Ini Merupakan Penjelasan Bagi Kaum Muslim yang Ahli Ibadah
إِنَّ فِي هَذَا لَبَلاَغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ
Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah Allah). (QS al-Anbiyâ’ [21]: 106)
Bukankah Hizbut Tahrir telah memperingatkan Anda sebelumnya bahwa berpartisipasi di dalam aktifitas pemilu bukan hanya haram, akan tetapi juga merealisasi kepentingan-kepentingan barat? Bukankah Hizbut Tahrir telah memberitahu Anda lebih dahulu bahwa kaum kafir barat mengilusi Anda bahwa mereka akan memberi Anda hak di dalam pemungutan suara? Padahal kenyataan sebenarnya pemilihan presiden terjadi oleh kekuatan negara kafir penjajah terbesar. Bukankah Hizbut Tahrir telah mengingatkan dan menasehati Anda untuk tidak memberi legalitas kepada sistem “demokrasi” yang tidak Islami itu dengan berpartisipasi di dalam aktifitas pemilu mereka? Ingatlah, hendaklah mereka yang berkontribusi dalam pemilu memastikan bahwa mereka tidak terkena firman Allah :
أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pengajaran? (QS at-Tawbah [9]: 126)
Hizbut Tahrir tidak membuat ramalan magis. Sebaliknya, Hizbut Tahrir membangun pemahaman yang benar tentang realitas politik Afghanistan dan hukum syara’ yang berkaitan dengan relaitas itu, kemudian memberikan solusi untuk masalah-masalah tersebut berdasarkan akidah Islam.
Pada hari Selasa, 20 Oktober 2009 M, Hamid Karzai menyampaikan pidato. Disampingnya berdiri senator Amerika John Kerry dan utusan PBB Kai Eide. Keduanya mencerminkan kehadiran intensif lobi barat kepada Karzai untuk meyelesaikan kelumpuhan politis yang mendominasi pada minggu-minggu lalu.
Sebenarnya hanya sekitar 12 % dari rakyat Afghanistan yang memberikan suara pada pemilu yang tidak Islami itu. Sedangkan sisanya dari masyarakat Afghanistan memboikot keseluruhan proses pemilu itu. Dan pemilu itu tidak bisa merealisasi tujuan kafir barat secara sempurna di Afghanistan. Maka kafir barat pun memulai kembali proses yang baru untuk merealisasi tujuan lainnya.
Pertanyaannya adalah berdasarkan apa yang mereka propagandakan, akankah itu menjadi pemerintahan yang demokratis jika hanya sebagian kecil saja dari rakyat yang ambil bagian dalam pemilu? Hal itu tanpa memperhatikan apakah lemahnya partisipasi itu karena rasa takut ataupun karena frustasi. Sesungguhnya rakyat Afghanistan maupun para calon, mereka tidak meyakini demokrasi. Yang menunjukkan kenyataan itu adalah manipulasi yang terjadi. Apa yang bisa Anda harapkan dari hasil akhir pemilu itu? Dengan adanya bukti yang jelas bahwa hanya sebagian kecil dari masyarakat yang akan berpartisipasi dalam pemilu mendatang, lalu apakah barat kafir akan mendeskripsikan pemerintahan hasi pemilu itu sebagai pemerintahan minoritas? Lalu di mana kehendak seluruh rakyat Afghanistan? Sesungguhnya keinginan rakyat itu akan dikorbankan di tangan para demokrat, lalu kenapa mereka melanggar kesakralannya? Sesungguhnya mereka tidak meyakini bahwa Anda merealisasikan demokrasi. Akan tetapi mereka mengetahui dengan sebenarnya bahwa Anda tidak meyakini demokrasi, lalu kenapa Anda memodohi diri Anda sendiri?
Rakyat Afghanistan wajib memahami bahwa para penjajah, pemerintah boneka mereka, dan sistem yang mereka buat akan merealisasi kepentingan-kepentingan mereka di seluruh kawasan ini dengan mengeksploitasi keuntungan geostrategis Afghanistan. Mereka tidak peduli untuk memberikan demokrasi di sini. Mereka juga tidak peduli apakah para calon di pemilu meyakini demokrasi. Maka apakah Anda akan bertindak yang justru akan merugikan dunia dan akhirat Anda? Karena itu, Anda harus menolak pemilu. Anda harus sadar dan paham terhadap setiap langkah yang ditempuh oleh kafir untuk kembali mengelabuhi Anda. Rasul saw telah mengisyaratkan masalah seperti ini dalam sabda Beliau:
«لاَيَلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ»
Tidak layak seorang mukmin digigit ular dari lubang yang sama dua kali
Kesalahan yang dilakukan oleh mereka yang ikut berpartisipasi di dalam pemilu yang lalu dengan mencalonkan calon-calon mereka dan memberikan suara mereka adalah memberikan legalitas kepada aktifitas pemilu yang tidak Islami itu di Afghanistan dan memberi tentara kafir barat penjajah kesempatan untuk memaksakan kehendak minoritas terhadap kehendak mayoritas dan menerapkan kekufuran atas kaum muslim di Afghanistan, padahal hal itu bertentangan dengan akidah mereka. Hizbut Tahrir sebelumnya telah memperingatkan Anda tentang hal itu. Atas dasar itu intelijen pemerintah yang dibentuk oleh barat melakukan penangkapan terhadap anggota-anggota Hizbut Tahrir dan para pendukungnya untuk menghalangi mereka menyampaikan kebenaran kepada Anda.
Wahai para calon, Anda, dan orang-orang seperti Anda telah menyediakan jalan dan memberi legalitas kepada barat untuk merampok kekayaan umat, membunuhi putera-putera umat, melanggar kehormatan umat, menghancur leburkan negeri dan menjadikan kekuasaan kepada kaum kafir untuk menghancurkan kaum muslim, lalu kenapa Anda melakukan semua itu? Apakah demi mendapatkan apa yang dinamakan kekuasan untuk jangka waktu yang pendek atau untuk memenuhi kantong Anda dengan harta? Rasulullah saw telah bersabda tentang Anda dan orang-orang seperti Anda:
«إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِيْ اَلْأَئِمَّةَ الْمُضَلِّيْنَ»
Sesungguhnya yang aku takutkan terhadap umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan
«إِنَّکُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى اْلإِمَارَةِ وَإِنَّهَا سَتَکُوْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَسْرَةً وَنَدَامَةً»
Sesungguhnya kalian akan mengejar kekuasaan dan sesungguhnya kekuasaan itu akan menjadi kerugian dan penyesalan pada hari kiamat kelak
Sesungguhnya perbuatan Anda dan perbuatan orang-orang seperti Anda telah menjerumuskan umat ke dalam kondisi menyedihkan, bukan hanya di dunia bahkan juga di akhriat kelak. Sesungguhnya Anda tidak mengadakan kekuasaan yang berdiri di atas apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT yang Mahaagung. Rasulullah Muhammad saw telah bersabda:
«لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ، أَلاَ وَلاَ غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيْرٍ عَامَةٍ»
Setiap pengkhianat memiliki panji pada hari kiamat kelak yang diangkat sesuai dengan kadar pengkhianatannya. Ingatlah tidak ada pengkhianatan yang lebih besar dari pengkhianatan pemimpin masyarakat
Wahai penduduk Afghanistan yang mencintai Islam, sesungguhnya problem Anda bukan khusus masalah Anda. Masalah itu merupakan masalah seluruh umat yang masalah mereka disandera oleh sistem-sistem yang dipaksakan oleh kaum penjajah yang menduduki negeri mereka. Keraskan suara Anda menghadapi serangan terhadap Islam, agama yang telah diwahyukan oleh Rabb Anda, dan berjuanglah untuk kembali menegakkan Khilafah. Sesungguhnya ini adalah solusi satu-satunya untuk semua problem yang mendominasi di dunia kita sekarang ini.
«…ثُمَّ تَکُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian
02 Dzulqa’dah 1430 H
21 Oktober 2009 M
Hizbut Tahrir Afghanistan
Sabtu, 14 November 2009
Migas & Tambang untuk Rakyat Indonesia ?.
Dari: rifky pradana
Judul:Migas & Tambang untuk Rakyat Indonesia ?.
Undang-Undang
(UU) No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dinilai oleh banyak
kalangan sebagai Undang-Undang dengan semangat dan jiwa yang merupakan reinkarnasi produk UU kolonial yaitu Indische
Mijn Wet 1899. Dimana dalam produk hukum kolonial itu
jelas-jelas mengutamakan pihak asing (penanam modal).
Padahal
pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno, produk peninggalan kolonial itu
telah dihapuskan dan diganti dengan UU Nomor 44 Prp. tahun 1960 dan UU Nomor 15
tahun 1962. Selanjutnya pada pemerintahan Presiden Soeharto dirubah lagi
menjadi UU Nomor 8 tahun 1971. Seharusnya perubahan-perubahan itu didedikasikan
sepenuhnya semata hanya untuk lebih menjamin kepentingan nasional.
Selain
itu, materi UU Migas ini jelas bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 33.
Ayat (2) dan (3). Dalam pasal ini disebutkan bahwa Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian
didalam UU Migas itu, pada subtansi yang terkandung didalam pasal 12 ayat (3)
akan membawa akibat penguasaan industri migas nasional oleh Perusahaan
Asing. Disamping itu juga akan mengurangi wewenang presiden, dan sebaliknya,
menumpukan kekuasaan atas sumber daya migas di tangan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM).
UU
No. 22 Tahun 2001 merupakan pengganti dari UU No. 8/1971. Sedangkan pada UU No.
8/1971 mengatur pengelolaan sektor hulu dan hilir migas yang tidak dipisahkan
mengingat migas sebagai kebutuhan yang sangat vital dan menguasai hajat hidup
orang banyak. Di samping itu demi menjaga stabilitas harga dan pemenuhan
pasokan sumber energi bagi masyarakat.
Berkait
dengan keprihatinan terhadap UU No. 22 Tahun 2001 yang dinilai terlalu
kebablasan semangat meliberalisasikan sektor hulu sampai hilir di bidang Minyak
dan Gas Bumi ini, beberapa kalangan berinisitiatif mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Maka
sejumlah lembaga seperti Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia
Indonesia (APHI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI),
Yayasan 324, Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), DR. Ir. Pandji R Hadinoto (Wakil
Rektor Universitas Kejuangan 45 Jakarta), dan Serikat Pekerja Pertamina,
mengajukan judicial review Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.
Sidang
perdana pengujian UU No. 22 Tahun 2001 itu dimulai pada tanggal 11 November
2003. Hakim panel yang menangani perkara ini adalah HM Laica Marzuki, HAS
Natabaya dan Harjono.
Setelah
melalui beberapa kali persidangan, pada tanggal 21 Desember 2004, Mahkamah
Konstitusi akhirnya memberikan keputusan akhirnya dengan putusan tidak
mengabulkan permohonan para pemohon untuk membatalkan seluruh materi UU
No.22/2001, namun mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang No.
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Putusan
MK yang bernomer 002/PUU-I/2003 dan bertanggal tanggal 21 Desember 2004
mengatur beberapa Pasal didalam UU No.22/2001 yang dikoreksi oleh MK, antara
lain adalah :
Pasal
12 ayat (3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau bentuk Usaha Tetap
yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha eksplorasi dan
eksploitasi pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal
22 ayat (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib
menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi
Minyak Bumi dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pasal
28 ayat (2) Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada
mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.
Pasal
28 ayat (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan
masyarakat tertentu.
Dalam
amar putusannya, MK menyatakan bahwa pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) UU
No.22/2001 bertentangan dengan UUD 1945.
MK
melakukan pencabutan atas pasal 28 ayat (2) yang mengatur kenaikan harga
BBM berdasarkan persaingan usaha yang sehat dan wajar. Menurut keputusan MK,
campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi
kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan/atau
menguasai hajat hidup orang banyak.
MK
mendalilkan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan
kebijakan harga BBM, termasuk harga yang ditawarkan oleh mekanisme pasar.
Pasal
28 ayat (2) dan ayat (3) di mata MK lebih mengutamakan mekanisme persaingan,
baru kemudian campur tangan pemerintah sebatas menyangkut golongan masyarakat
tertentu. Aturan ini dipandang MK tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur
dalam pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Hal
yang sama terjadi pada pasal 12 ayat (3) sepanjang mengenai kata-kata 'diberi wewenang', dan pasal 22 ayat (1)
sepanjang mengenai kata-kata 'paling
banyak'.
Ketiga
aturan hukum tersebut dinyatakan MK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
karena bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 33..
Hal
lainnya, putusan judicial review Pasal
UU No.22/2001 ini harus dimuat dalam Berita Negara paling lambat 30 hari kerja
sejak putusan diucapkan.
Putusan
Mahkamah Konstitusi itu juga telah berumur hampir 5 tahun, terhitung sejak
putusan itu ditetapkan olah Mahkamah Konstitusi. Bagaimana wajah pengelolaan
Migas kekayaan alam negara kita ini ?. Apakah sudah berhasil dihindarkan
situasi dimana kebijakan pemerintah (lembaga
eksekutif) lebih mengutamakan pihak penanam modal dari Negara Asing ?.
Berkait
dengan itu, apakah pemerintah (lembaga eksekutif) juga telah melakukan
harmonisasi yang sesuai dengan putusan MK itu atas aturan hukum lainnya (PP,
Perpres, dsb) yang hirarkinya dibawah UU ini ?.
Apakah
dengan demikian, berdasarkan konsideran hasil putusan judicial review itu maka harga eceran BBM tidak boleh lagi
dinaikkan dengan acuan mengikuti harga
pasar ?.
Semoga,
siapa pun yang menjadi penguasa di pemerintahan negara ini, tetap akan teguh
memegang prinsip bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
tetap dalam penguasaan sepenuhnya negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Dimana
hak penguasaaan negara atas sumberdayanya menjadi tidak dikebiri. Juga dimana negara
tidak lagi masih mempunyai hak penuh atas Beleid (perumusan
kebijakan), Bestuursdaad (pengurusan) , Regelendaad (pengaturan) , Beheersdaad( pengelolaan) , dan Toezichthoudendaad (pengawasan) .
Sehingga
kebijakan pemerintah atas kekayaan milik negara kita sendiri ini, jika dianggap
memihak kepentingan masyarakat dan dianggap membahayakan kelangsungan Hak
Penguasaan dan kelancaran Operasi Bisnis para
Investor Asing itu, pemerintah tidak harus selalu diseret ke pengadilan arbritase internasional.
Namun cukup dengan hukum yang berlaku di negara ini yang mengutamakan
kepentingan nasional.
Lalu
hasil akhirnya, kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik lagi, dimana perbandingan antara pendapatan rakyat dengan biaya
kehidupannya menjadi lebih seimbang lagi.
Syukur-syukur
pendapatannya menjadi surplus, sehingga rakyat jelatanya juga bisa ikutan
berliburnya dengan melancong ke Bermuda atau Hawai di Amerika Serikat nun jauh disana.
Kapan
itu akan terlaksana ?.
Wallahualambishshaw ab.
Catatan
Kaki :
Artikel
terkait : disini dan disini serta disini juga disini dan disini serta disini..
Artikel ini dapat dibaca di :
UU Migas,
Sudahkah Rakyat ter-Sejahtera- kan ?
http://politikana. com/baca/ 2009/07/20/ uu-migas- sudahkah- rakyat-ter- sejahtera- kan.html
http://public. kompasiana. com/2009/ 07/20/uu- migas-sudahkah- rakyat-ter- sejahtera- kan/
Judul:Migas & Tambang untuk Rakyat Indonesia ?.
Undang-Undang
(UU) No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dinilai oleh banyak
kalangan sebagai Undang-Undang dengan semangat dan jiwa yang merupakan reinkarnasi produk UU kolonial yaitu Indische
Mijn Wet 1899. Dimana dalam produk hukum kolonial itu
jelas-jelas mengutamakan pihak asing (penanam modal).
Padahal
pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno, produk peninggalan kolonial itu
telah dihapuskan dan diganti dengan UU Nomor 44 Prp. tahun 1960 dan UU Nomor 15
tahun 1962. Selanjutnya pada pemerintahan Presiden Soeharto dirubah lagi
menjadi UU Nomor 8 tahun 1971. Seharusnya perubahan-perubahan itu didedikasikan
sepenuhnya semata hanya untuk lebih menjamin kepentingan nasional.
Selain
itu, materi UU Migas ini jelas bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 33.
Ayat (2) dan (3). Dalam pasal ini disebutkan bahwa Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian
didalam UU Migas itu, pada subtansi yang terkandung didalam pasal 12 ayat (3)
akan membawa akibat penguasaan industri migas nasional oleh Perusahaan
Asing. Disamping itu juga akan mengurangi wewenang presiden, dan sebaliknya,
menumpukan kekuasaan atas sumber daya migas di tangan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM).
UU
No. 22 Tahun 2001 merupakan pengganti dari UU No. 8/1971. Sedangkan pada UU No.
8/1971 mengatur pengelolaan sektor hulu dan hilir migas yang tidak dipisahkan
mengingat migas sebagai kebutuhan yang sangat vital dan menguasai hajat hidup
orang banyak. Di samping itu demi menjaga stabilitas harga dan pemenuhan
pasokan sumber energi bagi masyarakat.
Berkait
dengan keprihatinan terhadap UU No. 22 Tahun 2001 yang dinilai terlalu
kebablasan semangat meliberalisasikan sektor hulu sampai hilir di bidang Minyak
dan Gas Bumi ini, beberapa kalangan berinisitiatif mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Maka
sejumlah lembaga seperti Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia
Indonesia (APHI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI),
Yayasan 324, Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), DR. Ir. Pandji R Hadinoto (Wakil
Rektor Universitas Kejuangan 45 Jakarta), dan Serikat Pekerja Pertamina,
mengajukan judicial review Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.
Sidang
perdana pengujian UU No. 22 Tahun 2001 itu dimulai pada tanggal 11 November
2003. Hakim panel yang menangani perkara ini adalah HM Laica Marzuki, HAS
Natabaya dan Harjono.
Setelah
melalui beberapa kali persidangan, pada tanggal 21 Desember 2004, Mahkamah
Konstitusi akhirnya memberikan keputusan akhirnya dengan putusan tidak
mengabulkan permohonan para pemohon untuk membatalkan seluruh materi UU
No.22/2001, namun mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang No.
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Putusan
MK yang bernomer 002/PUU-I/2003 dan bertanggal tanggal 21 Desember 2004
mengatur beberapa Pasal didalam UU No.22/2001 yang dikoreksi oleh MK, antara
lain adalah :
Pasal
12 ayat (3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau bentuk Usaha Tetap
yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha eksplorasi dan
eksploitasi pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal
22 ayat (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib
menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi
Minyak Bumi dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pasal
28 ayat (2) Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada
mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.
Pasal
28 ayat (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan
masyarakat tertentu.
Dalam
amar putusannya, MK menyatakan bahwa pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) UU
No.22/2001 bertentangan dengan UUD 1945.
MK
melakukan pencabutan atas pasal 28 ayat (2) yang mengatur kenaikan harga
BBM berdasarkan persaingan usaha yang sehat dan wajar. Menurut keputusan MK,
campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi
kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan/atau
menguasai hajat hidup orang banyak.
MK
mendalilkan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan
kebijakan harga BBM, termasuk harga yang ditawarkan oleh mekanisme pasar.
Pasal
28 ayat (2) dan ayat (3) di mata MK lebih mengutamakan mekanisme persaingan,
baru kemudian campur tangan pemerintah sebatas menyangkut golongan masyarakat
tertentu. Aturan ini dipandang MK tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur
dalam pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Hal
yang sama terjadi pada pasal 12 ayat (3) sepanjang mengenai kata-kata 'diberi wewenang', dan pasal 22 ayat (1)
sepanjang mengenai kata-kata 'paling
banyak'.
Ketiga
aturan hukum tersebut dinyatakan MK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
karena bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 33..
Hal
lainnya, putusan judicial review Pasal
UU No.22/2001 ini harus dimuat dalam Berita Negara paling lambat 30 hari kerja
sejak putusan diucapkan.
Putusan
Mahkamah Konstitusi itu juga telah berumur hampir 5 tahun, terhitung sejak
putusan itu ditetapkan olah Mahkamah Konstitusi. Bagaimana wajah pengelolaan
Migas kekayaan alam negara kita ini ?. Apakah sudah berhasil dihindarkan
situasi dimana kebijakan pemerintah (lembaga
eksekutif) lebih mengutamakan pihak penanam modal dari Negara Asing ?.
Berkait
dengan itu, apakah pemerintah (lembaga eksekutif) juga telah melakukan
harmonisasi yang sesuai dengan putusan MK itu atas aturan hukum lainnya (PP,
Perpres, dsb) yang hirarkinya dibawah UU ini ?.
Apakah
dengan demikian, berdasarkan konsideran hasil putusan judicial review itu maka harga eceran BBM tidak boleh lagi
dinaikkan dengan acuan mengikuti harga
pasar ?.
Semoga,
siapa pun yang menjadi penguasa di pemerintahan negara ini, tetap akan teguh
memegang prinsip bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
tetap dalam penguasaan sepenuhnya negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Dimana
hak penguasaaan negara atas sumberdayanya menjadi tidak dikebiri. Juga dimana negara
tidak lagi masih mempunyai hak penuh atas Beleid (perumusan
kebijakan), Bestuursdaad (pengurusan) , Regelendaad (pengaturan) , Beheersdaad( pengelolaan) , dan Toezichthoudendaad (pengawasan) .
Sehingga
kebijakan pemerintah atas kekayaan milik negara kita sendiri ini, jika dianggap
memihak kepentingan masyarakat dan dianggap membahayakan kelangsungan Hak
Penguasaan dan kelancaran Operasi Bisnis para
Investor Asing itu, pemerintah tidak harus selalu diseret ke pengadilan arbritase internasional.
Namun cukup dengan hukum yang berlaku di negara ini yang mengutamakan
kepentingan nasional.
Lalu
hasil akhirnya, kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik lagi, dimana perbandingan antara pendapatan rakyat dengan biaya
kehidupannya menjadi lebih seimbang lagi.
Syukur-syukur
pendapatannya menjadi surplus, sehingga rakyat jelatanya juga bisa ikutan
berliburnya dengan melancong ke Bermuda atau Hawai di Amerika Serikat nun jauh disana.
Kapan
itu akan terlaksana ?.
Wallahualambishshaw ab.
Catatan
Kaki :
Artikel
terkait : disini dan disini serta disini juga disini dan disini serta disini..
Artikel ini dapat dibaca di :
UU Migas,
Sudahkah Rakyat ter-Sejahtera- kan ?
http://politikana. com/baca/ 2009/07/20/ uu-migas- sudahkah- rakyat-ter- sejahtera- kan.html
http://public. kompasiana. com/2009/ 07/20/uu- migas-sudahkah- rakyat-ter- sejahtera- kan/
Haram Berdiam Diri Dari Menegakkan Khilafah Dengan Alasan Menunggu
Haram Berdiam Diri Dari Menegakkan Khilafah Dengan Alasan Menunggu
Imam Mahdi
Dalam kitab “Masâil Fiqhiyyah Mukhtârah”, cetakan kedua (2008), karya Syaikh Abu Iyas Mahmud Abdul Lathif bin Mahmud (Uwaidhah), terdapat jawaban atas pertanyaan seputar Imam Mahdi dan aktivitas untuk menegakkan Khilafah. Mengingat pentingnya masalah ini, maka tulisan ini kami persembahkan kepada para pengunjung situs agar semua dapat mengambil faedah darinya, in sya’ Allah, jika Allah SWT berkehendak.
Pertanyaannya: Tidak sedikit di antara kaum Muslim—khususnya mereka yang masih kental dengan kehidupan beragama—yang menyakini bahwa Khilafah akan kembali tegak. Dan Khilafah yang akan tegak kembali itu adalah Khilafah ‘ala minhaji an-nubuwah, Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian, yang mereka maksudkan dengan itu adalah Khilafah Rasyidah. Namun, aku tidak melihat mereka itu melakukan aktivitas untuk menegakkan Khilafah ini. Apabila mereka ditanya tentang alasan mengapa mereka berdiam diri (tidak melakukan) aktivitas menegakkan Khilafah, maka mereka menjawab bahwa Imam Mahdi-lah kelak yang akan menegakkannya. Dan sebelum datangnya Imam Mahdi, Khilafah tidak akan pernah tegak. Oleh karena itu, tidak perlu menyeru mereka untuk beraktivitas menegakkan Khilafah. Sehingga, pertanyaannya: Apakah Khilafah akan tegak secara nyata; dan apakah Imam Mahdi yang akan menegakkannya?
Jawab: Sesungguhnya pernyataan bahwa Khilafah akan tegak adalah pernyataan yang benar, yang ditunjukkan oleh banyak sekali hadits dari Nabi SAW, dan hadits-hadits itu semuanya shahih atau hasan. Mengingat, hadits-hadits itu tidak ada yang mutawatir, maka masalah ini tidak boleh dijadikan sebagai sebuah keyakinan. Sehingga, pernyataan bahwa kaum Muslim meyakini bahwa Khilafah akan tegak adalah pernyataan yang tidak benar. Sebab, keyakinan itu harus dibangun berdasarkan ayat Al-Qur’an atau hadits mutawatir. Sementara berdirinya Khilafah terdapat dalam hadits-hadits shahih dan hasan, bukan hadits mutawatir. Sehingga, tidak boleh menjadikan berdirinya kembali Khilafah sebagai sebuah keyakinan. Namun, kami membenarkan akan berdirinya kembali Khilafah dengan pembenaran yang tidak pasti; kami katakan bahwa Khilafah akan tegak kembali dengan izin Allah. Berikut ini hadits-hadits terkait masalah tersebut:
Pertama. Dari Sauban radhiyallahu ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullah SAW:
إِنَّ اللهَ زَوَى لِي اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
“Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan (memperlihatkan) bumi kepadaku. Sehingga, aku melihat bumi mulai dari ujung Timur hingga ujung Barat. Dan umatku, kekuasaannya akan meliputi bumi yang telah dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku….” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Sabda beliau, “umatku, kekuasaannya akan meliputi bumi yang telah dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku” belum terrealisasikan hingga sekarang. Sebab, kaum Muslim belum pernah menguasai bumi mulai ujung Timur hingga ujung Barat hingga sekarang. Dan ini akan terjadi di masa yang akan datang. Sehingga ini menjadi isyarat akan berdirinya negara bagi kaum Muslim yang akan menaklukkan bumi mulai dari ujung Timur bumi hingga ujung Baratnya.
Kedua. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
”Jika kalian telah berjual-beli dengan cara ’înah (penjualan secara kredit dengan tambahan harga); dan kalian telah mengambil ekor sapi, lalu kalian (lebih) suka bertani, hingga kalian meninggalkan jihad, maka (ketika itu) Allah menimpakan kepada kalian kehinaan, Allah tidak akan mecabutnya sampai kalian kembali ke agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Sabda beliau, ”sampai kalian kembali ke agama kalian” artinya adalah sampai kalian kembali melaksanakan ajaran agama, dan menerapkannya untuk semua urusan kehidupan kalian. Dengan demikian, hadits ini merupakan bisyârah (kabar gembira) dari Rasulullah SAW bahwa kaum Muslim akan kembali lagi menerapkan agamanya secara kâffah, menyeluruh, setelah sebelumnya mereka meninggalkannya.
Ketiga. Dari Abu Qabil yang berkata: Kami berada di sisi Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ’anhu. Lalu, ia ditanya tentang manakah di antara dua kota yang akan ditaklukkan pertama, Konstantinopel atau Roma. Kemudian ia mengambil kotak yang ada hiasannya, ia mengeluarkan surat dari katak tersebut, ia berkata: Abdullah Berkata, ”Pada saat kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba Rasulullah SAW ditanya, manakah di antara dua kota yang akan ditaklukkan pertama, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW bersabda:
مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
”Kota Heraklius yang akan ditaklukkan pertama—yakni Konstantinopel.” (HR. Ahmad)
Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang penaklukkan dua kota, Konstantinopel dan Rumiyah—yaitu Roma ibu kota Italia—beliau tidak menafikan (membantah) penaklukkan Roma. Namun beliau hanya mengatakan bahwa Konstantinopel akan ditaklukkan pertama. Ini menunjukkan bahwa Roma akan ditaklukkan setelahnya. Sementara hingga saat ini, Roma belum ditaklukkan oleh kaum Muslim. Dengan demikian, hadits ini merupakan bisyârah (kabar gembira), bahwa kaum Muslim akan menaklukkan ibu kota Italia tersebut. Dan tidak terbayangkan bahwa kaum Muslim akan menaklukkannya sebelum kembalinya Khilafah yang menghidupkan kembali jihad di jalan Allah dan penaklukkan kota (melakukan futuhat).
Keempat. Dari Nu’man bin Basyir, dari Hudzaifah radhiyallahu ’anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Akan ada fase kenabian di tengah-tengah kalian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada fase Khilafah berdasarkan metode kenabian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudia akan ada fase penguasa yang zalim. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Lalu akan ada fase penguasa diktator. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian. Kemudian belia SAW diam.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Hadits ini menjelaskan bahwa Khilafah akan tegak kembali setelah fase penguasa yang zalim (mulkan ’adhan), dan fase penguasa diktator (mulkan jabariyan). Dan Khilafah yang akan tegak itu adalah Khilafah ‘ala minhaji an-nubuwah, Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian, yakni Khilafah yang menilai dirinya seperti Khilafah pada masa Khulafaur Rasyidin. Sehingga dengan izin Allah, Khilafah yang akan tegak adalah Khilafah Rasyidah. Inilah jawaban untuk pertanyaan masalah pertama. Sedangkan jawaban untuk pertanyaan masalah kedua adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya, sekalipun hadits-hadits an-nabawiyah asy-syarîfah menyebutkan bahwa Al-Mahdi akan menegakkan Khilafah, maka hal ini tidak menunjukkan bahwa kaum Muslim wajin menunggu Al-Mahdi sampai Al-Mahdi mendirikan Khilafah untuk mereka. Apa yang diwajibkan atas mereka tetap wajib, yaitu menegakkan Khilafah. Menegakkan Khilafah di samping wajib atas Al-Mahdi, wajib pula atas kaum Muslim selain dia. Sehingga, mereka yang masih kental dengan kehidupan beragama, seperti yang digambarkannya, tidak punya hujjah (alasan) yang dapat mereka jadikan dasar untuk berdiam diri, tidak beraktivitas untuk menegakkan Khilafah, hanya dengan mengajukan pernyataan bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah, sebagaimana hal itu tampak dengan jelas. Oleh karena itu, mereka yang masih beragama, namun berdiam diri, tidak beraktivitas menegakkan Khilafah, maka mereka berdosa, akibat sikapnya yang berdiam diri, tidak berbuat apa-apa, dan Allah juga akan meminta pertanggungjawaban mereka atas sikap diamnya ini. Konsekwensinya, jika mereka mati sebelum tegaknya Khilafah, maka ia mati seperti matinya kaum jahiliyah (mati dalam keadaan berdosa). Sebab, ada riwayat dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu yang berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa saja yang melepaskan ketaatan, maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang meninggal sedang di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti mati jahiliyah (dalam keadaan berdosa).” (HR. Muslim).
Sementara itu, orang yang selamat dari mati jahiliyah adalah orang-orang yang beraktivitas menegakkan Khilafah. Oleh karena itu, wahai orang-orang yang masih beragama waspadalah agar jangan sampai kalian mati jahiliyah, yang tentu kalian tidak menginginkannya. Ini yang pertama.
Kedua, sesungguhnya hadits-hadits an-nabawiyah asy-syarîfah tidak secara mutlak menyebutkan bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah, karena banyak sekali hadits yang meriwayatkannya. Sedangkan, masing-masing hadits yang disebutkan semuanya menunjukkan bahwa Al-Mahdi adalah seorang Khalifah yang baik dan memerintah dengan adil. Misalnya sabda Rasulullah SAW:
الْمَهْدِيُّ مِنِّي أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى اْلأَنْفِ يَمَْلأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Al-Mahdi itu dari keturunanku, wajahnya tampan, dan hidungnya mancung. Ia akan memenuhi bumi dengan kebaikan dan keadilan. Dimana sebelumnya, bumi dipenuhi dengan kekejaman dan ketidak adilan. Dan ia berkuasa selama tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud)
Sehingga, dalam hal ini, nama nash yang mereka jadikan dalil bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah? Justru kami memiliki nash yang menolak pemahaman bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah. Dan nash ini menjelaskan bahwa Al-Mahdi akan menjadi Khalifah setelah meninggalnya Khalifah sebelumnya. Sehingga, ini menegaskan bahwa Khilafah akan tegak sebelum Al-Mahdi menjadi Khalifah. Al-Mahdi adalah Khalifah yang menggantikan Khalifah sebelumnya dalam daulah Khilafah Rasyidah yang—tidak lama lagi—akan datang (berdiri) dengan izin Allah. Sekali lagi, ini menegaskan bahwa Al-Mahdi bukan orang yang menegakkan Khilafah. Dengan begitu, gugurlah hujjah (alasan) mereka untuk berdiam diri, tidak beraktivitas, dan hanya menunggu Al-Mahdi, yang menurut klaim mereka bahwa Al-Mahdi inilah yang akan menegakkan Khilafah untuk mereka.
Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ’anha berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
يَكُونُ اخْتِلافٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَيٌّاتِي مَكَّةَ، فَيَسْتَخْرِجُهُ النَّاسُ مِنْ بَيْتِهِ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالمَقَامِ، فَيُجَهَّزُ إليهِ جَيْش مِنَ الشَّامِ حَتَّى إذَا كَانُوا بالبَيْدَاءِ خُسِفَ بِهِمْ، فَيَأتِيْهِ عَصَائِبُ العِرَاقِ وأبْدَالُ الشَّامِ: ويَنْشئا رَجُلٌ بالشَّامِ أَخْوالُهُ مِنْ كَلْبٍ، فَيُجَهَّزُ إليهِ جَيْش، فَيَهْزِمُهُمُ الله، فَتَكُونُ الدَّائِرَةُ عَلَيْهِمْ، فَذَلِكَ يَوْمُ كَلْبٍ، الخَائِبُ مَنْ خَابَ مِنْ غَنِيْمَةِ كَلْبٍ، فَيَسْتَفْتِحُ الكُنُوزَ، وَيَقْسِمُ أَلامْوَالَ وَيُلْقِي إلاسْلاَمُ بِجَرَانِهِ ِإلى أَلارْضِ، فَيَعِيْشُونَ بِذَلِكَ سَبْعَ سِنينَ أو قال: تِسْعَ.
“Terjadi perselisihan ketika meninggalnya seorang Khalifah. Kemudian, seorang dari Bani Hasyim (Al-Mahdi) keluar pergi ke Makkah. Masyarakat membawanya (Al-Mahdi) keluar rumah menuju antara ar-rukn (hajar aswad) dan al-maqâm (maqam Ibrahim ‘alaihissalam). Sementara, dari Syam telah disiapkan pasukan untuk menyerangnya, namun ketika mereka berada di al-Baida’ (sebuah tempat antara Makkah dan Madinah), mereka semua ditenggelamkan (oleh Allah). (Melihat karamahnya itu), beberapa kelompok dari Irak, dan para wali (Abdal) dari Syam mendatanginya (untuk berbaiat). Seseorang di Syam yang ibunya dari Bani Kalb, menyiapkan pasukan untuk menyerangnya, kemudian Allah-pun mengalahkan mereka, sehingga bencana pun menimpa mereka, maka hari itu merupakan hari kekalahan bagi Bani Kalb. Bahkan, orang yang menyesal adalah orang yang tidak berhasil mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) Bani Kalb. Kemudian, ia (Al-Mahdi) membuka berbagai harta simpanan, membagi-bagi harta, menyampaikan (mendakwahkan) Islam ke wilayah-wilayah sekitarnya. Masyarakat hidup bersama (Al-Mahdi) itu selama tujuh tahun, atau sembilan tahun.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath, Al-Haitsami menyebutnya dalam Majma’uz Zawâij, ia berkata “semuanya rawinya adalah para rawi yang shahih).
Hadits ini disepakati oleh para rawi hadits dan pensyarahnya bahwa Khalifah yang dimaksud dalam hadits ini adalah Al-Mahdi (Imam Mahdi). Hadits ini merupakan nash yang sharîh (gamblang) bahwa Khalifah (Imam Mahdi) ini datang menggantikan Khalifah sebelumnya, “Terjadi perselisihan ketika meninggalnya seorang Khalifah. Kemudian, seorang dari….” Dengan demikian, Imam Mahdi bukan orang yang akan menegakkan Khilafah, dan ia juga bukan Khalifah pertama dalam negara Khilafah Rasyidah—yang tidak lama lagi—akan tegak dengan izin Allah. Sehingga yang tersisa di depan setiap orang Muslim adalah kekhawatiran dan ketakutan dari mati jahiliyah, mati dalam keadaan berdosa. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, selain bangkit dengan penuh semangat beraktivitas untuk menegakkan kembali Khilafah, dan mengangkat seorang Khalifah. Wallahu a’lam bish-shawab.(www. http://www.al-aqsa.org)
Imam Mahdi
Dalam kitab “Masâil Fiqhiyyah Mukhtârah”, cetakan kedua (2008), karya Syaikh Abu Iyas Mahmud Abdul Lathif bin Mahmud (Uwaidhah), terdapat jawaban atas pertanyaan seputar Imam Mahdi dan aktivitas untuk menegakkan Khilafah. Mengingat pentingnya masalah ini, maka tulisan ini kami persembahkan kepada para pengunjung situs agar semua dapat mengambil faedah darinya, in sya’ Allah, jika Allah SWT berkehendak.
Pertanyaannya: Tidak sedikit di antara kaum Muslim—khususnya mereka yang masih kental dengan kehidupan beragama—yang menyakini bahwa Khilafah akan kembali tegak. Dan Khilafah yang akan tegak kembali itu adalah Khilafah ‘ala minhaji an-nubuwah, Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian, yang mereka maksudkan dengan itu adalah Khilafah Rasyidah. Namun, aku tidak melihat mereka itu melakukan aktivitas untuk menegakkan Khilafah ini. Apabila mereka ditanya tentang alasan mengapa mereka berdiam diri (tidak melakukan) aktivitas menegakkan Khilafah, maka mereka menjawab bahwa Imam Mahdi-lah kelak yang akan menegakkannya. Dan sebelum datangnya Imam Mahdi, Khilafah tidak akan pernah tegak. Oleh karena itu, tidak perlu menyeru mereka untuk beraktivitas menegakkan Khilafah. Sehingga, pertanyaannya: Apakah Khilafah akan tegak secara nyata; dan apakah Imam Mahdi yang akan menegakkannya?
Jawab: Sesungguhnya pernyataan bahwa Khilafah akan tegak adalah pernyataan yang benar, yang ditunjukkan oleh banyak sekali hadits dari Nabi SAW, dan hadits-hadits itu semuanya shahih atau hasan. Mengingat, hadits-hadits itu tidak ada yang mutawatir, maka masalah ini tidak boleh dijadikan sebagai sebuah keyakinan. Sehingga, pernyataan bahwa kaum Muslim meyakini bahwa Khilafah akan tegak adalah pernyataan yang tidak benar. Sebab, keyakinan itu harus dibangun berdasarkan ayat Al-Qur’an atau hadits mutawatir. Sementara berdirinya Khilafah terdapat dalam hadits-hadits shahih dan hasan, bukan hadits mutawatir. Sehingga, tidak boleh menjadikan berdirinya kembali Khilafah sebagai sebuah keyakinan. Namun, kami membenarkan akan berdirinya kembali Khilafah dengan pembenaran yang tidak pasti; kami katakan bahwa Khilafah akan tegak kembali dengan izin Allah. Berikut ini hadits-hadits terkait masalah tersebut:
Pertama. Dari Sauban radhiyallahu ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullah SAW:
إِنَّ اللهَ زَوَى لِي اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
“Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan (memperlihatkan) bumi kepadaku. Sehingga, aku melihat bumi mulai dari ujung Timur hingga ujung Barat. Dan umatku, kekuasaannya akan meliputi bumi yang telah dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku….” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Sabda beliau, “umatku, kekuasaannya akan meliputi bumi yang telah dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku” belum terrealisasikan hingga sekarang. Sebab, kaum Muslim belum pernah menguasai bumi mulai ujung Timur hingga ujung Barat hingga sekarang. Dan ini akan terjadi di masa yang akan datang. Sehingga ini menjadi isyarat akan berdirinya negara bagi kaum Muslim yang akan menaklukkan bumi mulai dari ujung Timur bumi hingga ujung Baratnya.
Kedua. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
”Jika kalian telah berjual-beli dengan cara ’înah (penjualan secara kredit dengan tambahan harga); dan kalian telah mengambil ekor sapi, lalu kalian (lebih) suka bertani, hingga kalian meninggalkan jihad, maka (ketika itu) Allah menimpakan kepada kalian kehinaan, Allah tidak akan mecabutnya sampai kalian kembali ke agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Sabda beliau, ”sampai kalian kembali ke agama kalian” artinya adalah sampai kalian kembali melaksanakan ajaran agama, dan menerapkannya untuk semua urusan kehidupan kalian. Dengan demikian, hadits ini merupakan bisyârah (kabar gembira) dari Rasulullah SAW bahwa kaum Muslim akan kembali lagi menerapkan agamanya secara kâffah, menyeluruh, setelah sebelumnya mereka meninggalkannya.
Ketiga. Dari Abu Qabil yang berkata: Kami berada di sisi Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ’anhu. Lalu, ia ditanya tentang manakah di antara dua kota yang akan ditaklukkan pertama, Konstantinopel atau Roma. Kemudian ia mengambil kotak yang ada hiasannya, ia mengeluarkan surat dari katak tersebut, ia berkata: Abdullah Berkata, ”Pada saat kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba Rasulullah SAW ditanya, manakah di antara dua kota yang akan ditaklukkan pertama, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW bersabda:
مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
”Kota Heraklius yang akan ditaklukkan pertama—yakni Konstantinopel.” (HR. Ahmad)
Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang penaklukkan dua kota, Konstantinopel dan Rumiyah—yaitu Roma ibu kota Italia—beliau tidak menafikan (membantah) penaklukkan Roma. Namun beliau hanya mengatakan bahwa Konstantinopel akan ditaklukkan pertama. Ini menunjukkan bahwa Roma akan ditaklukkan setelahnya. Sementara hingga saat ini, Roma belum ditaklukkan oleh kaum Muslim. Dengan demikian, hadits ini merupakan bisyârah (kabar gembira), bahwa kaum Muslim akan menaklukkan ibu kota Italia tersebut. Dan tidak terbayangkan bahwa kaum Muslim akan menaklukkannya sebelum kembalinya Khilafah yang menghidupkan kembali jihad di jalan Allah dan penaklukkan kota (melakukan futuhat).
Keempat. Dari Nu’man bin Basyir, dari Hudzaifah radhiyallahu ’anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Akan ada fase kenabian di tengah-tengah kalian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada fase Khilafah berdasarkan metode kenabian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudia akan ada fase penguasa yang zalim. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Lalu akan ada fase penguasa diktator. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian. Kemudian belia SAW diam.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Hadits ini menjelaskan bahwa Khilafah akan tegak kembali setelah fase penguasa yang zalim (mulkan ’adhan), dan fase penguasa diktator (mulkan jabariyan). Dan Khilafah yang akan tegak itu adalah Khilafah ‘ala minhaji an-nubuwah, Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian, yakni Khilafah yang menilai dirinya seperti Khilafah pada masa Khulafaur Rasyidin. Sehingga dengan izin Allah, Khilafah yang akan tegak adalah Khilafah Rasyidah. Inilah jawaban untuk pertanyaan masalah pertama. Sedangkan jawaban untuk pertanyaan masalah kedua adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya, sekalipun hadits-hadits an-nabawiyah asy-syarîfah menyebutkan bahwa Al-Mahdi akan menegakkan Khilafah, maka hal ini tidak menunjukkan bahwa kaum Muslim wajin menunggu Al-Mahdi sampai Al-Mahdi mendirikan Khilafah untuk mereka. Apa yang diwajibkan atas mereka tetap wajib, yaitu menegakkan Khilafah. Menegakkan Khilafah di samping wajib atas Al-Mahdi, wajib pula atas kaum Muslim selain dia. Sehingga, mereka yang masih kental dengan kehidupan beragama, seperti yang digambarkannya, tidak punya hujjah (alasan) yang dapat mereka jadikan dasar untuk berdiam diri, tidak beraktivitas untuk menegakkan Khilafah, hanya dengan mengajukan pernyataan bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah, sebagaimana hal itu tampak dengan jelas. Oleh karena itu, mereka yang masih beragama, namun berdiam diri, tidak beraktivitas menegakkan Khilafah, maka mereka berdosa, akibat sikapnya yang berdiam diri, tidak berbuat apa-apa, dan Allah juga akan meminta pertanggungjawaban mereka atas sikap diamnya ini. Konsekwensinya, jika mereka mati sebelum tegaknya Khilafah, maka ia mati seperti matinya kaum jahiliyah (mati dalam keadaan berdosa). Sebab, ada riwayat dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu yang berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa saja yang melepaskan ketaatan, maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang meninggal sedang di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti mati jahiliyah (dalam keadaan berdosa).” (HR. Muslim).
Sementara itu, orang yang selamat dari mati jahiliyah adalah orang-orang yang beraktivitas menegakkan Khilafah. Oleh karena itu, wahai orang-orang yang masih beragama waspadalah agar jangan sampai kalian mati jahiliyah, yang tentu kalian tidak menginginkannya. Ini yang pertama.
Kedua, sesungguhnya hadits-hadits an-nabawiyah asy-syarîfah tidak secara mutlak menyebutkan bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah, karena banyak sekali hadits yang meriwayatkannya. Sedangkan, masing-masing hadits yang disebutkan semuanya menunjukkan bahwa Al-Mahdi adalah seorang Khalifah yang baik dan memerintah dengan adil. Misalnya sabda Rasulullah SAW:
الْمَهْدِيُّ مِنِّي أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى اْلأَنْفِ يَمَْلأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Al-Mahdi itu dari keturunanku, wajahnya tampan, dan hidungnya mancung. Ia akan memenuhi bumi dengan kebaikan dan keadilan. Dimana sebelumnya, bumi dipenuhi dengan kekejaman dan ketidak adilan. Dan ia berkuasa selama tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud)
Sehingga, dalam hal ini, nama nash yang mereka jadikan dalil bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah? Justru kami memiliki nash yang menolak pemahaman bahwa Al-Mahdi yang akan menegakkan Khilafah. Dan nash ini menjelaskan bahwa Al-Mahdi akan menjadi Khalifah setelah meninggalnya Khalifah sebelumnya. Sehingga, ini menegaskan bahwa Khilafah akan tegak sebelum Al-Mahdi menjadi Khalifah. Al-Mahdi adalah Khalifah yang menggantikan Khalifah sebelumnya dalam daulah Khilafah Rasyidah yang—tidak lama lagi—akan datang (berdiri) dengan izin Allah. Sekali lagi, ini menegaskan bahwa Al-Mahdi bukan orang yang menegakkan Khilafah. Dengan begitu, gugurlah hujjah (alasan) mereka untuk berdiam diri, tidak beraktivitas, dan hanya menunggu Al-Mahdi, yang menurut klaim mereka bahwa Al-Mahdi inilah yang akan menegakkan Khilafah untuk mereka.
Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ’anha berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
يَكُونُ اخْتِلافٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَيٌّاتِي مَكَّةَ، فَيَسْتَخْرِجُهُ النَّاسُ مِنْ بَيْتِهِ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالمَقَامِ، فَيُجَهَّزُ إليهِ جَيْش مِنَ الشَّامِ حَتَّى إذَا كَانُوا بالبَيْدَاءِ خُسِفَ بِهِمْ، فَيَأتِيْهِ عَصَائِبُ العِرَاقِ وأبْدَالُ الشَّامِ: ويَنْشئا رَجُلٌ بالشَّامِ أَخْوالُهُ مِنْ كَلْبٍ، فَيُجَهَّزُ إليهِ جَيْش، فَيَهْزِمُهُمُ الله، فَتَكُونُ الدَّائِرَةُ عَلَيْهِمْ، فَذَلِكَ يَوْمُ كَلْبٍ، الخَائِبُ مَنْ خَابَ مِنْ غَنِيْمَةِ كَلْبٍ، فَيَسْتَفْتِحُ الكُنُوزَ، وَيَقْسِمُ أَلامْوَالَ وَيُلْقِي إلاسْلاَمُ بِجَرَانِهِ ِإلى أَلارْضِ، فَيَعِيْشُونَ بِذَلِكَ سَبْعَ سِنينَ أو قال: تِسْعَ.
“Terjadi perselisihan ketika meninggalnya seorang Khalifah. Kemudian, seorang dari Bani Hasyim (Al-Mahdi) keluar pergi ke Makkah. Masyarakat membawanya (Al-Mahdi) keluar rumah menuju antara ar-rukn (hajar aswad) dan al-maqâm (maqam Ibrahim ‘alaihissalam). Sementara, dari Syam telah disiapkan pasukan untuk menyerangnya, namun ketika mereka berada di al-Baida’ (sebuah tempat antara Makkah dan Madinah), mereka semua ditenggelamkan (oleh Allah). (Melihat karamahnya itu), beberapa kelompok dari Irak, dan para wali (Abdal) dari Syam mendatanginya (untuk berbaiat). Seseorang di Syam yang ibunya dari Bani Kalb, menyiapkan pasukan untuk menyerangnya, kemudian Allah-pun mengalahkan mereka, sehingga bencana pun menimpa mereka, maka hari itu merupakan hari kekalahan bagi Bani Kalb. Bahkan, orang yang menyesal adalah orang yang tidak berhasil mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) Bani Kalb. Kemudian, ia (Al-Mahdi) membuka berbagai harta simpanan, membagi-bagi harta, menyampaikan (mendakwahkan) Islam ke wilayah-wilayah sekitarnya. Masyarakat hidup bersama (Al-Mahdi) itu selama tujuh tahun, atau sembilan tahun.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath, Al-Haitsami menyebutnya dalam Majma’uz Zawâij, ia berkata “semuanya rawinya adalah para rawi yang shahih).
Hadits ini disepakati oleh para rawi hadits dan pensyarahnya bahwa Khalifah yang dimaksud dalam hadits ini adalah Al-Mahdi (Imam Mahdi). Hadits ini merupakan nash yang sharîh (gamblang) bahwa Khalifah (Imam Mahdi) ini datang menggantikan Khalifah sebelumnya, “Terjadi perselisihan ketika meninggalnya seorang Khalifah. Kemudian, seorang dari….” Dengan demikian, Imam Mahdi bukan orang yang akan menegakkan Khilafah, dan ia juga bukan Khalifah pertama dalam negara Khilafah Rasyidah—yang tidak lama lagi—akan tegak dengan izin Allah. Sehingga yang tersisa di depan setiap orang Muslim adalah kekhawatiran dan ketakutan dari mati jahiliyah, mati dalam keadaan berdosa. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, selain bangkit dengan penuh semangat beraktivitas untuk menegakkan kembali Khilafah, dan mengangkat seorang Khalifah. Wallahu a’lam bish-shawab.(www. http://www.al-aqsa.org)
Dunia Islam Harus Bangkit
Dunia Islam Harus Bangkit
Allah SWT berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Berpeganglah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai (QS Ali ‘Imran [3] : 103).
Dalam ayat tersebut, Allah SWT tidak berfirman: Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah sendiri-sendiri; tidak pula berfirman: Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah secara kelompok-perkelompok. Akan tetapi, Allah memerintahkan kaum Muslim semuanya agar berpegang pada tali (agama) Allah yang kokoh. Dengan berpegang teguh pada tali (agama) Allah, Dunia Islam akan kembali memiliki kedaulatan, kemuliaan dan kedudukannya.
Dunia Islam harus bangkit dari tidurnya dan harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya, baik yang bersifat fadhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Dengan itu ia akan bisa merasakan penghambaannya hanya kepada Allah semata, memungkinkannya untuk melihat terbitnya cahaya fajar yang baru, setelah gelapnya malam yang begitu mencekam.
Sesungguhnya kehadiran dan bertemunya sejumlah kaum Muslim, khususnya para ulamanya, pada Muktamar Ulama yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia ini tidak lain adalah buah dari perasaan ini, yang berhasil menyatukan dan mempertemukannya.
Kami ingin mengatakan, bahwa umat Islam di sepanjang masa lalu banyak menghadapi musibah besar, seperti serangan kaum Salibis dan pendudukan pasukan Mongol. Hanya saja, setiap kali ada musibah besar, umat Islam berhasil keluar dari musibah-musibah itu dengan kekuatan yang lebih besar. Semua itu terjadi karena umat Islam senantiasa berpegang teguh pada agama Allah Jalla Jalâluh.
Tidak diragukan lagi, bahwa musibah terakhir, bahkan merupakan musibah terbesar yang dihadapi seluruh umat Islam, adalah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Bagaimana tidak. Musibah ini tidak saja telah mengakibatkan pendudukan, pertumpahan darah dan air mata, tetapi juga telah mendatangkan berbagai pemikiran batil dan perpecahan. Ini merupakan pukulan yang banyak mengakibatkan kehancuran.
Sesungguhnya, negeri-negeri Islam, yang berada di wilayah geografis yang disebut dengan Dunia Islam, kini satu-persatu telah diduduki oleh kaum Kafir. Dari sinilah negeri kaum Muslim terpecah-belah. Masing-masing dipisahkan oleh ladang-ladang penuh ranjau setelah sebelumnya hanya cukup dengan kawat-kawat berduri. Semua itu dilakukan setelah kaum kafir penjajah sadar, bahwa apa yang mereka lakukan ternyata tidak bisa menjamin terpecah-belahnya umat yang satu ini dengan hanya menaburkan dalam benak dan hati mereka benih perpecahan dan sparatisme.
Memang, mereka belum puas dengan semua itu. Bahkan mereka telah merekayasa problem-problem regional dan domestik di tiap-tiap negeri kaum Muslim. Mereka berupaya mengubah apa yang menjadi prioritas kita, lalu mereka mengkaburkan peristilahan kita, seperti al-wathan (tanah air) dan al-millah (agama) dari pengertian yang sebenarnya, kemudian mereka ganti dengan pengertian-pengertian lain yang mereka inginkan
Al-Wathan (tanah air), dalam pandangan Islam adalah tempat yang di dalamnya diterapkan sistem kehidupan yang diturunkan Allah, sedang al-millah (agama) dalam pandangan Islam adalah umat Muhammad. Namun, yang lebih utama adalah sebutan “umat” karena ini merupakan sebutan yang sesungguhnya.
Sungguh, mereka telah berhasil dalam semuanya itu, melalui tekanan dan intimidasi serta dukungan sistem Jahiliah, memperkuat kekufuran. Keberhasilan bisa mereka diwujudkan bukan semata-mata karena mereka memiliki kekuatan. Bahkan keberha-silan itu sebenarnya merupakan akibat dari terperosoknya Dunia Islam dalam gelapnya kelalaian dan tidak menjalankan kewajibannya, yang akhirnya mengakibatkan dirinya tidak berdaya.
Problem-problem ini memang sengaja diciptakan. Begitu juga dengan perpecahan yang ditanamkan ke dalam benak dan hati kita. Para penguasa yang diangkat untuk memimpin pun tidak sesuai dengan keinginan kita. Bahkan antara kita dan mereka terdapat jarak yang sangat jauh. Gerakan kita dilumpuhkan. Mata kita dibutakan. Telinga kita ditulikan. Bahkan kita sampai pada suatu keadaan tidak lagi melihat darah kaum Muslim yang mengalir, tidak lagi mendengar dan menjawab jeritan-jeritan dan keluh-kesah yang datang dari Palestina, Afganistan, Chechnya, Kashmir, Irak, Pakistan, Sudan, Somalia, Aljazair, dan sebaginya
Sungguh, mereka sengaja menghancurkan setiap gerakan dan setiap pergerakan yang dilakukan umat Islam dengan tangan besi. Akibatnya, tidak sedikit di antara generasi umat Islam yang istimewa ini mereka bunuh serta mereka tempatkan dalam penjara kaum kafir penjajah dan para penguasa antek yang gelap. Sekarang, berbagai problem dan kegelapan masih terus berlangsung bahkan sampai puncaknya.
Sesungguhnya berbagai pemikiran dan simbol yang beredar luas di pentas internasional, yang dipasarkan di Dunia Islam dengan nama “perubahan” dan “reformasi”, merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari serangan Amerika yang biadab serta serangan sekutunya yang keji dan kejam terhadap Islam dan kaum Muslim. Tujuannya adalah untuk memperkuat dan mengokohkan pengaruh dan dominasinya terhadap umat Islam. Sungguh, tidak diragukan lagi bahwa serangan budaya pemikiran ini sama sekali tidak berbeda dengan pendudukan, penjajahan dan tindakan pembantaian. Sebab, tujuan dari serangan budaya dan pemikiran ini adalah memalingkan kita dari jalan kita yang terang sehingga kita berpikir dan bergaya hidup seperti mereka, yakni menjadikan kita sebagai mayat, padahal kita masih hidup; menjadikan umat Islam sebagai komunitas kecil yang dapat digiring dan dikendalikan oleh siapapun. Padahal setiap Muslim wajib menerapkan Islam dan hidup sesuai dengan hukum-hukum Islam. Sebab, rendah diri dan tunduk selamanya bukanlah sifat seorang Muslim. Sesungguhnya keadaan rendah dan terhina yang menyelimuti umat Islam ini akibat dari mereka tidak menerapkan Islam dan tidak berjalan sesuai hukum-hukum Islam sebagaimana diwajibkan. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis syarif:
«لَتُنْتَقَضُنَّ عُرَى إلاسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةً تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيْهَا، وأَوَّلُهُنَّ نَقْصاً الحُكْمُ، وآخِرُهُنَّ الصَّلاةُ»
Sungguh ikatan Islam akan benar-benar lepas seikat demi seikat…Ikatan yang pertama kali lepas adalah hukum (pemerintahan), dan yang terakhir adalah shalat.
Artinya, agar Islam tidak terbagi-bagi dalam ikatan-ikatan, dan agar Islam diterapkan dengan sempurna, maka kita harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak membuat hukum.
Sebagaimana kita tahu, kaum kafir penjajah sangat pandai dalam memasarkan berbagai pemikiran batil dan sesat kepada umat Islam, dalam menutupi pengrusakan dan penghancuran, serta dalam melakukan pembantaian dan pendudukan. Mereka juga pandai untuk tetap bersembunyi di balik layar. Dalam setiap melakukan pendudukan, pembantaian, dan pengrusakan, mereka selalu memiliki alasan dalam melakukan semua itu. Alasannya adalah selalu kaum Muslim!
Sesungguhnya, bangsa Amerika penjajah berusaha menjadikan umat Islam melupakan setiap kejahatan yang dilakukannya terhadap umat Islam, dan berusaha menjauhkan catatan hitamnya dari mata umat Islam dengan mengubah warna pemimpinnya. Hanya saja, umat Islam, lazimnya tidak pernah lupa untuk tetap melakukan kebaikkan. Mereka pun selamanya tidak pernah melupakan kezaliman yang dilakukan terhadapnya. Sungguh, selamanya umat Islam tidak akan pernah melupakannya.
Seperti yang telah disebutkan di awal, sesungguhnya persatuan kita merupakan suatu kenyataan yang harus kita wujudkan, agar kita mampu berdiri tegak dan kokoh di depan kaum kafir penjajah, dan orang-orang yang membantunya, baik dengan sadar maupun tidak, agar kita benar-benar kokoh dalam menghadapi setiap serangan yang mereka lancarkan. Sungguh, setiap orang yang berakal pasti sadar, bahwa kekuatan merupakan hasil dari persatuan, dan dengan persatuan, umat pasti mampu mengalahkan setiap rintangan dan kesulitan.
Dengan alasan ini, wahai kaum Muslim, sesungguhnya setiap penderitaan yang kita rasakan, setiap air mata yang kita teteskan, setiap pemikiran rusak yang tertanam di tengah-tengah kaum Muslim harus mengingatkan kita, bahwa menegakkan Khilafah adalah persoalan utama kaum Muslim, yang mengharuskan kaum Muslim hanya hidup dengannya, atau mati dalam naungannya. Mengapa tidak? Sebab, Khilafah merupakan lambang persatuan umat Islam.
Sesungguhnya umat Islam itu tidak ubahnya satu tubuh, sedangkan Khilafah tidak ubahnya kepala bagi tubuh tersebut, sementara tubuh betapapun besarnya, ketika ia tanpa kepala, maka mustahil ia dapat bergerak. Untuk itu, kita harus mengembalikan kepala pada tubuhnya, agar umat Islam kembali meraih kemuliaan dan kedudukan yang dulu pernah diraihnya, yang dengannya umat Islam akan kembali memimpin dunia. Untuk tujuan itulah, sejumlah besar kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul. Meski untuk sampai di sini, mereka harus menyebrangi samudera nan luas.
Di manapun kita berada dan apapun sebutan yang kita gunakan, maka nama yang terbaik bagi kita, dan sebutan yang paling kita senangi adalah nama dan sebutan yang diberikan kepada kita oleh Tuhan semesta alam, yaitu nama atau sebutan “al-Muslimûn”. Agar kita bisa memenuhi hak nama itu dengan sesungguhnya, maka bagi masing-masing kita harus mengerahkan segenap kemampuan dalam berusaha dan berjuang untuk menyinari semua kegelapan Jahiliah melalui obor yang cahayanya bersumber dari al-Quran al-Karim. Sungguh, kesudahan yang baik itu hanya milik orang-orang yang bertakwa.
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa (QS Al-Hajj [22] : 40). [
Allah SWT berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Berpeganglah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai (QS Ali ‘Imran [3] : 103).
Dalam ayat tersebut, Allah SWT tidak berfirman: Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah sendiri-sendiri; tidak pula berfirman: Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah secara kelompok-perkelompok. Akan tetapi, Allah memerintahkan kaum Muslim semuanya agar berpegang pada tali (agama) Allah yang kokoh. Dengan berpegang teguh pada tali (agama) Allah, Dunia Islam akan kembali memiliki kedaulatan, kemuliaan dan kedudukannya.
Dunia Islam harus bangkit dari tidurnya dan harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya, baik yang bersifat fadhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Dengan itu ia akan bisa merasakan penghambaannya hanya kepada Allah semata, memungkinkannya untuk melihat terbitnya cahaya fajar yang baru, setelah gelapnya malam yang begitu mencekam.
Sesungguhnya kehadiran dan bertemunya sejumlah kaum Muslim, khususnya para ulamanya, pada Muktamar Ulama yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia ini tidak lain adalah buah dari perasaan ini, yang berhasil menyatukan dan mempertemukannya.
Kami ingin mengatakan, bahwa umat Islam di sepanjang masa lalu banyak menghadapi musibah besar, seperti serangan kaum Salibis dan pendudukan pasukan Mongol. Hanya saja, setiap kali ada musibah besar, umat Islam berhasil keluar dari musibah-musibah itu dengan kekuatan yang lebih besar. Semua itu terjadi karena umat Islam senantiasa berpegang teguh pada agama Allah Jalla Jalâluh.
Tidak diragukan lagi, bahwa musibah terakhir, bahkan merupakan musibah terbesar yang dihadapi seluruh umat Islam, adalah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Bagaimana tidak. Musibah ini tidak saja telah mengakibatkan pendudukan, pertumpahan darah dan air mata, tetapi juga telah mendatangkan berbagai pemikiran batil dan perpecahan. Ini merupakan pukulan yang banyak mengakibatkan kehancuran.
Sesungguhnya, negeri-negeri Islam, yang berada di wilayah geografis yang disebut dengan Dunia Islam, kini satu-persatu telah diduduki oleh kaum Kafir. Dari sinilah negeri kaum Muslim terpecah-belah. Masing-masing dipisahkan oleh ladang-ladang penuh ranjau setelah sebelumnya hanya cukup dengan kawat-kawat berduri. Semua itu dilakukan setelah kaum kafir penjajah sadar, bahwa apa yang mereka lakukan ternyata tidak bisa menjamin terpecah-belahnya umat yang satu ini dengan hanya menaburkan dalam benak dan hati mereka benih perpecahan dan sparatisme.
Memang, mereka belum puas dengan semua itu. Bahkan mereka telah merekayasa problem-problem regional dan domestik di tiap-tiap negeri kaum Muslim. Mereka berupaya mengubah apa yang menjadi prioritas kita, lalu mereka mengkaburkan peristilahan kita, seperti al-wathan (tanah air) dan al-millah (agama) dari pengertian yang sebenarnya, kemudian mereka ganti dengan pengertian-pengertian lain yang mereka inginkan
Al-Wathan (tanah air), dalam pandangan Islam adalah tempat yang di dalamnya diterapkan sistem kehidupan yang diturunkan Allah, sedang al-millah (agama) dalam pandangan Islam adalah umat Muhammad. Namun, yang lebih utama adalah sebutan “umat” karena ini merupakan sebutan yang sesungguhnya.
Sungguh, mereka telah berhasil dalam semuanya itu, melalui tekanan dan intimidasi serta dukungan sistem Jahiliah, memperkuat kekufuran. Keberhasilan bisa mereka diwujudkan bukan semata-mata karena mereka memiliki kekuatan. Bahkan keberha-silan itu sebenarnya merupakan akibat dari terperosoknya Dunia Islam dalam gelapnya kelalaian dan tidak menjalankan kewajibannya, yang akhirnya mengakibatkan dirinya tidak berdaya.
Problem-problem ini memang sengaja diciptakan. Begitu juga dengan perpecahan yang ditanamkan ke dalam benak dan hati kita. Para penguasa yang diangkat untuk memimpin pun tidak sesuai dengan keinginan kita. Bahkan antara kita dan mereka terdapat jarak yang sangat jauh. Gerakan kita dilumpuhkan. Mata kita dibutakan. Telinga kita ditulikan. Bahkan kita sampai pada suatu keadaan tidak lagi melihat darah kaum Muslim yang mengalir, tidak lagi mendengar dan menjawab jeritan-jeritan dan keluh-kesah yang datang dari Palestina, Afganistan, Chechnya, Kashmir, Irak, Pakistan, Sudan, Somalia, Aljazair, dan sebaginya
Sungguh, mereka sengaja menghancurkan setiap gerakan dan setiap pergerakan yang dilakukan umat Islam dengan tangan besi. Akibatnya, tidak sedikit di antara generasi umat Islam yang istimewa ini mereka bunuh serta mereka tempatkan dalam penjara kaum kafir penjajah dan para penguasa antek yang gelap. Sekarang, berbagai problem dan kegelapan masih terus berlangsung bahkan sampai puncaknya.
Sesungguhnya berbagai pemikiran dan simbol yang beredar luas di pentas internasional, yang dipasarkan di Dunia Islam dengan nama “perubahan” dan “reformasi”, merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari serangan Amerika yang biadab serta serangan sekutunya yang keji dan kejam terhadap Islam dan kaum Muslim. Tujuannya adalah untuk memperkuat dan mengokohkan pengaruh dan dominasinya terhadap umat Islam. Sungguh, tidak diragukan lagi bahwa serangan budaya pemikiran ini sama sekali tidak berbeda dengan pendudukan, penjajahan dan tindakan pembantaian. Sebab, tujuan dari serangan budaya dan pemikiran ini adalah memalingkan kita dari jalan kita yang terang sehingga kita berpikir dan bergaya hidup seperti mereka, yakni menjadikan kita sebagai mayat, padahal kita masih hidup; menjadikan umat Islam sebagai komunitas kecil yang dapat digiring dan dikendalikan oleh siapapun. Padahal setiap Muslim wajib menerapkan Islam dan hidup sesuai dengan hukum-hukum Islam. Sebab, rendah diri dan tunduk selamanya bukanlah sifat seorang Muslim. Sesungguhnya keadaan rendah dan terhina yang menyelimuti umat Islam ini akibat dari mereka tidak menerapkan Islam dan tidak berjalan sesuai hukum-hukum Islam sebagaimana diwajibkan. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis syarif:
«لَتُنْتَقَضُنَّ عُرَى إلاسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةً تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيْهَا، وأَوَّلُهُنَّ نَقْصاً الحُكْمُ، وآخِرُهُنَّ الصَّلاةُ»
Sungguh ikatan Islam akan benar-benar lepas seikat demi seikat…Ikatan yang pertama kali lepas adalah hukum (pemerintahan), dan yang terakhir adalah shalat.
Artinya, agar Islam tidak terbagi-bagi dalam ikatan-ikatan, dan agar Islam diterapkan dengan sempurna, maka kita harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak membuat hukum.
Sebagaimana kita tahu, kaum kafir penjajah sangat pandai dalam memasarkan berbagai pemikiran batil dan sesat kepada umat Islam, dalam menutupi pengrusakan dan penghancuran, serta dalam melakukan pembantaian dan pendudukan. Mereka juga pandai untuk tetap bersembunyi di balik layar. Dalam setiap melakukan pendudukan, pembantaian, dan pengrusakan, mereka selalu memiliki alasan dalam melakukan semua itu. Alasannya adalah selalu kaum Muslim!
Sesungguhnya, bangsa Amerika penjajah berusaha menjadikan umat Islam melupakan setiap kejahatan yang dilakukannya terhadap umat Islam, dan berusaha menjauhkan catatan hitamnya dari mata umat Islam dengan mengubah warna pemimpinnya. Hanya saja, umat Islam, lazimnya tidak pernah lupa untuk tetap melakukan kebaikkan. Mereka pun selamanya tidak pernah melupakan kezaliman yang dilakukan terhadapnya. Sungguh, selamanya umat Islam tidak akan pernah melupakannya.
Seperti yang telah disebutkan di awal, sesungguhnya persatuan kita merupakan suatu kenyataan yang harus kita wujudkan, agar kita mampu berdiri tegak dan kokoh di depan kaum kafir penjajah, dan orang-orang yang membantunya, baik dengan sadar maupun tidak, agar kita benar-benar kokoh dalam menghadapi setiap serangan yang mereka lancarkan. Sungguh, setiap orang yang berakal pasti sadar, bahwa kekuatan merupakan hasil dari persatuan, dan dengan persatuan, umat pasti mampu mengalahkan setiap rintangan dan kesulitan.
Dengan alasan ini, wahai kaum Muslim, sesungguhnya setiap penderitaan yang kita rasakan, setiap air mata yang kita teteskan, setiap pemikiran rusak yang tertanam di tengah-tengah kaum Muslim harus mengingatkan kita, bahwa menegakkan Khilafah adalah persoalan utama kaum Muslim, yang mengharuskan kaum Muslim hanya hidup dengannya, atau mati dalam naungannya. Mengapa tidak? Sebab, Khilafah merupakan lambang persatuan umat Islam.
Sesungguhnya umat Islam itu tidak ubahnya satu tubuh, sedangkan Khilafah tidak ubahnya kepala bagi tubuh tersebut, sementara tubuh betapapun besarnya, ketika ia tanpa kepala, maka mustahil ia dapat bergerak. Untuk itu, kita harus mengembalikan kepala pada tubuhnya, agar umat Islam kembali meraih kemuliaan dan kedudukan yang dulu pernah diraihnya, yang dengannya umat Islam akan kembali memimpin dunia. Untuk tujuan itulah, sejumlah besar kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul. Meski untuk sampai di sini, mereka harus menyebrangi samudera nan luas.
Di manapun kita berada dan apapun sebutan yang kita gunakan, maka nama yang terbaik bagi kita, dan sebutan yang paling kita senangi adalah nama dan sebutan yang diberikan kepada kita oleh Tuhan semesta alam, yaitu nama atau sebutan “al-Muslimûn”. Agar kita bisa memenuhi hak nama itu dengan sesungguhnya, maka bagi masing-masing kita harus mengerahkan segenap kemampuan dalam berusaha dan berjuang untuk menyinari semua kegelapan Jahiliah melalui obor yang cahayanya bersumber dari al-Quran al-Karim. Sungguh, kesudahan yang baik itu hanya milik orang-orang yang bertakwa.
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa (QS Al-Hajj [22] : 40). [
Khilafah: Pemerintahan Alternatif
Khilafah: Pemerintahan Alternatif
Saat ini adalah zaman globalisasi. Dunia kini hanya seperti desa kecil yang terasa dekat dan mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia manapun. Negara berkembang (termasuk Indonesia) selalu melirik dan mencontoh kemajuan negara Barat penganut Kapitalisme dan Liberalisme dalam segala hal, sampai penyelesaian masalah pemerintahan, ekonomi dan sebagainya.
Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB) Dr. Bustami Rahman mengemukakan, kalangan elit bangsa terlalu memuja-muji sistem pemerintahan demokrasi sebagai produk peradaban Barat yang sempurna. Padahal demokrasi sebetulnya bukan segalanya yang mampu menjadi jaminan membawa bangsa menuju kemandirian ekonomi, politik sosial dan budaya (Muslimdaily.net, Agustus 2008).
Fakta lain yang menunjukkan kebobrokan dari sistem pemerintahan yang berasaskan Kapitalisme dan Liberalisme dapat dilihat dari berbagai undang-undang atau kebijakan pemerintah yang jauh dari kepentingan warga negaranya. Mereka malah mengutamakan pihak asing (sebagai tuan) ataupun pemilik modal. Kita bisa melihat UU Ketenagalistrikan (UUK) yang baru saja disahkan oleh DPR pada 8/9/2009 lalu. UUK ini sangat berpotensi merugikan masyarakat. Sekali lagi, kepentingan negara dikalahkan oleh kepentingan pemodal. Sayangnya, para pengurus negara (Pemerintah dan DPR) justru menjadi pelayan bagi berlangsungnya praktik penjajahan ekonomi di Indonesia.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Khilafah, sebuah institusi global bagi kaum Muslim yang menerapkan sistem Islam. Khilafah akan menempatkan kembali kekayaan umat untuk umat dan untuk kesejahteraan mereka, bukan untuk kepentingan pihak asing.
Sistem pemerintahan Islam ini akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang membagi kepemilikan menjadi tiga: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sebuah konsep kepemilikan yang berbeda jauh dengan sistem ekonomi kapitalis.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Amerika sebagai pengemban ideologi Kapitalisme takut terhadap geliatnya kebangkitan Islam. Walaupun di lain pihak, saat ini, ketika negara Kapitalisme dan Liberalisme tersebut mengalami keguncangan akibat ekonomi dan juga budaya yang terlalu bebas, mereka mulai melirik pada sistem alternatif yang mampu memberi harapan untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Jadi yakinlah dengan upaya kita mensosialisasikan sistem Khilafah ke seluruh masyarakat dunia dengan dakwah yang optimal, insya Allah akan memberikan opini pada dunia yang sedang kehilangan arah tentang makna kehidupan, bahwa ada sistem alternatif yang mampu menjadikan seluruh dunia menjadi sejahtera. Sistem Khilafah dengan syariah Islam sebagai solusi total permasalahan manusia akan menjadi alternatif yang makin menarik guna memberikan pemecahan praktis persoalan dunia. Sistem Khilafah yang bersifat global, tetapi memberikan ruang bagi pluralitas, akan memberikan jalan yang benar daripada perangkap-perangkap negara yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri saja. [Fatim Illaningtyas; Peneliti, tinggal di Serpong]
Saat ini adalah zaman globalisasi. Dunia kini hanya seperti desa kecil yang terasa dekat dan mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia manapun. Negara berkembang (termasuk Indonesia) selalu melirik dan mencontoh kemajuan negara Barat penganut Kapitalisme dan Liberalisme dalam segala hal, sampai penyelesaian masalah pemerintahan, ekonomi dan sebagainya.
Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB) Dr. Bustami Rahman mengemukakan, kalangan elit bangsa terlalu memuja-muji sistem pemerintahan demokrasi sebagai produk peradaban Barat yang sempurna. Padahal demokrasi sebetulnya bukan segalanya yang mampu menjadi jaminan membawa bangsa menuju kemandirian ekonomi, politik sosial dan budaya (Muslimdaily.net, Agustus 2008).
Fakta lain yang menunjukkan kebobrokan dari sistem pemerintahan yang berasaskan Kapitalisme dan Liberalisme dapat dilihat dari berbagai undang-undang atau kebijakan pemerintah yang jauh dari kepentingan warga negaranya. Mereka malah mengutamakan pihak asing (sebagai tuan) ataupun pemilik modal. Kita bisa melihat UU Ketenagalistrikan (UUK) yang baru saja disahkan oleh DPR pada 8/9/2009 lalu. UUK ini sangat berpotensi merugikan masyarakat. Sekali lagi, kepentingan negara dikalahkan oleh kepentingan pemodal. Sayangnya, para pengurus negara (Pemerintah dan DPR) justru menjadi pelayan bagi berlangsungnya praktik penjajahan ekonomi di Indonesia.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Khilafah, sebuah institusi global bagi kaum Muslim yang menerapkan sistem Islam. Khilafah akan menempatkan kembali kekayaan umat untuk umat dan untuk kesejahteraan mereka, bukan untuk kepentingan pihak asing.
Sistem pemerintahan Islam ini akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang membagi kepemilikan menjadi tiga: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sebuah konsep kepemilikan yang berbeda jauh dengan sistem ekonomi kapitalis.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Amerika sebagai pengemban ideologi Kapitalisme takut terhadap geliatnya kebangkitan Islam. Walaupun di lain pihak, saat ini, ketika negara Kapitalisme dan Liberalisme tersebut mengalami keguncangan akibat ekonomi dan juga budaya yang terlalu bebas, mereka mulai melirik pada sistem alternatif yang mampu memberi harapan untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Jadi yakinlah dengan upaya kita mensosialisasikan sistem Khilafah ke seluruh masyarakat dunia dengan dakwah yang optimal, insya Allah akan memberikan opini pada dunia yang sedang kehilangan arah tentang makna kehidupan, bahwa ada sistem alternatif yang mampu menjadikan seluruh dunia menjadi sejahtera. Sistem Khilafah dengan syariah Islam sebagai solusi total permasalahan manusia akan menjadi alternatif yang makin menarik guna memberikan pemecahan praktis persoalan dunia. Sistem Khilafah yang bersifat global, tetapi memberikan ruang bagi pluralitas, akan memberikan jalan yang benar daripada perangkap-perangkap negara yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri saja. [Fatim Illaningtyas; Peneliti, tinggal di Serpong]
apa itu HT
Apa itu Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di
bawah pimpinan pendirinya - seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim
Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir
beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim
untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.
Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas
Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan terikat
pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang kuat. Hizbut Tahrir
juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di Barat untuk mengingatkan
mereka agar menyambut seruan perjuangan mengembalikan Khilafah dan menyatukan
kembali umat Islam secara global. Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra
Islam yang positif kepada masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para
pemikir, pembuat kebijakan dan akademisi Barat.
Mengapa Hizbut Tahrir menyebut dirinya sebagai “partai politik Islam”?
Berbeda dengan tradisi sekular, dalam Islam tidak ada dikotomi antara agama dan
politik. Aktivitas yang Hizbut Tahrir lakukan adalah aktivitas politik, karena
dengan aktivitas ini Hizbut Tahrir berupaya memelihara kemaslahatan umat sesuai
dengan hukum-hukum dan solusi-solusi Islam; Islam memandang politik sebagai
aktivitas memelihara kepentingan masyarakat dengan aturan dan solusi Islam.
Apa metodologi Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir mengadopsi metodologi yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw untuk
mendirikan Negara Islam pertama di Madinah. Nabi Muhammad saw membatasi
aktivitas penegakan Negara Islam pada ranah intelektual dan politik. Beliau saw
mendirikan negara Islam tanpa menempuh jalan kekerasan. Beliau saw berjuang
memobilisasi opini publik agar mendukung Islam dan berupaya mempengaruhi
kelompok elit intelektual dan politik pada masanya. Meskipun mengalami beragam
penyiksaan dan pemboikotan, Nabi Muhammad saw dan golongan Muslim perdana tidak pernah mengambil jalan kekerasan.
Kami mengadopsi perjuangan intelektual dan politik ini karena kami yakin ini
merupakan jalan yang benar dan efektif untuk menegakkan kembali Khilafah Islam.
Karena itu, Hizbut Tahrir secara proaktif menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam,
baik yang bersifat intelektual maupun politik, secara luas di
masyarakat-masyarakat Muslim sembari menantang status quo yang ada.
Hizbut Tahrir menyuarakan Islam sebagai jalan hidup yang komprehensif yang mampu
menangani seluruh urusan bermasyarakat dan bernegara. Hizbut Tahrir juga
mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap peristiwa-peristiwa politik dan
menganalisisnya dari perspektif Islam.
Hizbut Tahrir menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui diskusi dengan
masyarakat, lingkar studi, ceramah, seminar, pendistribusian leaflet, penerbitan
buku dan majalah dan via Internet.
Metodologi Hizbut Tahrir dijelaskan secara rinci dalam buku The Methodology of
Hizb ut-Tahrir for Change.
Di mana Hizbut Tahrir beraktivitas?
Hizbut Tahrir beraktivitas di Eropa, Asia Tengah, Timur Tengah, anak benua
India, Australasia dan Amerika.
Apakah Hizbut Tahrir menganjurkan kekerasan dan apakah Hizbut Tahrir menjadi
kepanjangan tangan para teroris?
Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa perubahan yang dicita-citakan harus dimulai
dari pemikiran orang-orang dan kami yakin orang-orang atau masyarakat tidak
dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror. Konsekuensinya, Hizbut
Tahrir tidak menganjurkan atau terlibat dalam kekerasan. Hizbut Tahrir sangat
terikat terhadap hukum Islam dalam seluruh aspek perjuangannya. Hizbut Tahrir
adalah entitas intelektual dan politik Islam yang berupaya mengubah pemikiran
umat melalui diskusi dan debat intelek. Kami memandang bahwa hukum Islam
melarang penggunaan kekerasan atau perjuangan bersenjata melawan rezim penguasa
sebagai metoda untuk menegakkan kembali Negara Islam.
Banyak sekali artikel yang dipublikasi di beragam saluran media, termasuk di
antaranya Reuters, Itar-Tass, Pravda, AFP, Al-Hayat, AP dan RFERL, yang dengan
jelas menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi nonkekerasan yang menolak
perjuangan bersenjata atau kekerasan sebagai bagian dari metodologi partai.
Apakah Hizbut Tahrir kelompok ekstrimis?
Kelompok-kelompok ekstrimis mengeksploitasi rasa takut umat dan memberikan
argumen-argumen mentah berdasarkan pemikiran yang lemah dan salah. Kami tidak
bersembunyi di balik polemik dan slogan - kami yakin kekuatan
pemikiran-pemikiran kami terlihat jelas dalam literatur kami. Para anggota kami
telah berdiskusi dan berdebat dengan beberapa pemikir terbaik di dunia seperti
Noam Chomsky, Daniel Bennett dan Flemming Larsen dari IMF, karena kami yakin
satu-satunya cara untuk memajukan manusia ialah dengan terlibat dalam diskusi
dan debat global. Kami yakin sekarang ini sudah saatnya menghapuskan label kuno
‘ekstrimis’ dan ‘moderat’ dan kami pun yakin bahwa setiap orang yang memiliki
pandangan yang berbeda bisa terlibat dalam dialog yang rasional. Jika Anda ingin
salah seorang anggota kami berpartisipasi dalam debat atau diskusi panel yang
Anda selenggarakan, silahkan kontak kami.
Apakah Hizbut Tahrir memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok lain?
Hizbut Tahrir tidak ada hubungan dengan gerakan, partai atau organisasi Islam
atau non-islam, baik dari segi nama maupun aktivitasnya.
Mengapa Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara?
Hizbut Tahrir berada pada garis terdepan dalam aktivitas politik di Dunia Islam.
Hizbut Tahrir telah menantang dan menjadi perhatian para penguasa tiran di Dunia
Islam. Rezim-rezim tiran itu merespon aktivitas Hizbut Tahrir dengan cara
memenjarakan, menyiksa dan membunuhi para anggota kami. Meskipun tantangan kami
terhadap rezim-rezim ini berada pada tataran intelektual dan politik, yakni
dengan melakukan debat dan diskusi, rezim-rezim ini mengambil langkah melarang
dan membungkam partai, karena mereka tidak punya pemikiran intelektualnya
sendiri. Karena rezim-rezim ini tidak menoleransi setiap oposisi, maka
partai-partai yang beroposisi lainnya juga dilarang. Meskipun ada pelarangan dan
intimidasi terhadap anggota-anggotanya, pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir terus
menyebar di masyarakat.
Siapa yang mendanai Hizbut Tahrir?
Organisasi ini didanai sepenuhnya oleh anggota-anggotanya dan kami tidak
menerima segala bentuk bantuan dana dari pemerintahan manapun. Karena perjuangan
Hizbut Tahrir terfokus pada penyebaran pemikiran, maka biaya operasinya sangat
minim, karena pemikiran tidak perlu biaya.
Siapa dan di mana pemimpin Hizbut Tahrir?
Pemimpin global Hizbut Tahrir, Ata Abu Rushta, berada di dunia Islam. Beliau
menulis sejumlah buku politik dan hukum Islam dan sebelumnya pernah menjadi juru
bicara resmi partai. Selama menjadi juru bicara partai di Yordania beliau pernah
ditahan selama beberapa tahun sebagai tahanan politik. Sejak memangku amanah
sebagai pemimpin partai beliau pernah berbicara dalam konferensi di Yaman dan
Pakistan. Beliau juga rutin berbicara di website resmi Kantor Media Hizbut
Tahrir, www.hizb-ut-tahrir.info. Dengan adanya penganiayaan terhadap para
anggota kami di Dunia Islam, kami tidak ingin membantu para penguasa tiran
dengan menunjukkan keberadaan pemimpin partai.
Dapatkah saya mengikuti pertemuan Hizbut Tahrir?
Semua pertemuan kami dilakukan secara terbuka dan siapapun yang tertarik, tanpa
melihat pandangan politik dan intelektual mereka, berhak untuk berperan serta.
Setiap peserta kami berikan hak untuk berpartisipasi dalam mendiskusikan isi
pertemuan, apapun sikap dan pandangan mereka terhadap Islam atau apapun materi
pertemuan tersebut. Untuk mengetahui rincian pertemuan yang terdekat dengan
Anda, silahkan hubungi kami.
Bagaimana caranya bergabung dengan Hizbut Tahrir?
Keanggotaan Hizbut Tahrir bersifat terbuka bagi seluruh Muslim, pria maupun
wanita, tanpa memandang suku bangsa, ras dan aliran pemikiran, karena partai
melihat mereka semua dari sudut pandang Islam. Seseorang dapat menjadi anggota
partai setelah melakukan kajian dan perenungan mendalam tentang
pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai. Keanggotaan seseorang
didasarkan pada kematangan individu dalam menguasai tsaqofah partai dan
mengadopsi pemikiran dan pendapat partai.
Apakah wanita terlibat dalam Hizbut Tahrir?
Di Hizbut Tahrir wanita memainkan peran aktif dalam rangka mencapai tujuan
partai. Mereka melakukan perjuangan intelektual dan politik termasuk menyeru
para penguasa di Dunia Islam untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan dan
ketidakadilan. Banyak anggota wanita di Hizbut Tahrir yang dipenjara sebagai
tahanan politik oleh sejumlah rezim di Dunia Islam. Sesuai dengan hukum Islam,
aktivitas wanita terpisah dari aktivitas pria.
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di
bawah pimpinan pendirinya - seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim
Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir
beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim
untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.
Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas
Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan terikat
pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang kuat. Hizbut Tahrir
juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di Barat untuk mengingatkan
mereka agar menyambut seruan perjuangan mengembalikan Khilafah dan menyatukan
kembali umat Islam secara global. Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra
Islam yang positif kepada masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para
pemikir, pembuat kebijakan dan akademisi Barat.
Mengapa Hizbut Tahrir menyebut dirinya sebagai “partai politik Islam”?
Berbeda dengan tradisi sekular, dalam Islam tidak ada dikotomi antara agama dan
politik. Aktivitas yang Hizbut Tahrir lakukan adalah aktivitas politik, karena
dengan aktivitas ini Hizbut Tahrir berupaya memelihara kemaslahatan umat sesuai
dengan hukum-hukum dan solusi-solusi Islam; Islam memandang politik sebagai
aktivitas memelihara kepentingan masyarakat dengan aturan dan solusi Islam.
Apa metodologi Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir mengadopsi metodologi yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw untuk
mendirikan Negara Islam pertama di Madinah. Nabi Muhammad saw membatasi
aktivitas penegakan Negara Islam pada ranah intelektual dan politik. Beliau saw
mendirikan negara Islam tanpa menempuh jalan kekerasan. Beliau saw berjuang
memobilisasi opini publik agar mendukung Islam dan berupaya mempengaruhi
kelompok elit intelektual dan politik pada masanya. Meskipun mengalami beragam
penyiksaan dan pemboikotan, Nabi Muhammad saw dan golongan Muslim perdana tidak pernah mengambil jalan kekerasan.
Kami mengadopsi perjuangan intelektual dan politik ini karena kami yakin ini
merupakan jalan yang benar dan efektif untuk menegakkan kembali Khilafah Islam.
Karena itu, Hizbut Tahrir secara proaktif menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam,
baik yang bersifat intelektual maupun politik, secara luas di
masyarakat-masyarakat Muslim sembari menantang status quo yang ada.
Hizbut Tahrir menyuarakan Islam sebagai jalan hidup yang komprehensif yang mampu
menangani seluruh urusan bermasyarakat dan bernegara. Hizbut Tahrir juga
mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap peristiwa-peristiwa politik dan
menganalisisnya dari perspektif Islam.
Hizbut Tahrir menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui diskusi dengan
masyarakat, lingkar studi, ceramah, seminar, pendistribusian leaflet, penerbitan
buku dan majalah dan via Internet.
Metodologi Hizbut Tahrir dijelaskan secara rinci dalam buku The Methodology of
Hizb ut-Tahrir for Change.
Di mana Hizbut Tahrir beraktivitas?
Hizbut Tahrir beraktivitas di Eropa, Asia Tengah, Timur Tengah, anak benua
India, Australasia dan Amerika.
Apakah Hizbut Tahrir menganjurkan kekerasan dan apakah Hizbut Tahrir menjadi
kepanjangan tangan para teroris?
Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa perubahan yang dicita-citakan harus dimulai
dari pemikiran orang-orang dan kami yakin orang-orang atau masyarakat tidak
dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror. Konsekuensinya, Hizbut
Tahrir tidak menganjurkan atau terlibat dalam kekerasan. Hizbut Tahrir sangat
terikat terhadap hukum Islam dalam seluruh aspek perjuangannya. Hizbut Tahrir
adalah entitas intelektual dan politik Islam yang berupaya mengubah pemikiran
umat melalui diskusi dan debat intelek. Kami memandang bahwa hukum Islam
melarang penggunaan kekerasan atau perjuangan bersenjata melawan rezim penguasa
sebagai metoda untuk menegakkan kembali Negara Islam.
Banyak sekali artikel yang dipublikasi di beragam saluran media, termasuk di
antaranya Reuters, Itar-Tass, Pravda, AFP, Al-Hayat, AP dan RFERL, yang dengan
jelas menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi nonkekerasan yang menolak
perjuangan bersenjata atau kekerasan sebagai bagian dari metodologi partai.
Apakah Hizbut Tahrir kelompok ekstrimis?
Kelompok-kelompok ekstrimis mengeksploitasi rasa takut umat dan memberikan
argumen-argumen mentah berdasarkan pemikiran yang lemah dan salah. Kami tidak
bersembunyi di balik polemik dan slogan - kami yakin kekuatan
pemikiran-pemikiran kami terlihat jelas dalam literatur kami. Para anggota kami
telah berdiskusi dan berdebat dengan beberapa pemikir terbaik di dunia seperti
Noam Chomsky, Daniel Bennett dan Flemming Larsen dari IMF, karena kami yakin
satu-satunya cara untuk memajukan manusia ialah dengan terlibat dalam diskusi
dan debat global. Kami yakin sekarang ini sudah saatnya menghapuskan label kuno
‘ekstrimis’ dan ‘moderat’ dan kami pun yakin bahwa setiap orang yang memiliki
pandangan yang berbeda bisa terlibat dalam dialog yang rasional. Jika Anda ingin
salah seorang anggota kami berpartisipasi dalam debat atau diskusi panel yang
Anda selenggarakan, silahkan kontak kami.
Apakah Hizbut Tahrir memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok lain?
Hizbut Tahrir tidak ada hubungan dengan gerakan, partai atau organisasi Islam
atau non-islam, baik dari segi nama maupun aktivitasnya.
Mengapa Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara?
Hizbut Tahrir berada pada garis terdepan dalam aktivitas politik di Dunia Islam.
Hizbut Tahrir telah menantang dan menjadi perhatian para penguasa tiran di Dunia
Islam. Rezim-rezim tiran itu merespon aktivitas Hizbut Tahrir dengan cara
memenjarakan, menyiksa dan membunuhi para anggota kami. Meskipun tantangan kami
terhadap rezim-rezim ini berada pada tataran intelektual dan politik, yakni
dengan melakukan debat dan diskusi, rezim-rezim ini mengambil langkah melarang
dan membungkam partai, karena mereka tidak punya pemikiran intelektualnya
sendiri. Karena rezim-rezim ini tidak menoleransi setiap oposisi, maka
partai-partai yang beroposisi lainnya juga dilarang. Meskipun ada pelarangan dan
intimidasi terhadap anggota-anggotanya, pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir terus
menyebar di masyarakat.
Siapa yang mendanai Hizbut Tahrir?
Organisasi ini didanai sepenuhnya oleh anggota-anggotanya dan kami tidak
menerima segala bentuk bantuan dana dari pemerintahan manapun. Karena perjuangan
Hizbut Tahrir terfokus pada penyebaran pemikiran, maka biaya operasinya sangat
minim, karena pemikiran tidak perlu biaya.
Siapa dan di mana pemimpin Hizbut Tahrir?
Pemimpin global Hizbut Tahrir, Ata Abu Rushta, berada di dunia Islam. Beliau
menulis sejumlah buku politik dan hukum Islam dan sebelumnya pernah menjadi juru
bicara resmi partai. Selama menjadi juru bicara partai di Yordania beliau pernah
ditahan selama beberapa tahun sebagai tahanan politik. Sejak memangku amanah
sebagai pemimpin partai beliau pernah berbicara dalam konferensi di Yaman dan
Pakistan. Beliau juga rutin berbicara di website resmi Kantor Media Hizbut
Tahrir, www.hizb-ut-tahrir.info. Dengan adanya penganiayaan terhadap para
anggota kami di Dunia Islam, kami tidak ingin membantu para penguasa tiran
dengan menunjukkan keberadaan pemimpin partai.
Dapatkah saya mengikuti pertemuan Hizbut Tahrir?
Semua pertemuan kami dilakukan secara terbuka dan siapapun yang tertarik, tanpa
melihat pandangan politik dan intelektual mereka, berhak untuk berperan serta.
Setiap peserta kami berikan hak untuk berpartisipasi dalam mendiskusikan isi
pertemuan, apapun sikap dan pandangan mereka terhadap Islam atau apapun materi
pertemuan tersebut. Untuk mengetahui rincian pertemuan yang terdekat dengan
Anda, silahkan hubungi kami.
Bagaimana caranya bergabung dengan Hizbut Tahrir?
Keanggotaan Hizbut Tahrir bersifat terbuka bagi seluruh Muslim, pria maupun
wanita, tanpa memandang suku bangsa, ras dan aliran pemikiran, karena partai
melihat mereka semua dari sudut pandang Islam. Seseorang dapat menjadi anggota
partai setelah melakukan kajian dan perenungan mendalam tentang
pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai. Keanggotaan seseorang
didasarkan pada kematangan individu dalam menguasai tsaqofah partai dan
mengadopsi pemikiran dan pendapat partai.
Apakah wanita terlibat dalam Hizbut Tahrir?
Di Hizbut Tahrir wanita memainkan peran aktif dalam rangka mencapai tujuan
partai. Mereka melakukan perjuangan intelektual dan politik termasuk menyeru
para penguasa di Dunia Islam untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan dan
ketidakadilan. Banyak anggota wanita di Hizbut Tahrir yang dipenjara sebagai
tahanan politik oleh sejumlah rezim di Dunia Islam. Sesuai dengan hukum Islam,
aktivitas wanita terpisah dari aktivitas pria.
Negara Pajak’: Menindas Rakyat
Gemah ripah loh jenawi toto tentrem kertoraharjo. Kalimat ini selalu mengiang di telinga rakyat Indonesia. Jika melihat sumberdaya alam Indonesia yang melimpah maka tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut. Bahkan merupakan fakta yang harus disyukuri sebagai rahmat dan karunia sang Khalik.
Dengan sumberdaya alam yang besar, negara-negara kapitalis berupaya memperebutkan pengaruhnya di Indonesia. Bahkan untuk komoditi minyak sawit (crude palm oil/CPO), Indonesia kini menduduki peringkat wahid, menyalip Malaysia dengan produksi hampir 18 juta ton. CPO menjadi salah satu pendulang devisa negara non-migas terbesar bagi Indonesia. Sebab, volume dan nilai ekspornya tiap tahun terus meningkat.
Kekayaan alam lainnya yang terpendam di bumi Indonesia juga sangat besar. Sebut saja minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Indonesia termasuk pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia. Indonesia memiliki 60 ladang minyak, 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya baru sekitar 0,48 miliar barel minyak dan 2,26 triliun TCF.
Salah satu ladang minyak Indonesia yang sangat potensial adalah Blok Cepu. Secara bisnis potensi minyak Blok Cepu sangat menggiurkan. Setiap harinya, ladang minyak Blok Cepu ini bisa menghasilkan sekitar 200.000 barel perhari. Jika diasumsikan harga minyak 60 dolar AS/barel maka dalam sebulan mampu menghasilkan dana Rp 3,6 triliun atau Rp 43, 2 triliun setahun.
Indonesia juga memiliki wilayah alam yang mendukung dengan tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia mempunyai keberagaman, berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda hidup dalam satu negara. Karena itu, kemudian muncul semboyan nasional Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Kaya Tapi Miskin
Dengan seluruh potensi yang ada itu, Indonesia adalah negara yang kaya. Sayang, meski kaya akan sumberdaya alam, ternyata bangsa Indonesia menghadapi masalah besar, yakni kemiskinan. Data Badan Pusat Statistika (BPS) jumlahnya mencapai 18,5 juta rumah tangga miskin (RTM). Kalkulasinya, jika setiap RTM ada empat orang jiwa (bapak, ibu dan dua orang anak) maka total penduduk miskin Indonesia mencapai 74 juta jiwa. Artinya, hampir 30% penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan. Padahal perhitungan angka garis kemiskinan itu berdasarkan pendapatan sekitar Rp 160 ribu/bulan. Bagaimana jika angka garis kemiskinan itu dinaikkan menjadi Rp 300 ribu/bulan? Sudah pasti jumlah RTM bakal makin melonjak.
Untuk mengelola sumberdaya alam, Pemerintah membuka begitu lebar pintu masuk investor asing. Ambil contoh di sektor pertambangan. Perusahaan pertambangan terkaya versi Forbes 500, sebagian besar beroperasi di Indonesia. Perusahaan itu yakni Exxon Mobil, pendapatan 390.3 billion dolar AS/tahun; Shell (355.8 billion dolar AS/tahun); British Petroleum (292 billion dolar AS/tahun); Total S.A. (217.6 billion dolar AS/tahun); Chevron Corp. (214.1 billion dolar AS/tahun); Saudi Aramco/BUMN Saudi (197.9 billion dolar AS/ tahun) dan ConocoPhillips (187.4 billion dolar AS/tahun).
Perusahaan pertambangan itu diperkirakan mengelola kekayaan alam Indonesia dengan nilai 1.655 miliar dolar AS atau sekitar Rp 17.000 triliun/tahun. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2009 yang hanya mencapai Rp 1.037 triliun.
Dari data tersebut sangat aneh. Pemerintah kerap mengatakan, dari migas Indonesia akan mendapat bagian 85% dan asing 15%. Padahal ternyata pendapatan negara dari migas tidak lebih dari Rp 350 triliun/tahun, sedangkan perusahaan migas asing yang “cuma” dapat 15% bisa mendapat Rp 17.000 triliun!
Itu belum termasuk perusahaan pertambangan lainnya. Misalnya Freeport, Newmont dan BHP yang menguasai emas, perak, tembaga, nikel dan bahan tambang lainnya. Artinya, yang diuntungkan dalam pengelolaan sumberdaya alam Indonesia adalah para perusahaan asing tersebut.
Lebih mirisnya lagi, masyarakat yang tinggal di wilayah pertambangan justru tetap miskin. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), lembaga swadaya masyarakat yang berkonsentrasi pada isu-isu pertambangan, mencatat masyarakat yang tinggal di sekitar penambangan terutama di wilayah ring satu, yakni wilayah yang paling berdekatan dengan lokasi penambangan, kehidupannya mengenaskan.
Tak hanya tersisih dari hak untuk turut mengelola. Apalagi menikmati kekayaan alam, masyarakat di sekitar lokasi tambang juga menjadi korban yang paling merasakan dampak buruk praktik penambangan. Kerusakan lingkungan selalu menyertai kegiatan penambangan. Jatam mencatat tak ada satu pun perusahaan tambang yang telah hengkang dari Indonesia yang tidak menyisakan dampak buruk berupa kehancuran lingkungan.
Sebagai ilustrasi, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur naik 2,8% pada tahun 2001 dibandingkan tahun 1999 (data BKKBN). Dari total 2,7 juta populasi Kalimantan Timur 12% adalah penduduk miskin dan merata di 13 kota dan kabupaten. Juara miskinnya adalah Kutai Kertanegara, yakni 17% dari total populasinya. Padahal kabupaten tersebut merupakan daerah pertambangan terbesar.
Masyarakat di sekitar tambang akhirnya hanya menjadi penonton, seperti tamu di rumah sendiri. Mereka tidak bisa menikmati kekayaan alam yang diwariskan leluhur. Sebaliknya, pemodal asing justru yang menjadi tuan. Berbekal perjanjian kontrak karya dengan Pemerintah, mereka leluasa mengeruk sumberdaya mineral dan gas sampai tak tersisa. Yang tersisa adalah kemiskinan.
Data Departemen Energi dan Sumberdaya Energi (ESDM), perusahaan asing yang mendominasi sumur minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat izin total 105 perusahaan. Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terdapat 9 perusahaan, Riau ada 21 perusahaan, Sumatera Selatan sebanyak 22 perusahaan, Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 13 perusahaan, Kalimantan Timur 19 perusahan migas.
Inilah sebuah ironi. Negeri yang katanya ‘Subur Makmur’ justru ‘Miskin’. Semua terjadi karena bangsa ini ternyata telah salah urus. Sistem kapitalis yang diterapkan Pemerintah Indonesia telah membawa negeri ini luluh-lantak ketika diterpa gelombang tsunami krisis ekonomi pada 1997/1998.
Utang dan Pajak: ‘Pendapatan’ Utama
Hingga kini kebijakan Pemerintah tidak berubah. Semua kebijakan tetap kental dengan liberalisme. Satu contoh adalah Peraturan Presiden No.111/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77/2007 tentang Daftar bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Permodalan.
Dalam Perpres tersebut, beberapa bidang usaha yang terkait dengan hajat hidup orang banyak seperti pertambangan, kesehatan dan tanaman pangan, sahamnya boleh dimiliki asing hingga di atas 65%. Artinya, investor asing bisa mengelola sumberdaya alam yang harusnya diusahakan Pemerintah.
Selain mengundang investor asing, untuk ‘mengurusi rakyat’ Pemerintah terpaksa harus berutang. Parahnya lagi, penganut paham Ekonomi Neoliberalisme terus mendorong kebijakan tersebut. Mereka terus mendengung-kan bahwa tanpa utang tidak mungkin ada pembangunan.
Data Departemen Keuangan, utang Pemerintah Indonesia kini mencapai Rp 972,253 triliun untuk obligasi dan 65,73 miliar dolar AS utang luar negeri. Jika menggunakan kurs Rp 11.000/dolar AS maka utang luar negeri Pemerintah mencapai Rp 772,920 triliun.
Sementara itu, nilai pembayaran utang yang dianggarkan dalam APBN Perubahan 2009 mencapai Rp 172,2 triliun. Pembayaran ini mencakup Rp 61,6 triliun untuk cicilan pokok dan Rp 110,6 triliun untuk cicilan bunga. Dengan target penerimaan negara Rp 847,7 triliun, pembayaran utang negara pada tahun ini memakan 20,31% pendapatan APBN, sedangkan cicilan bunga saja mencapai 12%.
Diprediksi dalam enam tahun ke depan (2009-20014), nilai utang luar negeri Pemerintah yang jatuh tempo diperkirakan mencapai 31,545 miliar dolar AS. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, utang luar negeri Pemerintah cenderung mengalami peningkatan.
Pada 2006, utang luar negeri mencapai Rp 562 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp 586 triliun pada 2007. Tahun 2008 menjadi Rp 717 triliun dan tahun 2009 membengkak menjadi Rp 746 triliun. Sementara itu, utang obligasi angkanya terus menanjak. Pada tahun 2001 nilainya sudah mencapai Rp 661 triliun, tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp 920 triliun.
Sebagai negara yang mempunyai sumberdaya alam sangat besar, ternyata bangsa ini kini hidup dari utang. Bahkan Panitia Anggaran DPR bersama Pemerintah telah menyepakati pembayaran bunga utang Indonesia senilai Rp 109,59 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2009. Keberadaan utang yang sangat tinggi membuat bangsa Indonesia kini didikte oleh pemberi pinjaman; di antaranya harus menyerahkan kekayaan alam dan menjual BUMN.
Selain dari utang, bangsa Indonesia kini juga hidup dengan mengandalkan pasokan dari pajak. Dalam APBN 2010, Pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 949,7 triliun, naik sebanyak Rp 38,2 triliun dari yang diusulkan dalam RAPBN 2010 sebesar Rp 911,5 triliun. Perubahan tersebut lantaran berubahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dari 5% dalam RAPBN 2010 menjadi 5,5%.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebanyak Rp 742,7 triliun, naik Rp 13,6 triliun dari RAPBN 2010 sebesar Rp 729,2 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 triliun. Penerimaan dari hibah sebanyak Rp 1.506,8 miliar. Artinya, hampir 70% sumber APBN berasal dari pajak.
Pajak-pajak tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh Non Migas dan PPh Migas), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), BPHTB, pajak lainnya dan cukai. Selain itu juga pajak yang berasal dari perdagangan internasional, yaitu bea masuk dan bea keluar (Tabel 1).
Menindas Rakyat
Konsekuensi dari target APBN yang mengandalkan pajak membuat segala aktivitas akan terkena pajak. Dampaknya adalah ekonomi biaya tinggi. Kalangan pengusaha yang produknya terkena pajak, pasti akan membebankan tambahan biaya tersebut ke dalam harga produk yang dijualnya. Pada akhirnya, pajak kini menjadi komponen harga dalam sebuah produk dan jasa. Akibatnya, semua beban pajak akan ditanggung rakyat.
Sayangnya, penerimaan pajak yang sangat besar itu tidak jelas arahnya. Padahal Pemerintah harusnya bisa memanfaatkan penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk menggerakkan perekonomian rakyat. Yang terjadi justru penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk memberikan stimulus bagi pengusaha besar. Kasus yang paling hangat adalah bagaimana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan bantuan likuiditas sebesar Rp 6,7 triliun untuk Bank Century. Pengucuran dana itu setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah dan Bank Indonesia.
Kasus-kasus seperti ini kerap terulang. Bahkan Pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman. Masih ingat ketika era pemerintahan Soeharto yang juga mengucurkan dana triliunan rupiah melalui BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Ketika bantuan itu cair, ternyata banyak pengusaha yang akhirnya mengemplang dana tersebut.
Rasa ketidakadilan makin nyata. Di satu sisi Pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak, tetapi penggunaan penerimaan negara itu justru untuk menstimulus pengusaha besar. Di sisi lain Pemerintah justru memangkas anggaran subsidi untuk rakyat. Dalam RAPBN 2010, Pemerintah hanya mengalokasi anggaran subsidi pada 2010 sebesar Rp 144,4 triliun. Jumlah itu lebih rendah dari subsidi APBN-P 2009 sebanyak Rp 157,727 triliun. Penurunan subsidi itu untuk pangan dari Rp 12,987 triliun pada APBNP 2009 menjadi Rp 11,84 triliun, dan subsidi pupuk turun dari Rp 18,43 triliun (APBNP 2009) menjadi Rp11,29 triliun.
Beban hidup rakyat bakal makin bertambah. Sebab, dalam APBN 2010 Pemerintah juga memotong subsidi untuk listrik. Dalam usulan RAPBN 2010, subsidi listrik sebesar Rp 40,4 triliun, tetapi Pemerintah hanya menetapkan sebanyak Rp 37,8 triliun atau turun Rp 2,6 triliun.
Kompensasi dari turunnya subsidi listrik, Pemerintah berancang-ancang menaikkan tarif dasar listrik (TDL). PLN beralasan, kenaikkan terjadi karena tarif yang berlaku sekarang ini merupakan TDL 2003 yang besarnya Rp 630 per kWh. Sementara itu, biaya pokok produksi (BPP) listrik selama ini Rp 1.317 per kWh.
Selain TDL yang juga sudah bersiap-siap naik, Pemerintah melalui BUMN Pertamina justru sudah mengatrol harga gas LPG (elpiji) 12 kg. Lagi-lagi alasan Pemerintah, karena sepanjang 2008 lalu Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 5,3 triliun dari penjualan, LPG baik LPG PSO maupun non-PSO.
Dengan hanya mengandalkan penerimaan negara dari pajak sudah pasti semua beban akan ditimpakan kepada rakyat. Pada akhirnya, rakyat makin tertindas. Belum lagi beban utang yang sangat besar justru makin menyeret bangsa Indonesia dalam jurang kemiskinan. [Julianto]
Dengan sumberdaya alam yang besar, negara-negara kapitalis berupaya memperebutkan pengaruhnya di Indonesia. Bahkan untuk komoditi minyak sawit (crude palm oil/CPO), Indonesia kini menduduki peringkat wahid, menyalip Malaysia dengan produksi hampir 18 juta ton. CPO menjadi salah satu pendulang devisa negara non-migas terbesar bagi Indonesia. Sebab, volume dan nilai ekspornya tiap tahun terus meningkat.
Kekayaan alam lainnya yang terpendam di bumi Indonesia juga sangat besar. Sebut saja minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Indonesia termasuk pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia. Indonesia memiliki 60 ladang minyak, 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya baru sekitar 0,48 miliar barel minyak dan 2,26 triliun TCF.
Salah satu ladang minyak Indonesia yang sangat potensial adalah Blok Cepu. Secara bisnis potensi minyak Blok Cepu sangat menggiurkan. Setiap harinya, ladang minyak Blok Cepu ini bisa menghasilkan sekitar 200.000 barel perhari. Jika diasumsikan harga minyak 60 dolar AS/barel maka dalam sebulan mampu menghasilkan dana Rp 3,6 triliun atau Rp 43, 2 triliun setahun.
Indonesia juga memiliki wilayah alam yang mendukung dengan tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia mempunyai keberagaman, berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda hidup dalam satu negara. Karena itu, kemudian muncul semboyan nasional Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Kaya Tapi Miskin
Dengan seluruh potensi yang ada itu, Indonesia adalah negara yang kaya. Sayang, meski kaya akan sumberdaya alam, ternyata bangsa Indonesia menghadapi masalah besar, yakni kemiskinan. Data Badan Pusat Statistika (BPS) jumlahnya mencapai 18,5 juta rumah tangga miskin (RTM). Kalkulasinya, jika setiap RTM ada empat orang jiwa (bapak, ibu dan dua orang anak) maka total penduduk miskin Indonesia mencapai 74 juta jiwa. Artinya, hampir 30% penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan. Padahal perhitungan angka garis kemiskinan itu berdasarkan pendapatan sekitar Rp 160 ribu/bulan. Bagaimana jika angka garis kemiskinan itu dinaikkan menjadi Rp 300 ribu/bulan? Sudah pasti jumlah RTM bakal makin melonjak.
Untuk mengelola sumberdaya alam, Pemerintah membuka begitu lebar pintu masuk investor asing. Ambil contoh di sektor pertambangan. Perusahaan pertambangan terkaya versi Forbes 500, sebagian besar beroperasi di Indonesia. Perusahaan itu yakni Exxon Mobil, pendapatan 390.3 billion dolar AS/tahun; Shell (355.8 billion dolar AS/tahun); British Petroleum (292 billion dolar AS/tahun); Total S.A. (217.6 billion dolar AS/tahun); Chevron Corp. (214.1 billion dolar AS/tahun); Saudi Aramco/BUMN Saudi (197.9 billion dolar AS/ tahun) dan ConocoPhillips (187.4 billion dolar AS/tahun).
Perusahaan pertambangan itu diperkirakan mengelola kekayaan alam Indonesia dengan nilai 1.655 miliar dolar AS atau sekitar Rp 17.000 triliun/tahun. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2009 yang hanya mencapai Rp 1.037 triliun.
Dari data tersebut sangat aneh. Pemerintah kerap mengatakan, dari migas Indonesia akan mendapat bagian 85% dan asing 15%. Padahal ternyata pendapatan negara dari migas tidak lebih dari Rp 350 triliun/tahun, sedangkan perusahaan migas asing yang “cuma” dapat 15% bisa mendapat Rp 17.000 triliun!
Itu belum termasuk perusahaan pertambangan lainnya. Misalnya Freeport, Newmont dan BHP yang menguasai emas, perak, tembaga, nikel dan bahan tambang lainnya. Artinya, yang diuntungkan dalam pengelolaan sumberdaya alam Indonesia adalah para perusahaan asing tersebut.
Lebih mirisnya lagi, masyarakat yang tinggal di wilayah pertambangan justru tetap miskin. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), lembaga swadaya masyarakat yang berkonsentrasi pada isu-isu pertambangan, mencatat masyarakat yang tinggal di sekitar penambangan terutama di wilayah ring satu, yakni wilayah yang paling berdekatan dengan lokasi penambangan, kehidupannya mengenaskan.
Tak hanya tersisih dari hak untuk turut mengelola. Apalagi menikmati kekayaan alam, masyarakat di sekitar lokasi tambang juga menjadi korban yang paling merasakan dampak buruk praktik penambangan. Kerusakan lingkungan selalu menyertai kegiatan penambangan. Jatam mencatat tak ada satu pun perusahaan tambang yang telah hengkang dari Indonesia yang tidak menyisakan dampak buruk berupa kehancuran lingkungan.
Sebagai ilustrasi, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur naik 2,8% pada tahun 2001 dibandingkan tahun 1999 (data BKKBN). Dari total 2,7 juta populasi Kalimantan Timur 12% adalah penduduk miskin dan merata di 13 kota dan kabupaten. Juara miskinnya adalah Kutai Kertanegara, yakni 17% dari total populasinya. Padahal kabupaten tersebut merupakan daerah pertambangan terbesar.
Masyarakat di sekitar tambang akhirnya hanya menjadi penonton, seperti tamu di rumah sendiri. Mereka tidak bisa menikmati kekayaan alam yang diwariskan leluhur. Sebaliknya, pemodal asing justru yang menjadi tuan. Berbekal perjanjian kontrak karya dengan Pemerintah, mereka leluasa mengeruk sumberdaya mineral dan gas sampai tak tersisa. Yang tersisa adalah kemiskinan.
Data Departemen Energi dan Sumberdaya Energi (ESDM), perusahaan asing yang mendominasi sumur minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat izin total 105 perusahaan. Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terdapat 9 perusahaan, Riau ada 21 perusahaan, Sumatera Selatan sebanyak 22 perusahaan, Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 13 perusahaan, Kalimantan Timur 19 perusahan migas.
Inilah sebuah ironi. Negeri yang katanya ‘Subur Makmur’ justru ‘Miskin’. Semua terjadi karena bangsa ini ternyata telah salah urus. Sistem kapitalis yang diterapkan Pemerintah Indonesia telah membawa negeri ini luluh-lantak ketika diterpa gelombang tsunami krisis ekonomi pada 1997/1998.
Utang dan Pajak: ‘Pendapatan’ Utama
Hingga kini kebijakan Pemerintah tidak berubah. Semua kebijakan tetap kental dengan liberalisme. Satu contoh adalah Peraturan Presiden No.111/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77/2007 tentang Daftar bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Permodalan.
Dalam Perpres tersebut, beberapa bidang usaha yang terkait dengan hajat hidup orang banyak seperti pertambangan, kesehatan dan tanaman pangan, sahamnya boleh dimiliki asing hingga di atas 65%. Artinya, investor asing bisa mengelola sumberdaya alam yang harusnya diusahakan Pemerintah.
Selain mengundang investor asing, untuk ‘mengurusi rakyat’ Pemerintah terpaksa harus berutang. Parahnya lagi, penganut paham Ekonomi Neoliberalisme terus mendorong kebijakan tersebut. Mereka terus mendengung-kan bahwa tanpa utang tidak mungkin ada pembangunan.
Data Departemen Keuangan, utang Pemerintah Indonesia kini mencapai Rp 972,253 triliun untuk obligasi dan 65,73 miliar dolar AS utang luar negeri. Jika menggunakan kurs Rp 11.000/dolar AS maka utang luar negeri Pemerintah mencapai Rp 772,920 triliun.
Sementara itu, nilai pembayaran utang yang dianggarkan dalam APBN Perubahan 2009 mencapai Rp 172,2 triliun. Pembayaran ini mencakup Rp 61,6 triliun untuk cicilan pokok dan Rp 110,6 triliun untuk cicilan bunga. Dengan target penerimaan negara Rp 847,7 triliun, pembayaran utang negara pada tahun ini memakan 20,31% pendapatan APBN, sedangkan cicilan bunga saja mencapai 12%.
Diprediksi dalam enam tahun ke depan (2009-20014), nilai utang luar negeri Pemerintah yang jatuh tempo diperkirakan mencapai 31,545 miliar dolar AS. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, utang luar negeri Pemerintah cenderung mengalami peningkatan.
Pada 2006, utang luar negeri mencapai Rp 562 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp 586 triliun pada 2007. Tahun 2008 menjadi Rp 717 triliun dan tahun 2009 membengkak menjadi Rp 746 triliun. Sementara itu, utang obligasi angkanya terus menanjak. Pada tahun 2001 nilainya sudah mencapai Rp 661 triliun, tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp 920 triliun.
Sebagai negara yang mempunyai sumberdaya alam sangat besar, ternyata bangsa ini kini hidup dari utang. Bahkan Panitia Anggaran DPR bersama Pemerintah telah menyepakati pembayaran bunga utang Indonesia senilai Rp 109,59 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2009. Keberadaan utang yang sangat tinggi membuat bangsa Indonesia kini didikte oleh pemberi pinjaman; di antaranya harus menyerahkan kekayaan alam dan menjual BUMN.
Selain dari utang, bangsa Indonesia kini juga hidup dengan mengandalkan pasokan dari pajak. Dalam APBN 2010, Pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 949,7 triliun, naik sebanyak Rp 38,2 triliun dari yang diusulkan dalam RAPBN 2010 sebesar Rp 911,5 triliun. Perubahan tersebut lantaran berubahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dari 5% dalam RAPBN 2010 menjadi 5,5%.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebanyak Rp 742,7 triliun, naik Rp 13,6 triliun dari RAPBN 2010 sebesar Rp 729,2 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 triliun. Penerimaan dari hibah sebanyak Rp 1.506,8 miliar. Artinya, hampir 70% sumber APBN berasal dari pajak.
Pajak-pajak tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh Non Migas dan PPh Migas), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), BPHTB, pajak lainnya dan cukai. Selain itu juga pajak yang berasal dari perdagangan internasional, yaitu bea masuk dan bea keluar (Tabel 1).
Menindas Rakyat
Konsekuensi dari target APBN yang mengandalkan pajak membuat segala aktivitas akan terkena pajak. Dampaknya adalah ekonomi biaya tinggi. Kalangan pengusaha yang produknya terkena pajak, pasti akan membebankan tambahan biaya tersebut ke dalam harga produk yang dijualnya. Pada akhirnya, pajak kini menjadi komponen harga dalam sebuah produk dan jasa. Akibatnya, semua beban pajak akan ditanggung rakyat.
Sayangnya, penerimaan pajak yang sangat besar itu tidak jelas arahnya. Padahal Pemerintah harusnya bisa memanfaatkan penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk menggerakkan perekonomian rakyat. Yang terjadi justru penerimaan pajak yang sangat besar itu untuk memberikan stimulus bagi pengusaha besar. Kasus yang paling hangat adalah bagaimana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan bantuan likuiditas sebesar Rp 6,7 triliun untuk Bank Century. Pengucuran dana itu setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah dan Bank Indonesia.
Kasus-kasus seperti ini kerap terulang. Bahkan Pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman. Masih ingat ketika era pemerintahan Soeharto yang juga mengucurkan dana triliunan rupiah melalui BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Ketika bantuan itu cair, ternyata banyak pengusaha yang akhirnya mengemplang dana tersebut.
Rasa ketidakadilan makin nyata. Di satu sisi Pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak, tetapi penggunaan penerimaan negara itu justru untuk menstimulus pengusaha besar. Di sisi lain Pemerintah justru memangkas anggaran subsidi untuk rakyat. Dalam RAPBN 2010, Pemerintah hanya mengalokasi anggaran subsidi pada 2010 sebesar Rp 144,4 triliun. Jumlah itu lebih rendah dari subsidi APBN-P 2009 sebanyak Rp 157,727 triliun. Penurunan subsidi itu untuk pangan dari Rp 12,987 triliun pada APBNP 2009 menjadi Rp 11,84 triliun, dan subsidi pupuk turun dari Rp 18,43 triliun (APBNP 2009) menjadi Rp11,29 triliun.
Beban hidup rakyat bakal makin bertambah. Sebab, dalam APBN 2010 Pemerintah juga memotong subsidi untuk listrik. Dalam usulan RAPBN 2010, subsidi listrik sebesar Rp 40,4 triliun, tetapi Pemerintah hanya menetapkan sebanyak Rp 37,8 triliun atau turun Rp 2,6 triliun.
Kompensasi dari turunnya subsidi listrik, Pemerintah berancang-ancang menaikkan tarif dasar listrik (TDL). PLN beralasan, kenaikkan terjadi karena tarif yang berlaku sekarang ini merupakan TDL 2003 yang besarnya Rp 630 per kWh. Sementara itu, biaya pokok produksi (BPP) listrik selama ini Rp 1.317 per kWh.
Selain TDL yang juga sudah bersiap-siap naik, Pemerintah melalui BUMN Pertamina justru sudah mengatrol harga gas LPG (elpiji) 12 kg. Lagi-lagi alasan Pemerintah, karena sepanjang 2008 lalu Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 5,3 triliun dari penjualan, LPG baik LPG PSO maupun non-PSO.
Dengan hanya mengandalkan penerimaan negara dari pajak sudah pasti semua beban akan ditimpakan kepada rakyat. Pada akhirnya, rakyat makin tertindas. Belum lagi beban utang yang sangat besar justru makin menyeret bangsa Indonesia dalam jurang kemiskinan. [Julianto]
Sabtu, 24 Oktober 2009
Keadilan menurut Ibn Taimiyah
Keadilan menurut Ibn Taimiyah
Pernyataan di atas adalah benar pernyataan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dalam salah satu kitabnya, (VI/322).
Pertanyaannya adalah, apa makna sebenarnya dari pernyataan tersebut? Benarkah bagi Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah—dengan ungkapan tersebut—sistem yang tidak islami atau sistem Islam itu bukanlah suatu hal urgen dan yang urgen adalah keadilan? Bisakah ungkapan di atas dijadikan bagi kebolehan ber- dengan sistem yang tidak islami dan berkoalisi dengan partai sekular?
Sebagaimana diketahui, taraf pemikiran umat Islam saat ini begitu merosot tajam hingga hampir mencapai titik nadir. Dampaknya, bermunculanlah pemikiran dan gagasan aneh yang tidak pernah dikenal oleh generasi Islam sebelumnya. Misalnya, kebolehan melakukan (bergabung) dengan pemerintahan yang tidak islami, koalisi partai Islam dengan partai sekular dan lain sebagainya. Gagasan-gagasan aneh dan menyimpang ini juga lahir akibat diabaikannya (prinsip-prinsip syariah) demi apa yang mereka sebut dengan ‘kemaslahatan’. Kemaslahatan telah mereka posisikan seolah-olah lebih tinggi di atas hukum syariah. Akibatnya, suatu perkara yang jelas-jelas haram bisa mengalami metamorfosis menjadi halal jika dalam perkara yang haram tersebut terdapat kemaslahatan. Begitu pula sebaliknya.
Ironisnya, para pengusung gagasan-gagasan di atas juga mengetengahkan sejumlah argumentasi untuk membenarkan pendapat mereka. Mengenai dengan pemerintahan yang tidak islami misalnya, mereka beralasan dengan kisah Nabi Yusuf as. Menurut mereka, Nabi Yusuf as. telah ber- dengan pemerintahan yang tidak islami yang ada di Mesir saat itu. Mereka juga beralasan dengan kisah Raja Najasyi yang memerintah dengan hukum-hukum kufur, padahal pada saat kematiannya terbukti telah memeluk agama Islam. Menurut mereka, dua kisah ini membuktikan bahwa dengan pemerintahan yang tidak islami bukanlah perkara terlarang. Dalam prespektif itu pulalah ungkapan yang dikutip oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah di atas dikemukakan. Dengan ungkapan di atas seakan-akan Ibnu Taimiyah melegalkan dalam pemerintahan yang tidak islami dan berkoalisi dengan partai-partai sekular.
Lengkapnya, pernyataan Ibn Taimiyah di atas adalah sebagai berikut:
فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَتَنَازَعُوا فِي أَنَّ عَاقِبَةَ الظُّلْمِ وَخِيمَةٌ وَعَاقِبَةُ الْعَدْلِ كَرِيمَةٌ وَلِهَذَا يُرْوَى: اللهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلاَ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً
Sesungguhnya manusia tidak berselisih pendapat, bahwa dampak kezaliman itu sangatlah buruk, sedangkan dampak keadilan itu adalah baik. Oleh karena itu, dituturkan, “Allah menolong negara yang adil walaupun negara itu kafir dan tidak akan menolong negara zalim, walaupun negara itu Mukmin.”1
Untuk memahami maksud ungkapan di atas secara tepat, paling tidak ada 3 hal yang mesti kita perhatikan. : bentuk ungkapan dan konteksnya. Dalam ungkapan di atas, Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah menggunakan kata(diriwayatkan). Dalam ilmu ushulul-hadits, kata tersebut disebut dengan yang lazim digunakan untuk meriwayatkan khabar (lemah), tanpa sanad dari Nabi saw.2 Ibn Taimiyah adalah ulama hadis. Beliau juga tentu menerapkan kaidah tersebut. Karena itu, bisa dipastikan,kata menunjukkan bahwa beliau tidak yakin terhadap (diterima)-nya ’sanad’ ungkapan tersebut. Ini saja sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menolak pendapat sebagian orang yang menjadikan ungkapan Ibn Taimiyah di atas sebagi hujjah atas kebolehan ber- dengan pemerintahan yang tidak islami, atau berkoalisi dengan partai-partai sekular.
: makna ungkapan. Seandainya dari sisi ungkapan tersebut (padahal faktanya tidak), kita tetap harus mengkomparasikan ungkapan tersebut dengan pandangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah tentang adil dan keadilan. Dalam kitab Ibn Taimiyyah menjelaskan adil dan keadilan sebagai berikut:3
Keadilan itu adalah keadilan yang bersifat , yakni istiqamah. Adil adalah semua hal yang ditunjukkan oleh Islam—Al-Kitab dan as-Sunnah—baik dalam (hukum) muamalah yang berkaitan dengan sanksi ataupun hukum-hukum lain. Sesungguhnya adil pada semua hal tersebut adalah apa yang ada di dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Sesungguhnya secara umum apa yang dilarang oleh al-Kitab dan as-Sunnah adalah kembali pada realisasi adil dan larangan untuk berlaku zalim, baik secara detil maupun secara global, misalnya makan harta yang bathil…
Inilah pendapat Ibn Taimiyah tentang adil dan keadilan. Pendapat ini kurang lebih sama dengan pendapat para fukaha dan para mufassir tentang keadilan.4 Imam al-Qurthubi, misalnya, menuturkan riwayat dari Ibn Athiyah yang menegaskan, bahwa adil adalah setiap hal yang difardhukan baik akidah maupun syariah.5
Perlu dicatat, bahwa makna keadilan itu tidak berbeda dengan makna keadilan secara bahasa. Al-Hafidz al-Jurjani menegaskan, bahwa keadilan itu secara bahasa adalah istiqamah, dan dalam syariah berarti istiqamah di jalan yang haq serta jauh dari hal-hal yang dilarang.6 Jadi makna konprehensif dari kata secara tidak keluar dari lingkup terhadap apa yang ditunjuk oleh al-Kitab dan as-Sunnah; baik dalam akidah maupun ibadah, akhlak dan muamalah serta yang lain.7
Dengan demikian, kita tidak ragu sama sekali untuk menyatakan bahwa maksud ungkapan Ibn Taimiyah di atas bukan untuk melegalisasi pemerintahan yang tidak islami atau dengan pemerintahan yang tidak islami atau berkoalisi dengan partai-partai sekular.
: ungkapan di atas bukanlah fatwa Ibnu Taimiyah mengenai kebolehan melakukan dengan pemerintahan yang tidak islami atau kebolehan berkoalisi dengan partai-partai sekular sehingga seseorang menyatakan bahwa kita boleh bertaklid pada fatwa seorang ulama. Sebab, pernyataan tersebut hanyalah pernyataan yang dikutip oleh Ibnu Taimiyah dengan , sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Alhasil dengan di atas, bisa kita simpulkan bahwa ungkapan yang dikutip oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab di atas tidak bisa dijadikan argumen atas kebolehan dengan pemerintahan yang tidak islami atau kebolehan koalisi dengan partai-partai sekular. Apalagi konteks ungkapan Ibn Taimiyah di atas pada dasarnya hanyalah ungkapan hiperbolik yang menjelaskan keutamaan adil serta dorongan agar seseorang berbuat adil, tidak lebih. Ungkapan ini disitir oleh Imam Ibnu Taimiyah pada bab (kaidah dalam masalah hisbah/peradilan). Jadi, ungkapan ini hanya berhubungan dengan topik peradilan dan hal-hal yang berkaitan dengan peradilan, yakni keharusan seorang (hakim) menegakkan keadilan dan rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Tentu ungkapan di atas sama sekali tidak berhubungan dengan kebolehan seorang Muslim melakukan dengan pemerintahan yang tidak islami, atau melakukan koalisi dengan partai-partai sekular (kafir).
Lalu bagaimana kewajiban kita? Kewajiban kita adalah mengubah masyarakat yang tidak islami menjadi masayarakat yang islam. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sulaiman Ibnu Buraidah dituturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:8
أُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَـابُوكَ فأَقْبِلْ مِنْهُمْ و كُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوّلِ مِنْ دَارِهِمْ الى دَارِالمُهَاجِرِيْنَ و أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ ما لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَ عَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِريْنَ
.
Hadis tersebut menjelaskan dengan (jelas) kewajiban seorang Muslim untuk mengubah sistem yang tidak islami menjadi sistem Islam.
Nabi saw. juga memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi para penguasa yang telah menampakkan kekufuran nyata (). Imam al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari Ubadah bin Shamit yang berkata:9
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
(HR al-Bukhari).
Hadis ini menunjukkan bahwa seorang Muslim wajib mencabut kekuasaan dari seorang penguasa yang telah terjatuh pada kekufuran yang nyata ().
Pada saat yang sama, Nabi saw. tetap memerintahkan kaum Muslim untuk menaati penguasa zalim dan fasik, sepanjang dia masih menerapkan syariah Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat. Nash-nash yang berbicara masalah ini sangatlah banyak. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:10
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ النَّاسِ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
.
Terkait dengan hadis ini Imam al-Hafidz an-Nawawi11 menegaskan, “Ahlus Sunnah wal Jamaah bersepakat, bahwa penguasa (Imam/Khalifah) itu tidak diturunkan hanya karena kefasikannya.”
Selanjutnya Imam an-Nawawi12 menegaskan:
Sebab mengapa penguasa (Imam/Khalifah) yang fasik tersebut tidak diturunkan serta mengapa haram keluar dari kekuasannya adalah akan berakibat pada terjadinya fitnah, tertumpahnya darah dan kerusakan karena permusuhan…Karena itu, kerusakan yang terjadi akibat penurunan Khalifah/Imam adalah lebih besar daripada kalau mereka dibiarkan (tetap berkuasa).
. [KH Musthafa A. Murtadlo]
Catatan kaki:
1 Ibnu Taimiyyah, , VI/322.
2 Jamaluddin al-Qashimi,, 1/77.
3 Lihat: Ibn Taimiyyah, , Dar al-Ma’arif li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr, Beirut, tt., hlm. 15 dan 156; Al-Jurjani,, hlm. 147.
4 Syaikh Ihsan Abdul Mun’im Samarah, , hlm. 49.
5 Al-Qurthubi, X/165-166.
6 Al-Jurjani, hlm. 152.
7 Dr. Muhammad Sidiq Afifi, , 91.
8 Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, , V/139.
9 Al-Bukhari, VI/2588, hadis nomor 6647.
10 , VI/2588, hadis nomor 6645.
11 Al-Hafizh an-Nawawi, juz 6 hal 314
Pernyataan di atas adalah benar pernyataan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dalam salah satu kitabnya, (VI/322).
Pertanyaannya adalah, apa makna sebenarnya dari pernyataan tersebut? Benarkah bagi Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah—dengan ungkapan tersebut—sistem yang tidak islami atau sistem Islam itu bukanlah suatu hal urgen dan yang urgen adalah keadilan? Bisakah ungkapan di atas dijadikan bagi kebolehan ber- dengan sistem yang tidak islami dan berkoalisi dengan partai sekular?
Sebagaimana diketahui, taraf pemikiran umat Islam saat ini begitu merosot tajam hingga hampir mencapai titik nadir. Dampaknya, bermunculanlah pemikiran dan gagasan aneh yang tidak pernah dikenal oleh generasi Islam sebelumnya. Misalnya, kebolehan melakukan (bergabung) dengan pemerintahan yang tidak islami, koalisi partai Islam dengan partai sekular dan lain sebagainya. Gagasan-gagasan aneh dan menyimpang ini juga lahir akibat diabaikannya (prinsip-prinsip syariah) demi apa yang mereka sebut dengan ‘kemaslahatan’. Kemaslahatan telah mereka posisikan seolah-olah lebih tinggi di atas hukum syariah. Akibatnya, suatu perkara yang jelas-jelas haram bisa mengalami metamorfosis menjadi halal jika dalam perkara yang haram tersebut terdapat kemaslahatan. Begitu pula sebaliknya.
Ironisnya, para pengusung gagasan-gagasan di atas juga mengetengahkan sejumlah argumentasi untuk membenarkan pendapat mereka. Mengenai dengan pemerintahan yang tidak islami misalnya, mereka beralasan dengan kisah Nabi Yusuf as. Menurut mereka, Nabi Yusuf as. telah ber- dengan pemerintahan yang tidak islami yang ada di Mesir saat itu. Mereka juga beralasan dengan kisah Raja Najasyi yang memerintah dengan hukum-hukum kufur, padahal pada saat kematiannya terbukti telah memeluk agama Islam. Menurut mereka, dua kisah ini membuktikan bahwa dengan pemerintahan yang tidak islami bukanlah perkara terlarang. Dalam prespektif itu pulalah ungkapan yang dikutip oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah di atas dikemukakan. Dengan ungkapan di atas seakan-akan Ibnu Taimiyah melegalkan dalam pemerintahan yang tidak islami dan berkoalisi dengan partai-partai sekular.
Lengkapnya, pernyataan Ibn Taimiyah di atas adalah sebagai berikut:
فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَتَنَازَعُوا فِي أَنَّ عَاقِبَةَ الظُّلْمِ وَخِيمَةٌ وَعَاقِبَةُ الْعَدْلِ كَرِيمَةٌ وَلِهَذَا يُرْوَى: اللهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلاَ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً
Sesungguhnya manusia tidak berselisih pendapat, bahwa dampak kezaliman itu sangatlah buruk, sedangkan dampak keadilan itu adalah baik. Oleh karena itu, dituturkan, “Allah menolong negara yang adil walaupun negara itu kafir dan tidak akan menolong negara zalim, walaupun negara itu Mukmin.”1
Untuk memahami maksud ungkapan di atas secara tepat, paling tidak ada 3 hal yang mesti kita perhatikan. : bentuk ungkapan dan konteksnya. Dalam ungkapan di atas, Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah menggunakan kata(diriwayatkan). Dalam ilmu ushulul-hadits, kata tersebut disebut dengan yang lazim digunakan untuk meriwayatkan khabar (lemah), tanpa sanad dari Nabi saw.2 Ibn Taimiyah adalah ulama hadis. Beliau juga tentu menerapkan kaidah tersebut. Karena itu, bisa dipastikan,kata menunjukkan bahwa beliau tidak yakin terhadap (diterima)-nya ’sanad’ ungkapan tersebut. Ini saja sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menolak pendapat sebagian orang yang menjadikan ungkapan Ibn Taimiyah di atas sebagi hujjah atas kebolehan ber- dengan pemerintahan yang tidak islami, atau berkoalisi dengan partai-partai sekular.
: makna ungkapan. Seandainya dari sisi ungkapan tersebut (padahal faktanya tidak), kita tetap harus mengkomparasikan ungkapan tersebut dengan pandangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah tentang adil dan keadilan. Dalam kitab Ibn Taimiyyah menjelaskan adil dan keadilan sebagai berikut:3
Keadilan itu adalah keadilan yang bersifat , yakni istiqamah. Adil adalah semua hal yang ditunjukkan oleh Islam—Al-Kitab dan as-Sunnah—baik dalam (hukum) muamalah yang berkaitan dengan sanksi ataupun hukum-hukum lain. Sesungguhnya adil pada semua hal tersebut adalah apa yang ada di dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Sesungguhnya secara umum apa yang dilarang oleh al-Kitab dan as-Sunnah adalah kembali pada realisasi adil dan larangan untuk berlaku zalim, baik secara detil maupun secara global, misalnya makan harta yang bathil…
Inilah pendapat Ibn Taimiyah tentang adil dan keadilan. Pendapat ini kurang lebih sama dengan pendapat para fukaha dan para mufassir tentang keadilan.4 Imam al-Qurthubi, misalnya, menuturkan riwayat dari Ibn Athiyah yang menegaskan, bahwa adil adalah setiap hal yang difardhukan baik akidah maupun syariah.5
Perlu dicatat, bahwa makna keadilan itu tidak berbeda dengan makna keadilan secara bahasa. Al-Hafidz al-Jurjani menegaskan, bahwa keadilan itu secara bahasa adalah istiqamah, dan dalam syariah berarti istiqamah di jalan yang haq serta jauh dari hal-hal yang dilarang.6 Jadi makna konprehensif dari kata secara tidak keluar dari lingkup terhadap apa yang ditunjuk oleh al-Kitab dan as-Sunnah; baik dalam akidah maupun ibadah, akhlak dan muamalah serta yang lain.7
Dengan demikian, kita tidak ragu sama sekali untuk menyatakan bahwa maksud ungkapan Ibn Taimiyah di atas bukan untuk melegalisasi pemerintahan yang tidak islami atau dengan pemerintahan yang tidak islami atau berkoalisi dengan partai-partai sekular.
: ungkapan di atas bukanlah fatwa Ibnu Taimiyah mengenai kebolehan melakukan dengan pemerintahan yang tidak islami atau kebolehan berkoalisi dengan partai-partai sekular sehingga seseorang menyatakan bahwa kita boleh bertaklid pada fatwa seorang ulama. Sebab, pernyataan tersebut hanyalah pernyataan yang dikutip oleh Ibnu Taimiyah dengan , sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Alhasil dengan di atas, bisa kita simpulkan bahwa ungkapan yang dikutip oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab di atas tidak bisa dijadikan argumen atas kebolehan dengan pemerintahan yang tidak islami atau kebolehan koalisi dengan partai-partai sekular. Apalagi konteks ungkapan Ibn Taimiyah di atas pada dasarnya hanyalah ungkapan hiperbolik yang menjelaskan keutamaan adil serta dorongan agar seseorang berbuat adil, tidak lebih. Ungkapan ini disitir oleh Imam Ibnu Taimiyah pada bab (kaidah dalam masalah hisbah/peradilan). Jadi, ungkapan ini hanya berhubungan dengan topik peradilan dan hal-hal yang berkaitan dengan peradilan, yakni keharusan seorang (hakim) menegakkan keadilan dan rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Tentu ungkapan di atas sama sekali tidak berhubungan dengan kebolehan seorang Muslim melakukan dengan pemerintahan yang tidak islami, atau melakukan koalisi dengan partai-partai sekular (kafir).
Lalu bagaimana kewajiban kita? Kewajiban kita adalah mengubah masyarakat yang tidak islami menjadi masayarakat yang islam. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sulaiman Ibnu Buraidah dituturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:8
أُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَـابُوكَ فأَقْبِلْ مِنْهُمْ و كُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوّلِ مِنْ دَارِهِمْ الى دَارِالمُهَاجِرِيْنَ و أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ ما لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَ عَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِريْنَ
.
Hadis tersebut menjelaskan dengan (jelas) kewajiban seorang Muslim untuk mengubah sistem yang tidak islami menjadi sistem Islam.
Nabi saw. juga memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi para penguasa yang telah menampakkan kekufuran nyata (). Imam al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari Ubadah bin Shamit yang berkata:9
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
(HR al-Bukhari).
Hadis ini menunjukkan bahwa seorang Muslim wajib mencabut kekuasaan dari seorang penguasa yang telah terjatuh pada kekufuran yang nyata ().
Pada saat yang sama, Nabi saw. tetap memerintahkan kaum Muslim untuk menaati penguasa zalim dan fasik, sepanjang dia masih menerapkan syariah Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat. Nash-nash yang berbicara masalah ini sangatlah banyak. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:10
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ النَّاسِ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
.
Terkait dengan hadis ini Imam al-Hafidz an-Nawawi11 menegaskan, “Ahlus Sunnah wal Jamaah bersepakat, bahwa penguasa (Imam/Khalifah) itu tidak diturunkan hanya karena kefasikannya.”
Selanjutnya Imam an-Nawawi12 menegaskan:
Sebab mengapa penguasa (Imam/Khalifah) yang fasik tersebut tidak diturunkan serta mengapa haram keluar dari kekuasannya adalah akan berakibat pada terjadinya fitnah, tertumpahnya darah dan kerusakan karena permusuhan…Karena itu, kerusakan yang terjadi akibat penurunan Khalifah/Imam adalah lebih besar daripada kalau mereka dibiarkan (tetap berkuasa).
. [KH Musthafa A. Murtadlo]
Catatan kaki:
1 Ibnu Taimiyyah, , VI/322.
2 Jamaluddin al-Qashimi,, 1/77.
3 Lihat: Ibn Taimiyyah, , Dar al-Ma’arif li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr, Beirut, tt., hlm. 15 dan 156; Al-Jurjani,, hlm. 147.
4 Syaikh Ihsan Abdul Mun’im Samarah, , hlm. 49.
5 Al-Qurthubi, X/165-166.
6 Al-Jurjani, hlm. 152.
7 Dr. Muhammad Sidiq Afifi, , 91.
8 Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, , V/139.
9 Al-Bukhari, VI/2588, hadis nomor 6647.
10 , VI/2588, hadis nomor 6645.
11 Al-Hafizh an-Nawawi, juz 6 hal 314
belajar dari FIS dari al jazaer dan Hasan al banna dari mesir
Mengenal Sosok Muda Imam Hasan Al-Banna
Nama “Hasan Al-Banna” selalu lekat dengan jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun, karena beliau adalah pendiri dan menjadi Mursyid ‘Am pertama jamaah tersebut. Sekalipun sang imam “Al-Banna” -semoga Allah merahmatinya-, tidak mengenyam kehidupan lebih dari 42 tahun, namun pada masa hidupnya banyak memberikan kontribusi dan prestasi yang besar sehingga banyak terjadi lompatan sejarah terutama dalam melakukan perubahan kehidupan umat menuju Islam dan dakwah Islam yang lebih cerah, banyak perubahan-perubahan yang dicapai olehnya, apalagi saat beliau hidup kondisi umat dalam keadaan yang begitu parah dan mengenaskan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, kebodohan umat, dan ditambah dengan penjajahan barat.
42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat. Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang mampu membuat sejarah gemilang.
Setiap orang pasti memiliki faktor yang dapat dinilai mampu memberikan kontribusi dan saham dalam pembentukan karakter dan jati dirinya dan menentukan berbagai hakikat yang dipilihnya. Dan bagi pemerhati lingkungan yang di dalamnya hidup sang imam Al-Banna akan dapat menemukan awal yang baik, dan karena itu berakhir dengan baik. Seperti dalam ungkapan: “Akhir yang baik mesti diawali dengan permulaan yang baik”.
Dan imam Al-Banna kecil (muda) hidup dibawah naungan dan lingkungan yang bersih dan suci. Dan rumah yang di dalamnya hidup sang imam juga merupakan rumah yang tershibghah dengan shibghah islam yang hanif. Orang tuanya bernama syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Bann. Beliau adalah seorang imam masjid di desanya, dan seorang tukang reparasi dan penjual jam. Namun disisi lain orang tuan Hasan Al-Banna adalah sosok pecinta ilmu dan buku, sehingga senang menuntut ilmu dan membaca buku, dan sebagian waktunya banyak dihabiskan untuk membaca dan menulis, dan beliau juga banyak menulis kitab, diantaranya adalah “Badai’ul Musnad fi Jam’I wa Tartiibi Musnad As-Syafi’I”, “Al-Fathu Ar-Robbani fi Tartiibi Musnad Ahmad As-Syaibani”, “Bulughul Amani min Asrori Al-fathu Ar-Robbani”
Bahwa komitmen dengan Islam dan manhaj robbani sangat membutuhkan pondasi utama pada lingkungan yang menggerakkannya, agar dapat tumbuh dan besar seperti pondasi tersebut, dan jika tidak ada lingkungan yang mendukung maka akan menjadi sirna dan mati sejak awal kehidupannya. Dan Allah telah memberikan karunia besar terhadap imam “Al-Banna” dengan lingkungan yang baik ini. Orang tuanya memberikan tarbiyah sejak awal dengan baik; meumbuhkan kecintaan terhadap Islam kepada anaknya sejak dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu- Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak, tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh kedisiplinan.
Sejak awal dapat kita lihat bahwa imam Al-Banna telah menentukan jalannya dan karakter hidupnya; yaitu jalan hidup yang beliau lakoninya dalam kehidupannya secara pribadi yang unik; komitmen terhadap Islam dan manhaj robbani dan interaksinya dengan orang lain dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Baliau begitu terkesan dengan hadits Nabi dan begitu kuat berpegang teguh dengannya; yaitu hadits Nabi saw: “Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara.. diantaranya adalah “masa mudamu sebelum datang masa tuamu”, begitupun dengan hadits Nabi saw lainnya: “ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tidak ada naungan kecuali naungannya.. diantaranya adalah “seorang pemuda yang taat beribadah kepada Allah”.
Maka dari itu imam “Al-Banna” kehidupannya adalah islam dan tidak ada yang lain dalam diri dan hidupnya kecuali Islam. Hal itu tampak juga dengan jelas pada beberapa lembaga atau yayasan yang sejak kecil beliau loyal kepadanya, yang kesemuanya merupakan lembaga atau yayasan Islam, seperti “Jam’iyyah As-Suluk wal Akhlak” dan “Jama’ah An-Nahyu Al-Munkar”, dan beliau juga memiliki hubungan yang erat dengan harakah sufiyah yang pada saat itu marak tersebar di berbagai pelosok daerah dan kota di Mesir.
Adapun diantara faktor lain yang membantunya komitmen di jalan kebenaran adalah karena beliau begitu banyak beribadah dan taat kepada Allah, sejak mudanya beliau sering melakukan puasa sunnah, khususnya puasa sunnah yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam, dan lebih banyak lagi beliau melakukan puasa hari sunnah senin dan hari kamis pada setiap minggunya, karena mentauladani sunnah nabi saw, sebagaimana beliau juga sangat bersemangat melakukan puasa sunnah rajab dan sya’ban. Kebanyakan dari kita mungkin merasa asing dalam melakukan ketaatan seperti itu, atau merasa berat melakukannya terutama di saat kondisi zaman seperti ini. Sebagaiman usaha yang dilakukan imam Al-Banna dalam ketaatan juga menadapatkan kesulitan, terutama disaat kondisi yang saat itu dialami; adanya gerakan missionaries, globalisasi dan penjajahan yang telah meluas dan merambah dengan cepat di tengah kehidupan masyarakat Mesir saat itu; sehingga memberikan kontribusi yang besar dalam menjauhkan umat dari Islam apalagi untuk komitmen dengan ibadah dan ketaatan.
Namun imam Al-banna, hidup melawan arus, beliau berada dalam semangat Islam yang tinggi, berpegang dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, sekalipun umat saat itu sedang diliputi arus globalisasi dan pencampakkan jati diri Islam; sehingga mengakibatkan acuhnya umat terhadap Islam dan jauhnya umat –terutama para pemudanya- dari kehidupan beragama, apalagi juga banyaknya bermunculan seruan dan propaganda asing terhadap dunia Islam seperti liberalisme dan komunisme serta gerakan missionaris yang mengajak untuk jauh dari Islam dan berlaku hidup modernis seperti mereka.
Sekalipun demikian imam Al-Banna tetap berpegang teguh dan yakin dengan keislamannya bahkan merasa bangga dengannya. Dan pada saat berdiri Universitas Cairo, dan Dar El-Ulum merupakan salah satu bagian dari kuliah yang ada di dalamnya; yang di dalamnya menghadirkan ilmu-ilmu kontemporer, ditambah juga dengan ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan tradisional yang telah masyhur di Universitas Al-Azhar sebelumnya. Dan -pada saat itu pula- Imam Al-Banna mendaftarkan diri untuk kuliah di Dar El-Ulum, walaupun beliau tidak merasa cukup dengan ilmu yang di dapat di kuliah sehingga beliau mencarinya ditempat yang lain sebagai tambahan; seperti beliau selalu hadir mengikuti majlis ilmu pimpinan syaikh Rasyid Ridha, dan beliau sangat terkesan dengan tafsirnya yang terkenal yaitu “Al-Manar”.
Namun hal tersebut tidak menghalangi dirinya mendapatkan nilai yang begitu baik dan cemerlang, sehingga beliau berhasil menamatkan kuliahnya dengan hasil yang gemilang, dan beliau merupakan angkatan pertama kuliah tersebut. Lalu -setelah itu- beliau diangkat sebagai guru pada madrasah ibtidaiyah disalah satu sekolah yang terletak di propinsi Ismailiyah, yaitu pada tahun 1927, dan di kota tersebut Imam Al-Banna muda tidak hanya terpaku pada jati dirinya sebagai guru madrasah ibtidaiyah, namun beliau juga menjadi da’i kepada Allah, yang pada saat itu masjid-masjid disana kosong dari pemuda. Sehigga tidak ada anak-anak muda yang sholat di masjid namun asyik dengan minuman alkohol yang memambukkan. Maka tampaklah beliau sebagai seorang pemuda yang ahli ibadah, taat kepada Allah dan sebagai da’i kepada Allah yang mengajak umat untuk kembali pada Islam yang hanif.
Dan di kota Ismailiyah pula Imam Al-Banna banyak melakukan interaksi dengan lembaga-lembaga Islam dan beliau tampil sebagai da’i dengan berbagai sarana yang dimiliki dan berkeliling ke berbagai tempat dan desa. Beliau pergi sebagai da’i dan membawa kabar gembira tentang agama Islam. Beliau menyeru dan mengajak manusia yang berada tempat-tempat perkumpulan mereka, dan diatara tempat perkumpulan yang sering belaiu datangi adalah café. Disana beliau memberikan kajian keagamaan, terutama pada sore hari ini, sehingga dengan kajian yang beliau sampaikan banyak menarik perhatian sebagian besar masyarakat pengunjung cafe; sehingga menjadikan pemilik café tersebut berlomba-lomba mengundang Imam Al-Banna untuk memberikan kajian sore di café-cefe milik mereka. Dan akhirnya di kota Ismailiyah –dengan taufik dari Allah- dan dengan keberkahan akan juhud dan keikhlasannya, Imam Al-Banna mampu mengeluarkan cahaya dakwah terbesar dan memberikan pengaruh yang sangat besar hingga saat ini. Yaitu berdirinya Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin langsung oleh Imam Al-Banna. Padahal saat itu umur beliau masih muda sekali, baru mencapai antara tidak terlalu muda, tidak baya dan juga tidak terlalu tua. Pemuda yang ahli ibadah itulah yang telah mampu mendirikan gerakan dakwah Islam terbesar di dunia saat ini.
Sosok Imam Al-Banna memiliki banyak keistimewaan, sosok yang universal dan seimbang, pemuda aktivis, seorang khatib yang antagonis, memiliki perasaan yang lembut, dan komunikatif dengan semua orang; baik dengan orang awam, petani dan buruh. Beliau juga seorang cendekiawan yang memiliki ilmu, yang mampu berinteraksi dengan para cendekiawan lainnya. Saat berada ditengah umat manusia, banyak yang takjub kepadanya baik dari kalangan cendekiawan, hartawan, awam, petani dan buruh serta yang lainnya. Ini semua sejalan dengan dakwahnya yang didasarkan pada pembentukan umat, dakwah dan individu yang seimbang dalam berbagai sisinya.
Dan Imam Al-Banna juga sangat memiliki karakter yang mampu memberikan pengaruh pada orang yang ada disekitarnya, hal ini kembali pada pondasi yang beliau miliki yaitu kedekatan diri kepada Allah -Kita berharap demikian dan kita tidak merasa paling suci kecuali hanya Allah-. Dan kita temukan bahwa dakwah Al-Ikhwan –dan Al-Ikhwan itu sendiri- telah terpengaruh dengan sosok imam Al-Banna; karakternya yang baik, ikhlas dan taat kepada Allah, yang kesemuanya bersumber pada cahaya kenabian. Sebagaimana beliau juga memiliki sosok yang mumpuni dan lemah lembut, selalu perhatian dan menolong orang-orang yang mazhlum, dan dalam sejarahnya telah banyak disaksikan bahwa usaha dan kerja al-ikhwan di berbagai tempat, daerah dan negara selalu membela hak-hak umat Islam yang terampas.
Oleh karena itulah bagi kita dapat mengambil ibrah dari perjalanan sosok pemuda yang berhimpun di dalamnya jiwa yang memiliki nilai-nilai mulia dan agung, bagaimana jiwa tersebut dapat mampu membangun generasi yang islami, tidak menyimpang dari jalan Allah dan menepati dan menunaikan amanah yang diembannya dengan optimal dan baik, sekalipun kondisi, ujian dan cobaan yang dihadapi selalu datang silih berganti dalam rangka berpegang teguh pada jalan Allah dan agama Islam serta dalam usaha meninggikan kalimat (agama) Allah dan mentauladani sirah nabi saw.
Sumber: www.ikhwanonline.com
-
Dunia Islam khususnya di Mesir pada sekitar pertengahan abad dua puluh mempunyai tokoh kharismatis yang memperjuangkan Islam melalui sebuah tradisi penegakkan Islam melalui keluarga (al-usrah). Kelompok-kelompok usroh inilah yang dikenal dengan nama gerakan ikhwanul Muslimin, sedangkan tokohnya adalah Hasan Al-Banna. Gerakan ini menekankan pada aspek penegakkan syariat Islam dengan penuh keyakinan dan keikhlasan dibandingkan pada perkembangan pemikiran Islam modern.
Ketika Ikhwanul Muslimin didirikan tahun 1928, pada saat itu Hasan Al-Bana baru berusia 22 tahun yang bekerja sebagai seorang guru. Gerakan ini merupakan gerakan paling berpengaruh pada abad dua puluh yang mengarahkan kembali masyarakat Muslim ke tatanan Islam Murni. Hasan Al-Banna dalam gerakannya untuk mengubah mode intelektual elite menjadi gejala popular yang kuat pengaruhnya pada interaksi antara agama dan politik, bukan saja di Mesir, namun juga di dunia Arab dan Muslim.
Hasan Al-Banna merupakan tokoh kharismatis yang begitu dicintai oleh pengikutnya. Cara memimpin jamaahnya bagai seorang syaikh sufi memimpin tarekatnya. Banna dalam segi gerakan sangat memperhatikan fungsi setiap komponen organisasi. Unit terkecil yakni usrah (keluarga) menurutnya memiliki tiga tiang. Yang pertama adalah saling kenal, yang akan menjamin persatuan. Kedua, anggota usroh harus saling memahami satu sama lain, dengan saling menasehati. Dan yang ketiga adalah memperlihatkan solidaritas dengan saling membantu. Bagi Hasan Al-Banna al-usroh merupakan mikrokosmos masyarakat Muslim ideal, di mana sikap orang beriman terhadap satu sama lain seperti saudara, dan sama-sama berupaya meningkatkan segi religius, sosial, dan kultural kehidupan mereka.
Pemikiran Hasan Al-Bana ini tidak terlepas dari kehidupan masa kecilnya. Banna dibesarkan di kota delta Mesir, Mahmudiah. Ayahnya, selain tukang reparasi jam, yang juga ulama. Pada umumnya masyarakat Mesir, Banna mengikuti jejak ayahnya. Banna belajar mereparasi jam, dan mendapat pendidikan agama dasar. Ketika berumur dua belas tahun ia masuk sekolah dasar negeri. Pada saat itu juga ia mengikuti kelompok Islam, Himpunan Perilaku Bermoral. Yang menekankan kewajiban kepada anggotanya untuk mengikuti Islam dengan seksama dan menjatuhkan hukum kepada yang melanggar. Banna pada saat itu juga mengikuti Himpunan Pencegah Kemungkaran yang menekankan agar menjalankan ritual dan moralitas Islam sepenuhnya, dan mengirimkan surat ancaman kepada yang ketahuan melanggar standar Islam. Dan pada usia tiga belas tahun ia mengikuti tarekat sufi Hasafiyah, yang kemudian banyak mempengaruhi dirinya.
Pada 1923 Banna pergi ke Kairo, untuk masuk Dar Al-‘Ulum sekolah tinggi guru Mesir. Selama lima tahun di kota ini ia langsung mengalami westernisasi kultural Mesir, yang bagi dia merupakan ateisme dan ketakbermoralan. Banna juga memprihatinkan melihat usaha Mustafa Kemal Ataturk untuk menghapus kekhalifahan dan program Kemal untuk mensekularkan Turki. Gerakan di Mesir yang mendirikan universitas negeri sekular pada 1925, menurut Banna merupakan langkah pertama meniru Turki mencampakkan Islam. Dia juga memandang dengan prihatin banjir artikel koran dan buku yang mempromosikan nilai sekular Barat.
Hal inilah yang membuat Banna prihatin. Untuk mewujudkan visi Islam sejati dan meluncurkan perjuangan melawan dominasi asing, ia mendirikan Ikwanul Muslimin pada bulan Maret 1928. Seiring dengan perkembangan Ikhwanul Muslimin yang pesat, Banna mengembangkan struktur administrasi yang memungkinkan Banna memegang kendali kuat. Selama sepuluh tahun berikutnya, Ikhwan menerbitkan persnya sendiri, berkalanya sendiri dan program budayanya sendiri.
Kian besarnya organisasi ini membawa Banna terlibat dalam politik nasional. Pada 1936, Banna menulis surat kepada raja, perdana menteri, dan penguasa Arab lainnya, agar mempromosikan tatanan Islam. Kemudian Hasan Al-Banna juga menyerukan untuk membubarkan partai-partai politik di Mesir, karena partai-partai itu korupsi dan berdampak memecah-belah negara. Setelah perang, Ikhwan berperan penting dalam kampanye yang dilancarkan berbagai kelompok di Mesir menentang pendudukan Inggeris. Pada Desember 1948, seorang anggota Ikhwan membunuh perdana menteri. Pihak berwenang Mesir menyerang balik : beberapa anggota polisi rahasia membunuh Hasan Al-Banna pada 12 Februari 1949.
Hasan Al-Banna dengan segala kegigihannya telah berjuang untuk menegakkan tatanan Islam. Hasan Al-Bana merupakan figur yang dengan keikhlasannya telah memperjuangkan nilai-nilai Islam. Usahanya yang tak kenal lelah dalam membangun masyarakat muslim yang berawal keluarga dapat menjadi contoh kita membuat gerakan dakwah melalui tatanan sosial yang paling kecil itu.
http://www.eramuslim.com/manhaj-dakwah/gerakan-masa-depan/fis-aljazair-sebuah-pembelajaran-untuk-partai-islam-di-dunia.htm
FIS Aljazair: Sebuah Pembelajaran Untuk Partai Islam di Dunia
Selasa, 25/08/2009 09:03 WIB
Usianya pendek, namun akan dikenang sebagai sebuah gerakan Islam yang bisa diterima oleh rakyat karena konsisten menjadi partai Islam. Diberangus oleh penguasa.
Penulis: Fathuddin Jafar, MA
Usianya pendek. Namun, akan dikenang sebagai sebuah gerakan Islam yang bisa diterima oleh rakyat. Karena, ia konsisten untuk menjadi partai Islam. Perkembangan dan sejarahnya dimatikan oleh penguasa.
Pada dekade akhir 80-an dan awal 90-an, hampir semua penggerak dakwah Islam mengenali FIS. FIS atau Front Islamic du Salut atau dalam bahasa Indonesia Front Keselamatan Islam adalah sebuah partai politik di Aljazair berideologi Islam.
Sampai tahun 1988, di Ajazair hanya ada satu partai politik yaitu FLN. Namun ketika meletus penentangan terhadap pemerintah dan FLN, presiden Aljazair ketika itu, Chadli Bendjedid (sekaligus merangkap sebagai sekjen FLN), terpaksa mengizinkan pendirian berbagai parpol baru.
Satu tahun kemudian, berdirilah FIS. FIS didirikan di atas kesadaran masyarakat Aljazair yang beragama Islam. Bertahun-tahun masyarakat Muslim Aljazair kecewa terhadap pemerintahnya yang sekuler, karena negaranya tidak mengalami kemajuan. Juga selain itu, pemerintah Aljazair tidak mengakomodasi kepentingan umat Islam.
Benjedid sendiri memerintah sejak tahun 1978, meneruskan kepemimpinan Boumedienne yang jahil (sekuler). Boumedienne sendiri berkuasa karena menggulingkan presiden Bella pada tahun 1962. Otomatis, sejak tahun 1988 itu, bermunculanlah parpol-parpol di Aljazair. Namun, kemudian hanya FIS yang menyeruak ke permukaan dan meraih simpati masyarakat. Apa pasal? Ini karena sejak awal FIS konsisten berjuang dengan program-program dan asas Islam.
Masyarakat Aljazair yang sudah lama hidup dalam belenggu dan suasana sekuler, tidak disangka-sangka lebih memilih FIS. Walaupun rakyat mayoritas beragama Islam, namun kehidupan dan cara-cara masyarakat Aljazair hampir tidak beda dengan masyarakat Prancis atau Eropa, hingga kecenderungan mereka terhadap FIS pun mengherankan banyak pihak. Sekalipun, soal urusan hidup hedonis, tapi untuk urusan pemerintahan, tampaknya rakyat Aljazair lebih percaya pada konsep Islam.
FIS pun meresponnya dengan baik, yaitu dengan tidak tertarik akan ide “berpura-pura” menjadi sekuler, seperti menjadi partai terbuka atau nasionalis untuk menarik simpati masyarakat. Mereka tetap konsisten dengan nilai dan prinsip Islam, baik di dalam partai ataupun sikap keluar (eksternal) terhadap partai atau golongan serta pemerintah.
Pada pemilu 1991, artinya hanya dua tahun sejak berdirinya FIS, partai ini meraih 54% suara dan mendapat 188 kursi di parlemen atau menguasai 81% kursi. Suatu pencapaian yang fantastis! Pada pemilu putaran kedua, FIS dinyatakan menang telak.
Hasilnya pada pemilu putaran pertama 20 Juni 1991, FIS memenangkan 54% suara dan mendapat 188 (81%) kursi di parlemen. Umat Islam Aljazair menyambut gembira Kemenangan FIS ini disambut gembira oleh rakyat Aljazair.
Namun tidak dengan Benjedid. Presiden yang kemudian mengundurkan diri ini setelah kekalahan partainya segera berkonsolidasi dengan pihak-pihak yang tak ingin Islam tampil dan FIS berkuasa. Maka Benjedid pun menggalang kekuatan militer. Militer, dengan kekuasaannya dan semena-mena, membubarkan parlemen Aljazair serta membatalkan hasil pemilu.
Mohammed Boudiaf, mewakili militer, segera mendirikan Dewan Tinggi Negara, dan kemudian bertindak sebagai pemerintahan interim. Ia, entah dengan dasar apa, mengumumkan bahwa Aljazair berada dalam keadaan darurat.
Boudiaf menjadi penguasa baru di Aljazair. Ia merekayasa semua cara untuk memberangus FIS dan menyatakannya sebagai partai politik terlarang. Ribuan anggota dan pendukung FIS ditangkap dan dijebloskan ke penjara, dan tak jarang dibunuh. Pemimpin FIS Abassi Madani dan Ali Belhadj dipenjarakan. Boudiaf sendiri tewas di tangan Letnan Mohammed Bumaaraf yang berusia 26 tahun. Sejarah terulang, Aljazair tidak pernah lepas dari pemberontakan dan pembunuhan. Ini berbeda jika saja FIS memerintah, karena walaupun mengusung ideologi Islam, FIS tak sekalipun merugikan kepentingan golongan lain.
Kini Aljazair diperintah oleh Abdul Aziz Boetuflika yang juga sekular. FIS sudah tidak tahu lagi kemana di negara ini. Namun pelajaran besar dari FIS adalah jangan pernah menanggalkan identitas sebagai partai Islam walaupun di tengah masyarakat yang sekuler.
Karena, bagaimanapun jahiliyahnya umat Islam di sebuah negara, jauh di lubuk hatinya mereka menginginkan sebuah partai Islam yang benar-benar Islam. Bukan partai Islam 'gadungan' dan dipimpin para pecundang politik, yang bertindak-tanduk hampir tidak ada bedanya dengan partai sekuler, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan dan berkomplot dengan penguasa sekuler.
Meskipun, akhirnya FIS dibubarkan oleh penguasa militer Aljazair, tapi itu jauh lebih terhormat daripada mengekor kepada kekuasaan sekuler.(sa/berbagaisumber)
Nama “Hasan Al-Banna” selalu lekat dengan jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun, karena beliau adalah pendiri dan menjadi Mursyid ‘Am pertama jamaah tersebut. Sekalipun sang imam “Al-Banna” -semoga Allah merahmatinya-, tidak mengenyam kehidupan lebih dari 42 tahun, namun pada masa hidupnya banyak memberikan kontribusi dan prestasi yang besar sehingga banyak terjadi lompatan sejarah terutama dalam melakukan perubahan kehidupan umat menuju Islam dan dakwah Islam yang lebih cerah, banyak perubahan-perubahan yang dicapai olehnya, apalagi saat beliau hidup kondisi umat dalam keadaan yang begitu parah dan mengenaskan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, kebodohan umat, dan ditambah dengan penjajahan barat.
42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat. Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang mampu membuat sejarah gemilang.
Setiap orang pasti memiliki faktor yang dapat dinilai mampu memberikan kontribusi dan saham dalam pembentukan karakter dan jati dirinya dan menentukan berbagai hakikat yang dipilihnya. Dan bagi pemerhati lingkungan yang di dalamnya hidup sang imam Al-Banna akan dapat menemukan awal yang baik, dan karena itu berakhir dengan baik. Seperti dalam ungkapan: “Akhir yang baik mesti diawali dengan permulaan yang baik”.
Dan imam Al-Banna kecil (muda) hidup dibawah naungan dan lingkungan yang bersih dan suci. Dan rumah yang di dalamnya hidup sang imam juga merupakan rumah yang tershibghah dengan shibghah islam yang hanif. Orang tuanya bernama syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Bann. Beliau adalah seorang imam masjid di desanya, dan seorang tukang reparasi dan penjual jam. Namun disisi lain orang tuan Hasan Al-Banna adalah sosok pecinta ilmu dan buku, sehingga senang menuntut ilmu dan membaca buku, dan sebagian waktunya banyak dihabiskan untuk membaca dan menulis, dan beliau juga banyak menulis kitab, diantaranya adalah “Badai’ul Musnad fi Jam’I wa Tartiibi Musnad As-Syafi’I”, “Al-Fathu Ar-Robbani fi Tartiibi Musnad Ahmad As-Syaibani”, “Bulughul Amani min Asrori Al-fathu Ar-Robbani”
Bahwa komitmen dengan Islam dan manhaj robbani sangat membutuhkan pondasi utama pada lingkungan yang menggerakkannya, agar dapat tumbuh dan besar seperti pondasi tersebut, dan jika tidak ada lingkungan yang mendukung maka akan menjadi sirna dan mati sejak awal kehidupannya. Dan Allah telah memberikan karunia besar terhadap imam “Al-Banna” dengan lingkungan yang baik ini. Orang tuanya memberikan tarbiyah sejak awal dengan baik; meumbuhkan kecintaan terhadap Islam kepada anaknya sejak dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu- Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak, tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh kedisiplinan.
Sejak awal dapat kita lihat bahwa imam Al-Banna telah menentukan jalannya dan karakter hidupnya; yaitu jalan hidup yang beliau lakoninya dalam kehidupannya secara pribadi yang unik; komitmen terhadap Islam dan manhaj robbani dan interaksinya dengan orang lain dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Baliau begitu terkesan dengan hadits Nabi dan begitu kuat berpegang teguh dengannya; yaitu hadits Nabi saw: “Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara.. diantaranya adalah “masa mudamu sebelum datang masa tuamu”, begitupun dengan hadits Nabi saw lainnya: “ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tidak ada naungan kecuali naungannya.. diantaranya adalah “seorang pemuda yang taat beribadah kepada Allah”.
Maka dari itu imam “Al-Banna” kehidupannya adalah islam dan tidak ada yang lain dalam diri dan hidupnya kecuali Islam. Hal itu tampak juga dengan jelas pada beberapa lembaga atau yayasan yang sejak kecil beliau loyal kepadanya, yang kesemuanya merupakan lembaga atau yayasan Islam, seperti “Jam’iyyah As-Suluk wal Akhlak” dan “Jama’ah An-Nahyu Al-Munkar”, dan beliau juga memiliki hubungan yang erat dengan harakah sufiyah yang pada saat itu marak tersebar di berbagai pelosok daerah dan kota di Mesir.
Adapun diantara faktor lain yang membantunya komitmen di jalan kebenaran adalah karena beliau begitu banyak beribadah dan taat kepada Allah, sejak mudanya beliau sering melakukan puasa sunnah, khususnya puasa sunnah yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam, dan lebih banyak lagi beliau melakukan puasa hari sunnah senin dan hari kamis pada setiap minggunya, karena mentauladani sunnah nabi saw, sebagaimana beliau juga sangat bersemangat melakukan puasa sunnah rajab dan sya’ban. Kebanyakan dari kita mungkin merasa asing dalam melakukan ketaatan seperti itu, atau merasa berat melakukannya terutama di saat kondisi zaman seperti ini. Sebagaiman usaha yang dilakukan imam Al-Banna dalam ketaatan juga menadapatkan kesulitan, terutama disaat kondisi yang saat itu dialami; adanya gerakan missionaries, globalisasi dan penjajahan yang telah meluas dan merambah dengan cepat di tengah kehidupan masyarakat Mesir saat itu; sehingga memberikan kontribusi yang besar dalam menjauhkan umat dari Islam apalagi untuk komitmen dengan ibadah dan ketaatan.
Namun imam Al-banna, hidup melawan arus, beliau berada dalam semangat Islam yang tinggi, berpegang dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, sekalipun umat saat itu sedang diliputi arus globalisasi dan pencampakkan jati diri Islam; sehingga mengakibatkan acuhnya umat terhadap Islam dan jauhnya umat –terutama para pemudanya- dari kehidupan beragama, apalagi juga banyaknya bermunculan seruan dan propaganda asing terhadap dunia Islam seperti liberalisme dan komunisme serta gerakan missionaris yang mengajak untuk jauh dari Islam dan berlaku hidup modernis seperti mereka.
Sekalipun demikian imam Al-Banna tetap berpegang teguh dan yakin dengan keislamannya bahkan merasa bangga dengannya. Dan pada saat berdiri Universitas Cairo, dan Dar El-Ulum merupakan salah satu bagian dari kuliah yang ada di dalamnya; yang di dalamnya menghadirkan ilmu-ilmu kontemporer, ditambah juga dengan ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan tradisional yang telah masyhur di Universitas Al-Azhar sebelumnya. Dan -pada saat itu pula- Imam Al-Banna mendaftarkan diri untuk kuliah di Dar El-Ulum, walaupun beliau tidak merasa cukup dengan ilmu yang di dapat di kuliah sehingga beliau mencarinya ditempat yang lain sebagai tambahan; seperti beliau selalu hadir mengikuti majlis ilmu pimpinan syaikh Rasyid Ridha, dan beliau sangat terkesan dengan tafsirnya yang terkenal yaitu “Al-Manar”.
Namun hal tersebut tidak menghalangi dirinya mendapatkan nilai yang begitu baik dan cemerlang, sehingga beliau berhasil menamatkan kuliahnya dengan hasil yang gemilang, dan beliau merupakan angkatan pertama kuliah tersebut. Lalu -setelah itu- beliau diangkat sebagai guru pada madrasah ibtidaiyah disalah satu sekolah yang terletak di propinsi Ismailiyah, yaitu pada tahun 1927, dan di kota tersebut Imam Al-Banna muda tidak hanya terpaku pada jati dirinya sebagai guru madrasah ibtidaiyah, namun beliau juga menjadi da’i kepada Allah, yang pada saat itu masjid-masjid disana kosong dari pemuda. Sehigga tidak ada anak-anak muda yang sholat di masjid namun asyik dengan minuman alkohol yang memambukkan. Maka tampaklah beliau sebagai seorang pemuda yang ahli ibadah, taat kepada Allah dan sebagai da’i kepada Allah yang mengajak umat untuk kembali pada Islam yang hanif.
Dan di kota Ismailiyah pula Imam Al-Banna banyak melakukan interaksi dengan lembaga-lembaga Islam dan beliau tampil sebagai da’i dengan berbagai sarana yang dimiliki dan berkeliling ke berbagai tempat dan desa. Beliau pergi sebagai da’i dan membawa kabar gembira tentang agama Islam. Beliau menyeru dan mengajak manusia yang berada tempat-tempat perkumpulan mereka, dan diatara tempat perkumpulan yang sering belaiu datangi adalah café. Disana beliau memberikan kajian keagamaan, terutama pada sore hari ini, sehingga dengan kajian yang beliau sampaikan banyak menarik perhatian sebagian besar masyarakat pengunjung cafe; sehingga menjadikan pemilik café tersebut berlomba-lomba mengundang Imam Al-Banna untuk memberikan kajian sore di café-cefe milik mereka. Dan akhirnya di kota Ismailiyah –dengan taufik dari Allah- dan dengan keberkahan akan juhud dan keikhlasannya, Imam Al-Banna mampu mengeluarkan cahaya dakwah terbesar dan memberikan pengaruh yang sangat besar hingga saat ini. Yaitu berdirinya Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin langsung oleh Imam Al-Banna. Padahal saat itu umur beliau masih muda sekali, baru mencapai antara tidak terlalu muda, tidak baya dan juga tidak terlalu tua. Pemuda yang ahli ibadah itulah yang telah mampu mendirikan gerakan dakwah Islam terbesar di dunia saat ini.
Sosok Imam Al-Banna memiliki banyak keistimewaan, sosok yang universal dan seimbang, pemuda aktivis, seorang khatib yang antagonis, memiliki perasaan yang lembut, dan komunikatif dengan semua orang; baik dengan orang awam, petani dan buruh. Beliau juga seorang cendekiawan yang memiliki ilmu, yang mampu berinteraksi dengan para cendekiawan lainnya. Saat berada ditengah umat manusia, banyak yang takjub kepadanya baik dari kalangan cendekiawan, hartawan, awam, petani dan buruh serta yang lainnya. Ini semua sejalan dengan dakwahnya yang didasarkan pada pembentukan umat, dakwah dan individu yang seimbang dalam berbagai sisinya.
Dan Imam Al-Banna juga sangat memiliki karakter yang mampu memberikan pengaruh pada orang yang ada disekitarnya, hal ini kembali pada pondasi yang beliau miliki yaitu kedekatan diri kepada Allah -Kita berharap demikian dan kita tidak merasa paling suci kecuali hanya Allah-. Dan kita temukan bahwa dakwah Al-Ikhwan –dan Al-Ikhwan itu sendiri- telah terpengaruh dengan sosok imam Al-Banna; karakternya yang baik, ikhlas dan taat kepada Allah, yang kesemuanya bersumber pada cahaya kenabian. Sebagaimana beliau juga memiliki sosok yang mumpuni dan lemah lembut, selalu perhatian dan menolong orang-orang yang mazhlum, dan dalam sejarahnya telah banyak disaksikan bahwa usaha dan kerja al-ikhwan di berbagai tempat, daerah dan negara selalu membela hak-hak umat Islam yang terampas.
Oleh karena itulah bagi kita dapat mengambil ibrah dari perjalanan sosok pemuda yang berhimpun di dalamnya jiwa yang memiliki nilai-nilai mulia dan agung, bagaimana jiwa tersebut dapat mampu membangun generasi yang islami, tidak menyimpang dari jalan Allah dan menepati dan menunaikan amanah yang diembannya dengan optimal dan baik, sekalipun kondisi, ujian dan cobaan yang dihadapi selalu datang silih berganti dalam rangka berpegang teguh pada jalan Allah dan agama Islam serta dalam usaha meninggikan kalimat (agama) Allah dan mentauladani sirah nabi saw.
Sumber: www.ikhwanonline.com
-
Dunia Islam khususnya di Mesir pada sekitar pertengahan abad dua puluh mempunyai tokoh kharismatis yang memperjuangkan Islam melalui sebuah tradisi penegakkan Islam melalui keluarga (al-usrah). Kelompok-kelompok usroh inilah yang dikenal dengan nama gerakan ikhwanul Muslimin, sedangkan tokohnya adalah Hasan Al-Banna. Gerakan ini menekankan pada aspek penegakkan syariat Islam dengan penuh keyakinan dan keikhlasan dibandingkan pada perkembangan pemikiran Islam modern.
Ketika Ikhwanul Muslimin didirikan tahun 1928, pada saat itu Hasan Al-Bana baru berusia 22 tahun yang bekerja sebagai seorang guru. Gerakan ini merupakan gerakan paling berpengaruh pada abad dua puluh yang mengarahkan kembali masyarakat Muslim ke tatanan Islam Murni. Hasan Al-Banna dalam gerakannya untuk mengubah mode intelektual elite menjadi gejala popular yang kuat pengaruhnya pada interaksi antara agama dan politik, bukan saja di Mesir, namun juga di dunia Arab dan Muslim.
Hasan Al-Banna merupakan tokoh kharismatis yang begitu dicintai oleh pengikutnya. Cara memimpin jamaahnya bagai seorang syaikh sufi memimpin tarekatnya. Banna dalam segi gerakan sangat memperhatikan fungsi setiap komponen organisasi. Unit terkecil yakni usrah (keluarga) menurutnya memiliki tiga tiang. Yang pertama adalah saling kenal, yang akan menjamin persatuan. Kedua, anggota usroh harus saling memahami satu sama lain, dengan saling menasehati. Dan yang ketiga adalah memperlihatkan solidaritas dengan saling membantu. Bagi Hasan Al-Banna al-usroh merupakan mikrokosmos masyarakat Muslim ideal, di mana sikap orang beriman terhadap satu sama lain seperti saudara, dan sama-sama berupaya meningkatkan segi religius, sosial, dan kultural kehidupan mereka.
Pemikiran Hasan Al-Bana ini tidak terlepas dari kehidupan masa kecilnya. Banna dibesarkan di kota delta Mesir, Mahmudiah. Ayahnya, selain tukang reparasi jam, yang juga ulama. Pada umumnya masyarakat Mesir, Banna mengikuti jejak ayahnya. Banna belajar mereparasi jam, dan mendapat pendidikan agama dasar. Ketika berumur dua belas tahun ia masuk sekolah dasar negeri. Pada saat itu juga ia mengikuti kelompok Islam, Himpunan Perilaku Bermoral. Yang menekankan kewajiban kepada anggotanya untuk mengikuti Islam dengan seksama dan menjatuhkan hukum kepada yang melanggar. Banna pada saat itu juga mengikuti Himpunan Pencegah Kemungkaran yang menekankan agar menjalankan ritual dan moralitas Islam sepenuhnya, dan mengirimkan surat ancaman kepada yang ketahuan melanggar standar Islam. Dan pada usia tiga belas tahun ia mengikuti tarekat sufi Hasafiyah, yang kemudian banyak mempengaruhi dirinya.
Pada 1923 Banna pergi ke Kairo, untuk masuk Dar Al-‘Ulum sekolah tinggi guru Mesir. Selama lima tahun di kota ini ia langsung mengalami westernisasi kultural Mesir, yang bagi dia merupakan ateisme dan ketakbermoralan. Banna juga memprihatinkan melihat usaha Mustafa Kemal Ataturk untuk menghapus kekhalifahan dan program Kemal untuk mensekularkan Turki. Gerakan di Mesir yang mendirikan universitas negeri sekular pada 1925, menurut Banna merupakan langkah pertama meniru Turki mencampakkan Islam. Dia juga memandang dengan prihatin banjir artikel koran dan buku yang mempromosikan nilai sekular Barat.
Hal inilah yang membuat Banna prihatin. Untuk mewujudkan visi Islam sejati dan meluncurkan perjuangan melawan dominasi asing, ia mendirikan Ikwanul Muslimin pada bulan Maret 1928. Seiring dengan perkembangan Ikhwanul Muslimin yang pesat, Banna mengembangkan struktur administrasi yang memungkinkan Banna memegang kendali kuat. Selama sepuluh tahun berikutnya, Ikhwan menerbitkan persnya sendiri, berkalanya sendiri dan program budayanya sendiri.
Kian besarnya organisasi ini membawa Banna terlibat dalam politik nasional. Pada 1936, Banna menulis surat kepada raja, perdana menteri, dan penguasa Arab lainnya, agar mempromosikan tatanan Islam. Kemudian Hasan Al-Banna juga menyerukan untuk membubarkan partai-partai politik di Mesir, karena partai-partai itu korupsi dan berdampak memecah-belah negara. Setelah perang, Ikhwan berperan penting dalam kampanye yang dilancarkan berbagai kelompok di Mesir menentang pendudukan Inggeris. Pada Desember 1948, seorang anggota Ikhwan membunuh perdana menteri. Pihak berwenang Mesir menyerang balik : beberapa anggota polisi rahasia membunuh Hasan Al-Banna pada 12 Februari 1949.
Hasan Al-Banna dengan segala kegigihannya telah berjuang untuk menegakkan tatanan Islam. Hasan Al-Bana merupakan figur yang dengan keikhlasannya telah memperjuangkan nilai-nilai Islam. Usahanya yang tak kenal lelah dalam membangun masyarakat muslim yang berawal keluarga dapat menjadi contoh kita membuat gerakan dakwah melalui tatanan sosial yang paling kecil itu.
http://www.eramuslim.com/manhaj-dakwah/gerakan-masa-depan/fis-aljazair-sebuah-pembelajaran-untuk-partai-islam-di-dunia.htm
FIS Aljazair: Sebuah Pembelajaran Untuk Partai Islam di Dunia
Selasa, 25/08/2009 09:03 WIB
Usianya pendek, namun akan dikenang sebagai sebuah gerakan Islam yang bisa diterima oleh rakyat karena konsisten menjadi partai Islam. Diberangus oleh penguasa.
Penulis: Fathuddin Jafar, MA
Usianya pendek. Namun, akan dikenang sebagai sebuah gerakan Islam yang bisa diterima oleh rakyat. Karena, ia konsisten untuk menjadi partai Islam. Perkembangan dan sejarahnya dimatikan oleh penguasa.
Pada dekade akhir 80-an dan awal 90-an, hampir semua penggerak dakwah Islam mengenali FIS. FIS atau Front Islamic du Salut atau dalam bahasa Indonesia Front Keselamatan Islam adalah sebuah partai politik di Aljazair berideologi Islam.
Sampai tahun 1988, di Ajazair hanya ada satu partai politik yaitu FLN. Namun ketika meletus penentangan terhadap pemerintah dan FLN, presiden Aljazair ketika itu, Chadli Bendjedid (sekaligus merangkap sebagai sekjen FLN), terpaksa mengizinkan pendirian berbagai parpol baru.
Satu tahun kemudian, berdirilah FIS. FIS didirikan di atas kesadaran masyarakat Aljazair yang beragama Islam. Bertahun-tahun masyarakat Muslim Aljazair kecewa terhadap pemerintahnya yang sekuler, karena negaranya tidak mengalami kemajuan. Juga selain itu, pemerintah Aljazair tidak mengakomodasi kepentingan umat Islam.
Benjedid sendiri memerintah sejak tahun 1978, meneruskan kepemimpinan Boumedienne yang jahil (sekuler). Boumedienne sendiri berkuasa karena menggulingkan presiden Bella pada tahun 1962. Otomatis, sejak tahun 1988 itu, bermunculanlah parpol-parpol di Aljazair. Namun, kemudian hanya FIS yang menyeruak ke permukaan dan meraih simpati masyarakat. Apa pasal? Ini karena sejak awal FIS konsisten berjuang dengan program-program dan asas Islam.
Masyarakat Aljazair yang sudah lama hidup dalam belenggu dan suasana sekuler, tidak disangka-sangka lebih memilih FIS. Walaupun rakyat mayoritas beragama Islam, namun kehidupan dan cara-cara masyarakat Aljazair hampir tidak beda dengan masyarakat Prancis atau Eropa, hingga kecenderungan mereka terhadap FIS pun mengherankan banyak pihak. Sekalipun, soal urusan hidup hedonis, tapi untuk urusan pemerintahan, tampaknya rakyat Aljazair lebih percaya pada konsep Islam.
FIS pun meresponnya dengan baik, yaitu dengan tidak tertarik akan ide “berpura-pura” menjadi sekuler, seperti menjadi partai terbuka atau nasionalis untuk menarik simpati masyarakat. Mereka tetap konsisten dengan nilai dan prinsip Islam, baik di dalam partai ataupun sikap keluar (eksternal) terhadap partai atau golongan serta pemerintah.
Pada pemilu 1991, artinya hanya dua tahun sejak berdirinya FIS, partai ini meraih 54% suara dan mendapat 188 kursi di parlemen atau menguasai 81% kursi. Suatu pencapaian yang fantastis! Pada pemilu putaran kedua, FIS dinyatakan menang telak.
Hasilnya pada pemilu putaran pertama 20 Juni 1991, FIS memenangkan 54% suara dan mendapat 188 (81%) kursi di parlemen. Umat Islam Aljazair menyambut gembira Kemenangan FIS ini disambut gembira oleh rakyat Aljazair.
Namun tidak dengan Benjedid. Presiden yang kemudian mengundurkan diri ini setelah kekalahan partainya segera berkonsolidasi dengan pihak-pihak yang tak ingin Islam tampil dan FIS berkuasa. Maka Benjedid pun menggalang kekuatan militer. Militer, dengan kekuasaannya dan semena-mena, membubarkan parlemen Aljazair serta membatalkan hasil pemilu.
Mohammed Boudiaf, mewakili militer, segera mendirikan Dewan Tinggi Negara, dan kemudian bertindak sebagai pemerintahan interim. Ia, entah dengan dasar apa, mengumumkan bahwa Aljazair berada dalam keadaan darurat.
Boudiaf menjadi penguasa baru di Aljazair. Ia merekayasa semua cara untuk memberangus FIS dan menyatakannya sebagai partai politik terlarang. Ribuan anggota dan pendukung FIS ditangkap dan dijebloskan ke penjara, dan tak jarang dibunuh. Pemimpin FIS Abassi Madani dan Ali Belhadj dipenjarakan. Boudiaf sendiri tewas di tangan Letnan Mohammed Bumaaraf yang berusia 26 tahun. Sejarah terulang, Aljazair tidak pernah lepas dari pemberontakan dan pembunuhan. Ini berbeda jika saja FIS memerintah, karena walaupun mengusung ideologi Islam, FIS tak sekalipun merugikan kepentingan golongan lain.
Kini Aljazair diperintah oleh Abdul Aziz Boetuflika yang juga sekular. FIS sudah tidak tahu lagi kemana di negara ini. Namun pelajaran besar dari FIS adalah jangan pernah menanggalkan identitas sebagai partai Islam walaupun di tengah masyarakat yang sekuler.
Karena, bagaimanapun jahiliyahnya umat Islam di sebuah negara, jauh di lubuk hatinya mereka menginginkan sebuah partai Islam yang benar-benar Islam. Bukan partai Islam 'gadungan' dan dipimpin para pecundang politik, yang bertindak-tanduk hampir tidak ada bedanya dengan partai sekuler, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan dan berkomplot dengan penguasa sekuler.
Meskipun, akhirnya FIS dibubarkan oleh penguasa militer Aljazair, tapi itu jauh lebih terhormat daripada mengekor kepada kekuasaan sekuler.(sa/berbagaisumber)
Pemerintahan Baru: Lanjutkan Neoliberalisme [Al-Islam 477] Kabinet 2009-2014 baru saja diumumkan. Sebagian pihak menilai susunan kabinet baru ini sud
Pemerintahan Baru: Lanjutkan Neoliberalisme
[Al-Islam 477] Kabinet 2009-2014 baru saja diumumkan. Sebagian pihak menilai susunan kabinet baru ini sudah tepat karena telah mencerminkan kerterwakilan kelompok politik yang disandingkan dengan pelibatan orang-orang profesional.
Namun sejumlah pihak menilai penyusunan kabinet yang diawali dengan pentas audisi calon menteri itu justru menjadi semacam antiklimaks dari harapan masyarakat akan pemerintahan profesional yang berpihak kepada rakyat dan semangat yang selama ini didengungkan.
Perlu diingat, dalam kampanye, pasangan presiden terpilih menjanjikan pengentasan kemiskinan melalui dua jalur. Pertama: meningkatkan ekonomi yang meliputi pertumbuhan, sektor riil, investasi, revitaliasasi pertanian dan ekonomi pedesaaan. Kedua: intervensi Pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan mendorong usaha mikro.
Pasangan SBY-Boediono juga berjanji akan meningkatkan pertumbuhan hingga 7%, pengangguran menurun 5-6%, stabilitas harga dijaga, Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus dijaga, disamping janji-janji lainnya. Janji-jani itulah yang membentuk besarnya harapan rakyat yang digantungkan kepada keduanya. Untuk memenuhi janji itu, langkah pertama dan menentukan adalah memilih para menteri yang bisa mewujudkannya.
Masarakat mengharapkan kabinet lebih banyak dari kalangan profesional sebagai bentuk keinginan kuat masyarakat agar ada perubahan dalam kinerja Pemerintah. Kabinet yang banyak diisi dari kalangan partai dianggap kurang berhasil dalam menjalankan amanat pemerintahan. Rakyat ingin ada perbaikan dari berbagai bidang seperti masalah kemiskinan, pengangguran serta pendidikan. Menteri dari kalangan partai dinilai akan banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dan partai.
Namun rakyat yang mengharapkan kabinet lebih banyak diisi kalangan profesional dan memiliki pengalaman di bidangnya itu, akhirnya harus gigit jari dan melipat kembali harapan itu. Rakyat dipaksa menerima para menteri khususnya bidang ekonomi, terutama pos yang berkait langsung dengan sektor riil, dari hasil kompromi politik. Faktor lobi dan kepentingan partai politik ternyata masih lebih kental. Harapan publik akan adanya kabinet yang profesional masih sebatas janji.
Lebih dari itu agaknya masyarakat juga harus sudah bersiap untuk kembali menelan kekecewaan akan harapan pemenuhan janji pengentasan kemiskinan dan perbakan kesejahteraan masyarakat luas. Pasalnya kabinet yang baru ini tetap kental dengan corak neoliberalisme. Hal itu terlihat dari komosisi kabinet yang masih diisi oleh orang-orang yang dikenal sebagai bagian neolib dan bahkan menduduki posisi kunci. Padahal neo liberalisme yang berpangkal pada ideologi kapitalisme itu justru menjadi pangkal dari masalah kemiskinan dan masalah kesejahteraan hidup yang mendera masyarakat.
Tetap bertahannya orang-orang neolib di kabinet itu memang sudah diprediksi sebelumnya, mengingat rekam jejak pasangan presiden-wapres selama ini. Prediksi itu akhirnya diperteguh dengan susunan kabinet yang baru diumumkan ini. Akhirnya jargon ekonomi kerakyatan yang diusung selama kampanye tinggal sebatas jargon. Faktanya, ke depan agenda ekonomi neo liberalisme akan terus berlanjut.
Perlu diketahui, setidaknya ada delapan agenda utama liberalisasi atau kini menjadi neoliberalisasi. Pertama: mendorong pasar bebas (free market). Kedua: privatisasi dengan melakukan penjualan BUMN. Ketiga: membuat deregulasi, yakni menghilangkan aturan yang membatasi perusahaan; misalnya peraturan perusahaan asing yang dilarang mendirikan pom bensin di Indonesia kini sudah dicabut. Keempat: liberalisasi dengan membuka pasar dan menghilangkan penghalang, seperti pajak yang membatasi ekspor dan impor. Kelima: pengurangan peran Pemerintah dalam pembangunan. Keenam: pengurangan pajak bagi kalangan menengah ke atas. Ketujuh: memotong pelayanan publik, seperti menyerahkan perusahaan air minum kepada swasta; privatisasi pendidikan, rumah sakit, dan sebagainya. Kedelapan: mengurangi segala bentuk subsidi barang seperti BBM, air, listrik, pangan, dsb.
Meski banyak wajah baru di dalam kabinet termasuk di dalam tim ekonomi, namun bukan berarti pemerintahan ke depan akan menjadi lebih pro rakyat dan meninggalkan agenda neoliberalisme. Karena kalaupun diasumsikan orang baru itu bukan penganut neolib –meski faktanya tidak demikian-, kerangka sistem ekonomi neo liberal itu telah dibangun melalui berbagai perundang-undangan yang dibuat. Begitu pula strukturnya juga sudah dibangun melalui sejumlah kebijakan yang diambil selama ini. Sejumlah undang-undang dan kebijakan yang ada begitu kental dengan aroma neoliberalisme, seperti UU SDA, UU Minerba, UU Penanaman Modal, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Sisdiknas, UU Kesehatan, UU tentang rumah sakit, kebijakan perpajakan, Peraturan Presiden No.111/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77/2007 tentang Daftar bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Permodalan, dsb.
Maka meski orang-orangnya banyak yang baru namun mereka hanya akan berjalan dalam kerangka sistem yang sudah dibentuk dan nantinya akan disempurnakan yaitu sistem neoliberalisme. Maka bisa dikatakan meski orangnya baru tapi rezimnya tetap rezim lama yaitu rezim neoliberalisme yang tidak pro rakyat.
Hal itu sudah bisa dilihat dari sejak sekarang. Dalam APBN 2010 yang sudah disahkan DPR pada 30 September lalu, yang disusun oleh orang-orang yang sekarang juga masih duduk di dalam kabinet, anggaran untuk BLT ternyata tidak ada, padahal program BLT dibanggakan dalam kampanye dan dijanjikan akan berlanjut. Subsidi obat generik yang pada APBN-P 2009 besarnya 350 miliar, pada APBN 2010 dihapus. Subsidi pangan dianggarkan 11,4 triliun menurun dari Rp 12,987 triliun pada APBN-P 2009. Jumlah itu diprediksi hanya cukup untuk melaksanakan program raskin 15 kg per bulan bagi 17,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 10 bulan. Subsidi pupuk yang di APBN-P 2009 sebesar 18,43 triliun dipangkas 7,13 triliun atau 38,68 % menjadi 11,3 triliun. Meskipun subsidi benih memang naik dari 1,315 triliun (APBN-P 2009) menjadi 1,6 triliun. Semua pengurangan subsidi itu adalah ciri khas agenda neolib. Ironisnya semua subsidi yang dipangkas itu sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat miskin dan petani. Maka di mana janji pengentasan kemiskinan yang digembar-gemborkan selama kampanye?
Penderitaan itu masih ditambah lagi dengan pengurangan subsidi listrik dari 47,546 triliun (APBN-P 2009) menjadi 37,8 triliun. Dengan berkurangnya subsidi itu maka pemerintah hampir bisa dipastikan akan menaikkan TDL listrik pada 2010 mendatang. Ironisnya subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP) ditetapkan sebesar 16,9 triliun. Padahal selama ini fasilitas fiskal itu lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha. Ironis, subsidi untuk rakyat kecil dan miskin dipangkas, sementara subsidi untuk orang kaya begitu besar.
Agenda-agenda neolib lainnya juga akan tetap berlanjut, seperti penjualan BUMN. Program privatiasasi BUMN yang “gagal” pada tahun 2009, bisa dipastikan akan dilanjutkan. Saat ini saja, pemerintah tengah bersiap-siap akan melego Pertamina.
Semua itu menjadi bukti bahwa pemerintahan baru ini hanyalah akan melanjutkan atau bahkan menyempurnakan agenda-agenda neoliberalisme. Ujung-ujungnya akan menyebabkan kesengsaraan rakyat banyak.
Selama ideologi kapitalisme neoliberalisme tetap dianut di negeri ini maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Yang berganti hanya orangnya saja sedangkan ideologi dan sistemnya tidak pernah berubah. Selama ideologi dan sistemnya tidak berubah maka perubahan mendasar dan perbaikan kehidupan masyarakat secara merata tidak akan terwujud. Karena secara ideologi, kapitalisme dan turunannya neo liberalisme memang tidak pro rakyat, melainkan pro kapitalis. Apa yang terjadi selama ini di negeri ini adalah buktinya. Masihkah kita memerlukan bukti yang lebih banyak lagi?
Wahai Kaum Muslim
Pemerintahan yang pro kepada rakyat dan memperjuangkan kemaslahatan rakyat hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam. Islam telah menggariskan bahwa pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum itu, bukan majikan. Artinya tugas pemimpin adalah melayani rakyatnya. Islam juga menegaskan dalam sabda Nabi saw:
«اَلإِِْمَامُ رَاعٍ فَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Seorang imam (pemimpin) pengatur dan pemeliharan urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi Nabi saw menegaskan bahwa tugas pemimpin adalah senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyat, bukan pemodal dan para kapitalis, layaknya penggembala memperhatikan gembalaannya. Artinya tugas pemimpin adalah merealisasi apapun yang mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat dan mencegah serta menghilangkan apapun yang bisa memudaratkan, membahayakan, menyusahkan dan menyengsarakan rakyat.
Untuk menjamin terealisasinya tugas itu, maka Islam mendatangkan sistem yaitu sistem Islam yang Allah jamin akan mendatangkan kehidupan. Allah SWT berfirman:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ[
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfâl [8]: 24)
Imam Ibn Katsir di dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, menyatakan bahwa yang dimaksud “yang memberi kehidupan kepada kamu” adalah yushlihukum (yang menjadikan kamu baik). Sementara itu, yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya tak lain adalah Islam. Jadi ini adalah jaminan Allah SWT, Zat Mahaadil Yang Tidak Akan Mengingkari JanjiNya, bahwa sistem Islam lah yang akan memberikan kehidupan, yaitu mendatangkan kebaikan bagi umat manusia. Tentu saja kebaikan itu hanya akan bisa diraih jika syariah Islam itu diterapkan oleh pemimpin yang saleh, dalam bingkai sistem Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Yaitu sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasulullah saw dan dipelihara oleh para sahabat dan generasi Islam dahulu. Sistem inilah yang telah terbukti mampu mendatangkan kemakmuran, kemuliaan, dan ketinggian bagi kaum Muslim khususnya, dan umat manusia pada umumnya, selama berabad-abad.
Wahai Kaum Muslim
Jika kita rindu dengan kehidupan mulia dan sejahtera, maka tidak ada jalan lain kecuali kita segera mewujudkan pemimpin yang menerapkan syariah Islam yang berasal dari Allah yang Maha Bijaksana dalam bingkai Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. WaLlâh a’lam bi ash-shawâb.[]
KOMENTAR:
Pelantikan Presiden RI 2009 – 2014: Menuju Kemakmuran Indonesia (Republika, 20/10/09)
Kapitalisme melahirkan kemakmuran hanya bagi segelintir orang. Islam memberikan kemakmuran kepada semua orang.
[Al-Islam 477] Kabinet 2009-2014 baru saja diumumkan. Sebagian pihak menilai susunan kabinet baru ini sudah tepat karena telah mencerminkan kerterwakilan kelompok politik yang disandingkan dengan pelibatan orang-orang profesional.
Namun sejumlah pihak menilai penyusunan kabinet yang diawali dengan pentas audisi calon menteri itu justru menjadi semacam antiklimaks dari harapan masyarakat akan pemerintahan profesional yang berpihak kepada rakyat dan semangat yang selama ini didengungkan.
Perlu diingat, dalam kampanye, pasangan presiden terpilih menjanjikan pengentasan kemiskinan melalui dua jalur. Pertama: meningkatkan ekonomi yang meliputi pertumbuhan, sektor riil, investasi, revitaliasasi pertanian dan ekonomi pedesaaan. Kedua: intervensi Pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan mendorong usaha mikro.
Pasangan SBY-Boediono juga berjanji akan meningkatkan pertumbuhan hingga 7%, pengangguran menurun 5-6%, stabilitas harga dijaga, Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus dijaga, disamping janji-janji lainnya. Janji-jani itulah yang membentuk besarnya harapan rakyat yang digantungkan kepada keduanya. Untuk memenuhi janji itu, langkah pertama dan menentukan adalah memilih para menteri yang bisa mewujudkannya.
Masarakat mengharapkan kabinet lebih banyak dari kalangan profesional sebagai bentuk keinginan kuat masyarakat agar ada perubahan dalam kinerja Pemerintah. Kabinet yang banyak diisi dari kalangan partai dianggap kurang berhasil dalam menjalankan amanat pemerintahan. Rakyat ingin ada perbaikan dari berbagai bidang seperti masalah kemiskinan, pengangguran serta pendidikan. Menteri dari kalangan partai dinilai akan banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dan partai.
Namun rakyat yang mengharapkan kabinet lebih banyak diisi kalangan profesional dan memiliki pengalaman di bidangnya itu, akhirnya harus gigit jari dan melipat kembali harapan itu. Rakyat dipaksa menerima para menteri khususnya bidang ekonomi, terutama pos yang berkait langsung dengan sektor riil, dari hasil kompromi politik. Faktor lobi dan kepentingan partai politik ternyata masih lebih kental. Harapan publik akan adanya kabinet yang profesional masih sebatas janji.
Lebih dari itu agaknya masyarakat juga harus sudah bersiap untuk kembali menelan kekecewaan akan harapan pemenuhan janji pengentasan kemiskinan dan perbakan kesejahteraan masyarakat luas. Pasalnya kabinet yang baru ini tetap kental dengan corak neoliberalisme. Hal itu terlihat dari komosisi kabinet yang masih diisi oleh orang-orang yang dikenal sebagai bagian neolib dan bahkan menduduki posisi kunci. Padahal neo liberalisme yang berpangkal pada ideologi kapitalisme itu justru menjadi pangkal dari masalah kemiskinan dan masalah kesejahteraan hidup yang mendera masyarakat.
Tetap bertahannya orang-orang neolib di kabinet itu memang sudah diprediksi sebelumnya, mengingat rekam jejak pasangan presiden-wapres selama ini. Prediksi itu akhirnya diperteguh dengan susunan kabinet yang baru diumumkan ini. Akhirnya jargon ekonomi kerakyatan yang diusung selama kampanye tinggal sebatas jargon. Faktanya, ke depan agenda ekonomi neo liberalisme akan terus berlanjut.
Perlu diketahui, setidaknya ada delapan agenda utama liberalisasi atau kini menjadi neoliberalisasi. Pertama: mendorong pasar bebas (free market). Kedua: privatisasi dengan melakukan penjualan BUMN. Ketiga: membuat deregulasi, yakni menghilangkan aturan yang membatasi perusahaan; misalnya peraturan perusahaan asing yang dilarang mendirikan pom bensin di Indonesia kini sudah dicabut. Keempat: liberalisasi dengan membuka pasar dan menghilangkan penghalang, seperti pajak yang membatasi ekspor dan impor. Kelima: pengurangan peran Pemerintah dalam pembangunan. Keenam: pengurangan pajak bagi kalangan menengah ke atas. Ketujuh: memotong pelayanan publik, seperti menyerahkan perusahaan air minum kepada swasta; privatisasi pendidikan, rumah sakit, dan sebagainya. Kedelapan: mengurangi segala bentuk subsidi barang seperti BBM, air, listrik, pangan, dsb.
Meski banyak wajah baru di dalam kabinet termasuk di dalam tim ekonomi, namun bukan berarti pemerintahan ke depan akan menjadi lebih pro rakyat dan meninggalkan agenda neoliberalisme. Karena kalaupun diasumsikan orang baru itu bukan penganut neolib –meski faktanya tidak demikian-, kerangka sistem ekonomi neo liberal itu telah dibangun melalui berbagai perundang-undangan yang dibuat. Begitu pula strukturnya juga sudah dibangun melalui sejumlah kebijakan yang diambil selama ini. Sejumlah undang-undang dan kebijakan yang ada begitu kental dengan aroma neoliberalisme, seperti UU SDA, UU Minerba, UU Penanaman Modal, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Sisdiknas, UU Kesehatan, UU tentang rumah sakit, kebijakan perpajakan, Peraturan Presiden No.111/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77/2007 tentang Daftar bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Permodalan, dsb.
Maka meski orang-orangnya banyak yang baru namun mereka hanya akan berjalan dalam kerangka sistem yang sudah dibentuk dan nantinya akan disempurnakan yaitu sistem neoliberalisme. Maka bisa dikatakan meski orangnya baru tapi rezimnya tetap rezim lama yaitu rezim neoliberalisme yang tidak pro rakyat.
Hal itu sudah bisa dilihat dari sejak sekarang. Dalam APBN 2010 yang sudah disahkan DPR pada 30 September lalu, yang disusun oleh orang-orang yang sekarang juga masih duduk di dalam kabinet, anggaran untuk BLT ternyata tidak ada, padahal program BLT dibanggakan dalam kampanye dan dijanjikan akan berlanjut. Subsidi obat generik yang pada APBN-P 2009 besarnya 350 miliar, pada APBN 2010 dihapus. Subsidi pangan dianggarkan 11,4 triliun menurun dari Rp 12,987 triliun pada APBN-P 2009. Jumlah itu diprediksi hanya cukup untuk melaksanakan program raskin 15 kg per bulan bagi 17,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 10 bulan. Subsidi pupuk yang di APBN-P 2009 sebesar 18,43 triliun dipangkas 7,13 triliun atau 38,68 % menjadi 11,3 triliun. Meskipun subsidi benih memang naik dari 1,315 triliun (APBN-P 2009) menjadi 1,6 triliun. Semua pengurangan subsidi itu adalah ciri khas agenda neolib. Ironisnya semua subsidi yang dipangkas itu sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat miskin dan petani. Maka di mana janji pengentasan kemiskinan yang digembar-gemborkan selama kampanye?
Penderitaan itu masih ditambah lagi dengan pengurangan subsidi listrik dari 47,546 triliun (APBN-P 2009) menjadi 37,8 triliun. Dengan berkurangnya subsidi itu maka pemerintah hampir bisa dipastikan akan menaikkan TDL listrik pada 2010 mendatang. Ironisnya subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP) ditetapkan sebesar 16,9 triliun. Padahal selama ini fasilitas fiskal itu lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha. Ironis, subsidi untuk rakyat kecil dan miskin dipangkas, sementara subsidi untuk orang kaya begitu besar.
Agenda-agenda neolib lainnya juga akan tetap berlanjut, seperti penjualan BUMN. Program privatiasasi BUMN yang “gagal” pada tahun 2009, bisa dipastikan akan dilanjutkan. Saat ini saja, pemerintah tengah bersiap-siap akan melego Pertamina.
Semua itu menjadi bukti bahwa pemerintahan baru ini hanyalah akan melanjutkan atau bahkan menyempurnakan agenda-agenda neoliberalisme. Ujung-ujungnya akan menyebabkan kesengsaraan rakyat banyak.
Selama ideologi kapitalisme neoliberalisme tetap dianut di negeri ini maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Yang berganti hanya orangnya saja sedangkan ideologi dan sistemnya tidak pernah berubah. Selama ideologi dan sistemnya tidak berubah maka perubahan mendasar dan perbaikan kehidupan masyarakat secara merata tidak akan terwujud. Karena secara ideologi, kapitalisme dan turunannya neo liberalisme memang tidak pro rakyat, melainkan pro kapitalis. Apa yang terjadi selama ini di negeri ini adalah buktinya. Masihkah kita memerlukan bukti yang lebih banyak lagi?
Wahai Kaum Muslim
Pemerintahan yang pro kepada rakyat dan memperjuangkan kemaslahatan rakyat hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam. Islam telah menggariskan bahwa pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum itu, bukan majikan. Artinya tugas pemimpin adalah melayani rakyatnya. Islam juga menegaskan dalam sabda Nabi saw:
«اَلإِِْمَامُ رَاعٍ فَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Seorang imam (pemimpin) pengatur dan pemeliharan urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi Nabi saw menegaskan bahwa tugas pemimpin adalah senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyat, bukan pemodal dan para kapitalis, layaknya penggembala memperhatikan gembalaannya. Artinya tugas pemimpin adalah merealisasi apapun yang mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat dan mencegah serta menghilangkan apapun yang bisa memudaratkan, membahayakan, menyusahkan dan menyengsarakan rakyat.
Untuk menjamin terealisasinya tugas itu, maka Islam mendatangkan sistem yaitu sistem Islam yang Allah jamin akan mendatangkan kehidupan. Allah SWT berfirman:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ[
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfâl [8]: 24)
Imam Ibn Katsir di dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, menyatakan bahwa yang dimaksud “yang memberi kehidupan kepada kamu” adalah yushlihukum (yang menjadikan kamu baik). Sementara itu, yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya tak lain adalah Islam. Jadi ini adalah jaminan Allah SWT, Zat Mahaadil Yang Tidak Akan Mengingkari JanjiNya, bahwa sistem Islam lah yang akan memberikan kehidupan, yaitu mendatangkan kebaikan bagi umat manusia. Tentu saja kebaikan itu hanya akan bisa diraih jika syariah Islam itu diterapkan oleh pemimpin yang saleh, dalam bingkai sistem Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Yaitu sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasulullah saw dan dipelihara oleh para sahabat dan generasi Islam dahulu. Sistem inilah yang telah terbukti mampu mendatangkan kemakmuran, kemuliaan, dan ketinggian bagi kaum Muslim khususnya, dan umat manusia pada umumnya, selama berabad-abad.
Wahai Kaum Muslim
Jika kita rindu dengan kehidupan mulia dan sejahtera, maka tidak ada jalan lain kecuali kita segera mewujudkan pemimpin yang menerapkan syariah Islam yang berasal dari Allah yang Maha Bijaksana dalam bingkai Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. WaLlâh a’lam bi ash-shawâb.[]
KOMENTAR:
Pelantikan Presiden RI 2009 – 2014: Menuju Kemakmuran Indonesia (Republika, 20/10/09)
Kapitalisme melahirkan kemakmuran hanya bagi segelintir orang. Islam memberikan kemakmuran kepada semua orang.
Langganan:
Postingan (Atom)