Masukkan Code ini K1-43E2AC-4
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

kumpulblogger

Sabtu, 24 Oktober 2009

MEWASPADAI DATANGNYA MUSIBAH LAIN

MEWASPADAI DATANGNYA MUSIBAH LAIN

[Al-Islam 475] Sudah lebih dari sepekan lalu ‘Gempa Sumatra’ terjadi. Korban tewas akibat gempa berkekuatan 7.6 skala ritcher itu terus bertambah. Berdasarkan data dari Satkorlak Penanggulangan Bencana Sumatera Barat (4/10), korban tewas berjumlah 603 orang. Kemungkinan korban tewas bisa mencapai 1.000 orang. Korban luka-luka juga terus mengalami peningkatan; yang luka berat sebanyak 412 orang dan luka ringan sebanyak 2.093 orang. Adapun korban yang mengungsi sebanyak 736 orang (Republika Online, 4/10/2009).

Namun, Pemerintah seperti tidak mau belajar. Seperti sudah menjadi kebiasaan, penanganan korban gempa oleh Pemerintah selalu terlambat. Buktinya, meski ribuan orang selamat, sebagiannya—terutama para pengungsi—tetap menderita. Pasalnya, meski telah enam hari pasca gempa, distribusi bantuan gempa terkesan lamban, padahal akses jalan ke sejumlah kabupaten dan kecamatan telah lancar. Akibatnya, sebagian besar korban gempa kini mulai mengaku kelaparan. Menurut warga, jangan bantuan sembako, tenda plastik darurat untuk berteduh pun tidak mereka dapatkan. Jika kondisi ini berlanjut, bukan tidak mungkin nasib yang lebih buruk akan menimpa mereka, terutama anak dan balita. “Jangankan susu bubuk untuk bayi, beras pun belum pernah kami terima walau hanya satu kilogram. Kalau terus begini, bayi kami bisa kelaparan dan meninggal dunia,” keluh Siswandi warga Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman (5/10). “Biarlah rumah kami hancur diterjang gempa, yang penting anak-anak kami selamat…,” keluh Ibu Aisah yang mempunyai balita usia dua tahun (Detiknews, 5/10/2009).

Pemerintah Harus Bertindak Cepat

Seorang Muslim tentu memiliki kewajiban untuk menolong dan membantu saudara-saudaranya yang sedang ditimpa kesulitan, termasuk akibat gempa. Jamaah, organisasi massa dan partai Islam juga memiliki tanggung jawab yang sama, bahkan lebih besar. Namun demikian, tanggung jawab terbesar sesungguhnya ada di pundak Pemerintah sebagai pengurus, pelayan dan pelindung rakyat. Pemerintah semestinya memiliki departemen atau direktorat khusus penanggulangan bencana yang senantiasa stand by dalam menangani bencana dan korbannya.

Dalam Khilafah Islam, pendanaan untuk penanggulangan bencana diambilkan dari pos pendapatan fai’, kharaj dan harta pemilikian umum (lihat: Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, hlm. 18). Jika kas Baitul Mal sedang kosong maka Khalifah sebagai kepala negara menghimbau rakyat kaum Muslim untuk mengulurkan bantuan uang maupun barang. Jika uluran bantuan rakyat tidak mencukupi, negara bisa menarik pajak khusus untuk penanggulangan bencana kepada para wajib pajak. Dengan demikian, negara akan segera dapat mengatasi masalah tersebut dengan cepat tanpa harus kekurangan dana.

Sabar Menghadapi Musibah dan Keutamaannya

Musibah/bencana seperti gempa memang pasti menimbulkan penderitaan. Namun demikian, bagi seorang Muslim, di balik musibah sesungguhnya ada keutamaan, tentu jika musibah itu disikapi dengan kesabaran. Keutamaan yang dimaksud antara lain:

1. Terhapusnya dosa dan kesalahan.

Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:

«مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»

Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang Mukmin hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

«مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ»

Cobaan senantiasa akan menimpa seorang Mukmin dan Mukminah—baik menimpa dirinya, anaknya maupun hartanya—hingga ia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa (HR at-Tirmidzi).

2. Memperoleh pahala dan keridhaan Allah.

Anas ra. meriwayatkan sebuah hadis secara marfû’, “Sesungguhnya besarnya pahala bergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Siapa saja yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah…”

3. Mendorong untuk ber-taqarrub dan banyak beribadah kepada Allah SWT.

Betapa banyak Muslim yang setelah ditimpa musibah terdorong untuk ber-taqarrub kepada Allah dan berdoa/beribadah kepada-Nya, yang semua itu tak pernah ia lakukan sebelum tertimpa musibah (QS Fushilat [41]: 51).

4. Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan.

Rasulullah saw. bersabda:

«مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ»

Siapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya (HR al-Bukhari).

Selain itu, orang-orang yang sabar dalam menghadapi musibah akan mendapatkan shalawat dan rahmat dari Allah SWT (QS Ali Imran [33: 155-157; diberi pahala tanpa batas (QS); akan selalu bersama Allah (QS al-Baqarah [2]: 153), dan Allah mencintainya (QS Ali Imran [3]; 146).

Lebih dari Sekadar Sabar

Lebih dari sekadar keharusan untuk bersabar, dalam menghadapi musibah ini selayaknya setiap Muslim hendaknya:

1. Iman dan ridha terhadap ketentuan (takdir) Allah.

Allah SWT berfirman:

]مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ[

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS al-Hadid [57]: 22).

2. Memperbanyak berdoa dan berzikir kepada Allah SWT.

Rasulullah saw. mengajarkan doa bagi orang yang tertimpa musibah:

«اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا»

Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya (HR Ahmad).

Selain berdoa, berzikir akan dapat menenteramkan hati (QS ar-Ra’du [13] : 28).

3. Tetap berikhtiar.

Mengimani takdir bukan berarti tidak berikhtiar. Saat terjadi wabah penyakit di Syam, Umar bin al-Khaththab segera berupaya keluar dari negeri tersebut. Ketika ditanya, ”Apakah kamu hendak lari dari takdir Allah?” Umar menjawab, ”Ya, aku lari dari takdir Allah untuk menuju takdir-Nya yang lain.”

Rasulullah saw. pun memberikan petunjuk bahwa segala bahaya (madarat) wajib untuk dihilangkan. Misalnya logistik, tempat tinggal, masjid dan sekolah yang hancur harus diupayakan kembali keberadaannya. Dalam hal ini, tanggung jawab Pemerintah sangatlah besar.

4. Bertobat.

Adakalanya musibah yang menimpa adalah akibat dari dosa yang diperbuat manusia (QS asy-Syura [42]: 30). Karena itu, sudah seharusnya seseorang yang terkena musibah segera bertobat kepada Allah SWT dengan tobat yang sebenar-benarnya. Nabi saw. bersabda:

«كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»

Setiap anak Adam adalah pendosa. Sebaik-baik pendosa adalah orang yang suka bertobat (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad dan ad-Darimi).

5. Tetap Istiqamah dalam Islam.

Dalam setiap musibah, selalu ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya untuk tujuan jahat. Misalnya kristenisasi. Caranya adalah dengan memberikan bantuan logistik, medis, uang, rumah dan sebagainya. Semua itu tidaklah diberikan dengan tulus, melainkan ada maksud keji di baliknya. Ujung-ujungnya, orang-orang kafir itu ingin sekali memurtadkan orang Islam. Di sinilah seorang Muslim dituntut untuk bersikap istiqamah (QS Hud [11] : 112).

Mewaspadai Datangnya Musibah Lain

Nabi saw., sebagaimana penuturan Ibn Umar ra., pernah mewanti-wanti kita terkait dengan kemungkinan datangnya sejumlah musibah/bencana (lain) yang menghampiri kita. Beliau bersabda:

«خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ إِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ»

Ada lima perkara (yang harus kalian waspadai)—aku berlindung kepada Allah, jangan sampai hal itu menimpa kalian: 1. Tidaklah kekejian (perzinaan) muncul pada suatu kaum dan mereka melakukannya secara terang-terangan, kecuali akan muncul berbagai wabah dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada orang-orang sebelum mereka. 2. Tidaklah suatu kaum berbuat curang dalam hal timbangan dan takaran (jual-beli), melainkan mereka akan diazab dengan paceklik, kesusahan hidup dan kezaliman penguasa. 3. Tidaklah suatu kaum enggan membayar zakat, melainkan mereka akan dicegah dari turunnya hujan dari langit; jika bukan karena binatang ternak, niscaya hujan itu tidak akan diturunkan. 4. Tidaklah para pemimpin mereka melanggar penjanjian Allah dan Rasul-Nya, kecuali Alah akan menjadikan musuh menguasai mereka, lalu merampas sebagian yang ada dari apa yang ada di tangan mereka. 5. Tidaklah mereka meninggalkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan perselisihan di antara mereka (HR Ibnu Majah).

Peringatan Baginda Nabi saw. ini semestinya menjadikan kita khawatir dan takut. Karena itu, kelima perkara yang diisyaratkan dalam hadis ini wajib harus dihindari. Perzinaan harus segera diberantas sampai ke akar-akarnya (bukan malah dilokalisasi dan dipelihara); ekonomi curang harus segera ditinggalkan (termasuk segala transaksi yang didasarkan pada ekonomi kapitalis seperti perbankan ribawi, bursa saham dan valas, utang luar negeri, privatisasi BUMN, dll); zakat harus segera ditunaikan; perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya tidak boleh dilanggar; dan hukum-hukum Allah yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah harus segera diterapkan oleh negara. Jika tidak, berarti kita sedang menantang datangnya musibah yang lebih dahsyat, sebagaimana diisyaratkan Baginda Nabi saw. di atas. Jika demikian, betapa sombong dan bodohnya kita. Wal ‘iyâdzu billâh! []

Tidak ada komentar:

Pengikut