Pemerintahan Baru: Lanjutkan Neoliberalisme
[Al-Islam 477] Kabinet 2009-2014 baru saja diumumkan. Sebagian pihak menilai susunan kabinet baru ini sudah tepat karena telah mencerminkan kerterwakilan kelompok politik yang disandingkan dengan pelibatan orang-orang profesional.
Namun sejumlah pihak menilai penyusunan kabinet yang diawali dengan pentas audisi calon menteri itu justru menjadi semacam antiklimaks dari harapan masyarakat akan pemerintahan profesional yang berpihak kepada rakyat dan semangat yang selama ini didengungkan.
Perlu diingat, dalam kampanye, pasangan presiden terpilih menjanjikan pengentasan kemiskinan melalui dua jalur. Pertama: meningkatkan ekonomi yang meliputi pertumbuhan, sektor riil, investasi, revitaliasasi pertanian dan ekonomi pedesaaan. Kedua: intervensi Pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan mendorong usaha mikro.
Pasangan SBY-Boediono juga berjanji akan meningkatkan pertumbuhan hingga 7%, pengangguran menurun 5-6%, stabilitas harga dijaga, Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus dijaga, disamping janji-janji lainnya. Janji-jani itulah yang membentuk besarnya harapan rakyat yang digantungkan kepada keduanya. Untuk memenuhi janji itu, langkah pertama dan menentukan adalah memilih para menteri yang bisa mewujudkannya.
Masarakat mengharapkan kabinet lebih banyak dari kalangan profesional sebagai bentuk keinginan kuat masyarakat agar ada perubahan dalam kinerja Pemerintah. Kabinet yang banyak diisi dari kalangan partai dianggap kurang berhasil dalam menjalankan amanat pemerintahan. Rakyat ingin ada perbaikan dari berbagai bidang seperti masalah kemiskinan, pengangguran serta pendidikan. Menteri dari kalangan partai dinilai akan banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dan partai.
Namun rakyat yang mengharapkan kabinet lebih banyak diisi kalangan profesional dan memiliki pengalaman di bidangnya itu, akhirnya harus gigit jari dan melipat kembali harapan itu. Rakyat dipaksa menerima para menteri khususnya bidang ekonomi, terutama pos yang berkait langsung dengan sektor riil, dari hasil kompromi politik. Faktor lobi dan kepentingan partai politik ternyata masih lebih kental. Harapan publik akan adanya kabinet yang profesional masih sebatas janji.
Lebih dari itu agaknya masyarakat juga harus sudah bersiap untuk kembali menelan kekecewaan akan harapan pemenuhan janji pengentasan kemiskinan dan perbakan kesejahteraan masyarakat luas. Pasalnya kabinet yang baru ini tetap kental dengan corak neoliberalisme. Hal itu terlihat dari komosisi kabinet yang masih diisi oleh orang-orang yang dikenal sebagai bagian neolib dan bahkan menduduki posisi kunci. Padahal neo liberalisme yang berpangkal pada ideologi kapitalisme itu justru menjadi pangkal dari masalah kemiskinan dan masalah kesejahteraan hidup yang mendera masyarakat.
Tetap bertahannya orang-orang neolib di kabinet itu memang sudah diprediksi sebelumnya, mengingat rekam jejak pasangan presiden-wapres selama ini. Prediksi itu akhirnya diperteguh dengan susunan kabinet yang baru diumumkan ini. Akhirnya jargon ekonomi kerakyatan yang diusung selama kampanye tinggal sebatas jargon. Faktanya, ke depan agenda ekonomi neo liberalisme akan terus berlanjut.
Perlu diketahui, setidaknya ada delapan agenda utama liberalisasi atau kini menjadi neoliberalisasi. Pertama: mendorong pasar bebas (free market). Kedua: privatisasi dengan melakukan penjualan BUMN. Ketiga: membuat deregulasi, yakni menghilangkan aturan yang membatasi perusahaan; misalnya peraturan perusahaan asing yang dilarang mendirikan pom bensin di Indonesia kini sudah dicabut. Keempat: liberalisasi dengan membuka pasar dan menghilangkan penghalang, seperti pajak yang membatasi ekspor dan impor. Kelima: pengurangan peran Pemerintah dalam pembangunan. Keenam: pengurangan pajak bagi kalangan menengah ke atas. Ketujuh: memotong pelayanan publik, seperti menyerahkan perusahaan air minum kepada swasta; privatisasi pendidikan, rumah sakit, dan sebagainya. Kedelapan: mengurangi segala bentuk subsidi barang seperti BBM, air, listrik, pangan, dsb.
Meski banyak wajah baru di dalam kabinet termasuk di dalam tim ekonomi, namun bukan berarti pemerintahan ke depan akan menjadi lebih pro rakyat dan meninggalkan agenda neoliberalisme. Karena kalaupun diasumsikan orang baru itu bukan penganut neolib –meski faktanya tidak demikian-, kerangka sistem ekonomi neo liberal itu telah dibangun melalui berbagai perundang-undangan yang dibuat. Begitu pula strukturnya juga sudah dibangun melalui sejumlah kebijakan yang diambil selama ini. Sejumlah undang-undang dan kebijakan yang ada begitu kental dengan aroma neoliberalisme, seperti UU SDA, UU Minerba, UU Penanaman Modal, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Sisdiknas, UU Kesehatan, UU tentang rumah sakit, kebijakan perpajakan, Peraturan Presiden No.111/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.77/2007 tentang Daftar bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Permodalan, dsb.
Maka meski orang-orangnya banyak yang baru namun mereka hanya akan berjalan dalam kerangka sistem yang sudah dibentuk dan nantinya akan disempurnakan yaitu sistem neoliberalisme. Maka bisa dikatakan meski orangnya baru tapi rezimnya tetap rezim lama yaitu rezim neoliberalisme yang tidak pro rakyat.
Hal itu sudah bisa dilihat dari sejak sekarang. Dalam APBN 2010 yang sudah disahkan DPR pada 30 September lalu, yang disusun oleh orang-orang yang sekarang juga masih duduk di dalam kabinet, anggaran untuk BLT ternyata tidak ada, padahal program BLT dibanggakan dalam kampanye dan dijanjikan akan berlanjut. Subsidi obat generik yang pada APBN-P 2009 besarnya 350 miliar, pada APBN 2010 dihapus. Subsidi pangan dianggarkan 11,4 triliun menurun dari Rp 12,987 triliun pada APBN-P 2009. Jumlah itu diprediksi hanya cukup untuk melaksanakan program raskin 15 kg per bulan bagi 17,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 10 bulan. Subsidi pupuk yang di APBN-P 2009 sebesar 18,43 triliun dipangkas 7,13 triliun atau 38,68 % menjadi 11,3 triliun. Meskipun subsidi benih memang naik dari 1,315 triliun (APBN-P 2009) menjadi 1,6 triliun. Semua pengurangan subsidi itu adalah ciri khas agenda neolib. Ironisnya semua subsidi yang dipangkas itu sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat miskin dan petani. Maka di mana janji pengentasan kemiskinan yang digembar-gemborkan selama kampanye?
Penderitaan itu masih ditambah lagi dengan pengurangan subsidi listrik dari 47,546 triliun (APBN-P 2009) menjadi 37,8 triliun. Dengan berkurangnya subsidi itu maka pemerintah hampir bisa dipastikan akan menaikkan TDL listrik pada 2010 mendatang. Ironisnya subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP) ditetapkan sebesar 16,9 triliun. Padahal selama ini fasilitas fiskal itu lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha. Ironis, subsidi untuk rakyat kecil dan miskin dipangkas, sementara subsidi untuk orang kaya begitu besar.
Agenda-agenda neolib lainnya juga akan tetap berlanjut, seperti penjualan BUMN. Program privatiasasi BUMN yang “gagal” pada tahun 2009, bisa dipastikan akan dilanjutkan. Saat ini saja, pemerintah tengah bersiap-siap akan melego Pertamina.
Semua itu menjadi bukti bahwa pemerintahan baru ini hanyalah akan melanjutkan atau bahkan menyempurnakan agenda-agenda neoliberalisme. Ujung-ujungnya akan menyebabkan kesengsaraan rakyat banyak.
Selama ideologi kapitalisme neoliberalisme tetap dianut di negeri ini maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Yang berganti hanya orangnya saja sedangkan ideologi dan sistemnya tidak pernah berubah. Selama ideologi dan sistemnya tidak berubah maka perubahan mendasar dan perbaikan kehidupan masyarakat secara merata tidak akan terwujud. Karena secara ideologi, kapitalisme dan turunannya neo liberalisme memang tidak pro rakyat, melainkan pro kapitalis. Apa yang terjadi selama ini di negeri ini adalah buktinya. Masihkah kita memerlukan bukti yang lebih banyak lagi?
Wahai Kaum Muslim
Pemerintahan yang pro kepada rakyat dan memperjuangkan kemaslahatan rakyat hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam. Islam telah menggariskan bahwa pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum itu, bukan majikan. Artinya tugas pemimpin adalah melayani rakyatnya. Islam juga menegaskan dalam sabda Nabi saw:
«اَلإِِْمَامُ رَاعٍ فَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Seorang imam (pemimpin) pengatur dan pemeliharan urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi Nabi saw menegaskan bahwa tugas pemimpin adalah senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyat, bukan pemodal dan para kapitalis, layaknya penggembala memperhatikan gembalaannya. Artinya tugas pemimpin adalah merealisasi apapun yang mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat dan mencegah serta menghilangkan apapun yang bisa memudaratkan, membahayakan, menyusahkan dan menyengsarakan rakyat.
Untuk menjamin terealisasinya tugas itu, maka Islam mendatangkan sistem yaitu sistem Islam yang Allah jamin akan mendatangkan kehidupan. Allah SWT berfirman:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ[
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfâl [8]: 24)
Imam Ibn Katsir di dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, menyatakan bahwa yang dimaksud “yang memberi kehidupan kepada kamu” adalah yushlihukum (yang menjadikan kamu baik). Sementara itu, yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya tak lain adalah Islam. Jadi ini adalah jaminan Allah SWT, Zat Mahaadil Yang Tidak Akan Mengingkari JanjiNya, bahwa sistem Islam lah yang akan memberikan kehidupan, yaitu mendatangkan kebaikan bagi umat manusia. Tentu saja kebaikan itu hanya akan bisa diraih jika syariah Islam itu diterapkan oleh pemimpin yang saleh, dalam bingkai sistem Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Yaitu sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasulullah saw dan dipelihara oleh para sahabat dan generasi Islam dahulu. Sistem inilah yang telah terbukti mampu mendatangkan kemakmuran, kemuliaan, dan ketinggian bagi kaum Muslim khususnya, dan umat manusia pada umumnya, selama berabad-abad.
Wahai Kaum Muslim
Jika kita rindu dengan kehidupan mulia dan sejahtera, maka tidak ada jalan lain kecuali kita segera mewujudkan pemimpin yang menerapkan syariah Islam yang berasal dari Allah yang Maha Bijaksana dalam bingkai Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. WaLlâh a’lam bi ash-shawâb.[]
KOMENTAR:
Pelantikan Presiden RI 2009 – 2014: Menuju Kemakmuran Indonesia (Republika, 20/10/09)
Kapitalisme melahirkan kemakmuran hanya bagi segelintir orang. Islam memberikan kemakmuran kepada semua orang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
-
▼
2009
(21)
-
▼
Oktober
(13)
- Keadilan menurut Ibn Taimiyah
- belajar dari FIS dari al jazaer dan Hasan al banna...
- Pemerintahan Baru: Lanjutkan Neoliberalisme [Al-I...
- Yahudi dan akhir Zaman menurut Al Quran dan Al kitab
- NOBEL BAGI OBAMA, IRONI BAGI DUNIA ISLAM Komite N...
- MEWASPADAI DATANGNYA MUSIBAH LAIN
- Islam, Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan...
- Islam, Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan...
- RAIH TAKWA, SONGSONG TEGAKNYA SYARIAH DAN KHILAFAH
- Berharap pada DPR baru ?
- Dunia islam harus bangkit
- sejarah kepemimpinan islam
- ketakutan barat akan khilafah
-
▼
Oktober
(13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar