangannya dengan langkah-langkah yang panjang dan memberi minum kepada mereka pada saat-saat jeda.

Empat mil jauhnya dari Ankara, sebuah lapangan besar diterangi dengan cahaya putih yang berasal dari selusin lampu listrik. Di sekelilingnya dan di jalan-jalan berkerumun para warga masyarakat. Di bawah siraman cahaya lampu, tegak berdiri sebelas tonggak kayu yang besar tepat dibawah tembok penjara. Di bawah masing-masing tonggak kayu, berdiri seseorang dengan tangan terikat ke belakang dan seutas tali melingkar di batang lehernya. Merekalah para musuh politik Musthafa Kemal yang siap menerima kematiannya.

Di tengah keheningan, secara bergiliran para terpidana diberi kesempatan untuk menyampaikan sesuatu kepada masyarakat. Ada yang berpuisi, ada yang berdoa, ada pula yang menangis mengiba sembari berteriak bahwa ia adalah warga Turki yang setia.

Di Khan Kaya, hampir seluruh tamu telah pulang. Ruangan tersebut pengap dengan asap rokok, bau minuman keras, dan bau busuk nafas orang yang mabuk. Lantainya kotor dengan abu rokok, sedangkan kartu judi dan uang bertebaran di meja-meja.

Musthafa Kemal berjalan melintasi ruangan dan memandang keluar jendela. Wajahnya dingin dan berwarna kelabu; matanya yang pucat tidak menyiratkan ekspresi apa pun. Dia tidak menunjukkan keletihan, sedangkan jasnya tetap rapi seperti sediakala. Komisaris Polisi melaporkan bahwa eksekusi telah berakhir. Tubuh-tubuh di tiang gantungan perlahan menjadi kaku. Akhirnya, ia menjadi pemenang. Musuh-musuhnya terusir, hancur, atau mati.”

Sementara itu, gemuruh kaum oposisi Turki mulai menderu. Gemuruh itu akhirnya meledak pada tahun 1926, ketika suku-suku Kurdi di pegunungan melancarkan pemberontakan bersenjata melawan rezim Kemalis. Musthafa tidak membuang-buang waktu. Seluruh suku Kurdistan di Turki dibinasakan dengan cara yang bengis, desa-desa dibakar, ternak dan hasil panen dihancurkan, perempuan dan anak-anak diperkosa dan dibantai. Empat puluh enam kepala suku Kurdi digantung di depan umum. Yang terakhir adalah Syaikh Said, sang pemimpin suku Kurdi. Sebelum dieksekusi, ia mengatakan kepada eksekutornya, “Saya tidak punya kebencian kepada anda. Anda dan atasan anda, Musthafa Kemal, membenci Tuhan! Kami harus menyelesaikan tanggung jawab kami di hadapan Tuhan pada Hari Pembalasan.”

Sekarang Musthafa Kemal menjadi diktator absolut. Rakyat Turki harus menerima reformasi anti-Islam, seperti larangan mengenakan fez/tarbus (kopiah Turki) dan sorban, wajib mengenakan busana Eropa, wajib menggunakan aksara Latin, kalender Kristen, dan menjadikan hari Ahad sebagai hari libur. Semua itu ditetapkan di bawah ancaman pedang. Ribuan ulama dan para pengikutnya rela mengorbankan jiwa mereka daripada menerima kehancuran segala sesuatu yang mereka sucikan. Tidak berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa penerimaan rakyat Turki terhadap reformasi ala Musthafa Kemal hanyalah khayalan belaka. Besarnya penolakan dapat dibayangkan dari fakta bahwa Musthafa mengumumkan keadaan perang sebanyak sembilan kali. Jutaan rakyat Turki, terutama di desa-desa dan kota-kota kecil, menghinakan dan mengutuk Musthafa Kemal.

Pada tahun 1932, Musthafa Kemal menetapkan agar setiap warga Turki mencantumkan nama keluarganya sebagaimana biasa terdapat pada masyarakat Eropa dan Amerika. Ia memilih menggunakan nama “Attaturk” yang berarti “Bapak Turki”. Enam tahun kemudian, kesehatannya benar-benar memburuk, dan akhirnya mati karena penyakit radang hati yang disebabkan karena kecanduan alkohol.

“Kategori ‘pribadi psikopatik’ digunakan untuk menyebut keranjang sampah segala macam penyakit jiwa. Orang-orang yang termasuk dalam golongan itu bukanlah para psikotik, psikoneurotik, bukan pula orang yang lemah ingatan. Golongan itu sama sekali berbeda. Psikopat tidak sama dengan psikotik, tidak “gila”. Ia tahu dimana ia berada, siapa dia, jam berapa sekarang. Ia hidup di dunia nyata, bukan hidup di alam fantasi psikosis. Tetapi sindrom psikopatik menguasai seluruh kepribadiannya sebagaimana pada psikosis. Para psikopat tidak bodoh, bahkan tidak jarang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata. Emosinya-lah yang mengalami kerusakan, begitu pula moral atau ‘sifatnya’. Ia bersikap dingin, menyendiri, tidak terjangkau, menunjukkan sikap yang berbeda dengan orang kebanyakan, bahkan memusuhi orang lain. Secara intelektual, ia ‘mengetahui’ konsekuensi tindakan kriminal yang dilakukannya bagi dirinya maupun orang lain, tetapi ia tidak mampu ‘merasakan’ konsekuensi itu secara emosional, sehingga tidak berusaha menahan diri dari perbuatan itu. Ia tidak pernah merasa menyesal atau bersalah. Bila dia adalah seorang pembunuh yang tertangkap, ia tidak pernah menyesali pembunuhan itu, namun justru menyesali diri kenapa ia sampai tertangkap. Psikopat biasa berprofesi sebagai pembunuh bayaran; baginya membunuh adalah sesuatu yang sama sekali tidak berarti. Ia menolak bersosialisasi, dan menentang segala peraturan atas dirinya. Selamanya ia akan bersikap memberontak, tidak mampu menjalin hubungan emosional dengan orang lain secara permanen. Kehidupan seksualnya bersifat acak dan untung-untungan; orientasinya adalah kenikmatan seksual bagi dirinya sendiri, bukan bagi pasangannya. Tidak ada data statistik yang akurat tentang jumlah psikopat yang dikurung dalam penjara, namun tidak ada yang meragukan bahwa di antara mereka adalah orang-orang yang paling berbahaya bagi kehidupan manusia. Itulah kenapa penjara penuh dengan orang-orang seperti itu.”

Gambaran itu sama persis dengan kepribadian dan sifat-sifat Musthafa Kemal. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa ia adalah pribadi yang terkenal, yaitu sebagai diktator, sehingga tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya berbuat kriminal dalam skala nasional.

Pihak yang paling sering menunjukkan penghargaan atas kediktatoran Musthafa adalah para intelektual dan politisi di Amerika. Kaum Yahudi dalam kalangan tersebut secara sangat antusias memberikan pujian kepadanya. Bagaimana mungkin tradisi kebebasan berpolitik dan demokrasi yang diklaim bangsa Amerika sebagai sistem yang terbaik dapat bergandengan tangan dengan kekejian diktator Musthafa Kemal. Ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dipahami, sampai para pemerhati politik internasional menyadari bahwa penghargaan demokrasi Barat atas hak asasi manusia hanya terbatas untuk kalangan mereka sendiri. Tanpa maksud-maksud tertentu, konsep HAM itu tentu tidak akan diekspor di kalangan kaum Muslim. Pernyataan-pernyataan resmi dari USIS (Lembaga Informasi Amerika Serikat) pada masa Perang Dingin menunjukkan bahwa mereka tidak pernah ragu mendukung rezim-rezim otoriter sepanjang tidak berafiliasi dengan blok Komunis. Kediktatoran, dalam pandangan mereka, bisa diterima apabila menjadi sarana menuju modernisasi (baca: kapitalisme) negara. Rakyat di negara-negara berkembang adalah orang-orang yang terbelakang, kolot, bodoh, dan buta huruf. Hanya “pemerintahan yang bijaksana”-lah yang mampu menentukan apa yang terbaik buat mereka. Westernisasi adalah hal yang paling baik, dan tidak ada nilai-nilai moral yang dipandang terlalu mahal untuk dikorbankan dalam rangka menuju westernisasi. Oleh karena itu, apa pun caranya –termasuk tiran yang paling kejam sekalipun– akan mendapat restu dari Amerika dan demokrasi Barat, sepanjang cara tersebut dapat mempercepat pemisahan negara dari ideologi Islam.

Apakah tujuan Kemalisme? Jawabannya dapat ditemukan dalam buku yang baru-baru ini ditulis oleh seorang diplomat yang sangat terkenal. Ketika menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat perkotaan Turki saat ini dan dibandingkan dengan kehidupan pada masa lima puluh tahun sebelum masa Musthafa Kemal, dengan penuh suka cita ia menyatakan bahwa hanya jenis makanan saja yang tidak berubah. Setelah mengulas keberhasilan “emansipasi” di kalangan para isteri dan anak-anak perempuan sesuai dengan konsep Barat, serta pembicaraan sehari-sehari pada saat makan bersama tentang pesiar di hari Minggu, nonton bioskop, atau makan malam di restoran, dan berbagai “kebiasaan baru dalam kehidupan keluarga Turki” lainnya, ia –dengan penuh kemenangan– menyatakan bahwa, “Urusan agama tidak pernah terlintas dalam benak mereka, kecuali pada bulan Ramadhan, ketika kakek-kakek dan bibi mereka yang tua tengah berpuasa.” (Maryam Jameelah, Islam and Modernism)

Referensi:

Islam and Modernism, Maryam Jameelah, Mohammad Yusuf Khan and Sons, Lahore, 1965/1988

The Emergence of Modern Turkey, Bernard Lewis, Oxford University Press, London, 1961

Conflict of East and West in Turkey, Halide Edib, Syaikh Muhammad Ashraf, Lahore, 1935

The Grey Wolf, H.C. Armstrong, Capricorn Books, New York, 1961

http://www.voa-islam.com/lintasberita/suaraislam/2010/10/25/11273/para-pengkhianat-islam-mustafa-kemal-pasha/

Pengikut

Arsip Blog