Islam, Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan Barat (1)
PENGANTAR
Delapan puluh delapan tahun sudah, sejak keruntuhan mahkotanya, kehancuran Khilafahnya dan penjajahan Barat kafir atas negeri-negrinya umat Islam melewati masa-masa sulitnya…Delapan puluh depalan tahun sudah Barat kafir menjauhkan Islam dari kepemerintahan setelah terlebih dahulu menyempitkan wilayahnya dan mencabut unsur-unsur kekuatan di dalamnya; akidah yang menjadi landasan berfirkir dan aktifitasnya (al-‘aqîdah al-siyâsiah), sistem kehidupan yang komprehensif, Khilafah dan jihad. Barat kafir telah benar-benar mengubah dan mengganti agama ini setelah terlebih dulu mencetak corak ‘aqliyah (pola pikir) kaum Muslim dengan sebuah corak baru yang berdiri diatas dasar kaedah-kaedah pemikiran (al-Qawâid al-fikriyah) yang sama sekali terputus hubungan (al-munqathi’at al-shilah) dengan Allah . Lebih parah lagi, hal ini ternyata dibantu oleh para ‘ulamâ’ sû (ulama buruk yang mabuk dunia) yang berfatwa sesuai dengan kaedah-kaedah pemikiran Barat kafir. Sehingga, hasilnya adalah fatwa-fatwa yang sesat dan menyasatkan (dhâllah mudhillah) umat Islam. Delapan puluh delapan tahun sudah Barat kafir memaksakan undang-undang yang menjijikkan buatan mereka atas kaum Muslim dan menyerahkan kaum Muslim kepada para penguasa antek yang penuh dengan keburukan; penguasa-penguasa antek yang mereka jadikan sebagai ekor dan mereka gerakkan untuk membantai umat Islam dan merampas seluruh kekayaannya. Sehingga, akibat kebejatan penguasa-penguasa antek itu, umat ini tertimpa bencana yang tiada tara besarnya; pembantaian, pemenjaraan, penyiksaan, pengasingan, pengisolasian, penghinaan, pemiskinan, pembodohan, pengrusakan dan penyesatan…Delapan puluh delapan tahun sudah perjalanan penyiksaan umat Islam di tengah jalan yang penuh dengan kepedihan, air mata dan konspirasi atas mereka, dan hal ini masih terus berlangsung hingga kini.
Akan tetapi, setelah lewat delapan puluh delapan tahun, umat ini mulai menyadari bahwa mereka telah berbuat zhalim terhadap diri mereka sendiri dengan sebab menjauh dari pemahaman dan penerapan Islam yang benar, yang karenanya, umat ini mengarungi masa-masa kehidupan yang amat sempit (ma’îayat[an) dhank[an]) sebagai mana dituturkan al-Quran al-Karim sebagai akibat berpaling dari dzikir Allah, syari’at Allah dan hukum Allah . Umat Islam kini telah menyadari bahwa tiada jalan keluar dari semua itu kecuali dengan Khilafah Rasyidah. Karena itu, tekadnya semakin kuat untuk mewujudkan cita-citanya ini, dan mereka benar-benar optimis akan keterwujudannya meskipun berbagai rintangan mereka hadapi. Semetara itu, kaum Barat kini hampir saja gila akibat takut kembalinya Khilafah yang akan menghancurkan-leburkan hadharah (peradaban) mereka.
Inilah yang kita saksikan pada hari ini di berbabagi negeri kaum Muslim; Afganistan, Irak, Palestina, Somalia, Kasymir, Turikistan dan Chechnya. Inilah satu tujuan yang telah menjadi cita-cita seluruh kaum Muslim, yakni mengubah keberadaan mereka dengan cara benar-benar kembali kepada Allah melalui jalan Khilafah Rasyidah. Sementara itu, satu-satunya pikiran yang telah menghantui Barat kafir adalah mencegah kembalinya Khilafah Rasyidah ini. Inilah hakekat pertarungan antara kaum Muslim melawan kaum Barat kafir. Sementara itu, semua slogan-slogan yang selama ini mereka gembar-gemborkan; perang melawan teroris (war on terorism), melawan ekstrimis dan lain sebagainya, tak ubahnya hanya untuk menaburkan debu ke dalam mata (dzarr al-ramâd fî al-‘uyûn).
Umat Islam kini melihat pada sebuah perubahan yang fundamental lagi menyeluruh, mereka benar-benar dipenuhi harapan, harapan akan bebas dari segala bencana yang selama ini telah dan sedang melandanya. Harapan umat ini sesuai dengan janji Rasulullah bahwa kelak di akhir masa akan tegak sebuah negara Khilafah Rasyidah. Dan harapan ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh pakar-pakar Barat kafir yang menghawatirkan kembalinya abad ke enam dan ke tujuh pada masa Nabi , dihidupkannya kembali Khilafah, yang sering mereka sebut dengan ‘kerajaan’ Islam yang membentang luas. Dan harapan ini tentu saja sesuai dengan yang didakwahkan Hizbut Tahrir yakni penegakan Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti manhaj kenabian dan sesuai dengan apa yang selama ini diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir dengan penuh kekonsistenan.
Ya Allah, dakwah ini adalah dakwah-Mu dan pertolongan adalah pertolongan-Mu. Kami semua selalu taat kepada perintah-Mu. Ya Allah, muliakanlah kami dengan Khilafah Rasyidah yang akan memuliakan Islam dan kaum Muslim, yang akan menghinakan kekufuran dan kaum kafir, dan jadikanlah Khilafah itu sebagai pintu gerbang berbondong-bondongnya manusia masuk ke dalam agama-Mu, dan wujudkanlah di atas pangkuannya seluruh kabar gembira yang telah Engkau kabarkan. Amin. (sumber : majalah alwaie arab edisi khusus)
ISLAM DI MATA BARAT
Inilah sikap yang telah diputuskan dan telah ditetapkan sejak dahulu dalam pemikiran Barat dan akal para pemimpinnya. Sebuah sikap yang telah biasa dijalankan oleh orang-orang Barat dan para pengiktunya dengan penuh keyakinan dan kepuasan, dengan penuh keinginan, kesadaran, dan kesengajaan. Ini bukan perkara baru. Permusuhan terhadap kaum Muslim ini akan tetap selalu terpendam dan terus tumbuh mengakar di dalam relung jiwa kaum kafir semenjak Allah menuturkan karakter mereka di dalam Al-Quran;
“Dan Sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar. Padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. dan Sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.(TQS. Ibrahim: 46)
Musuh-musuh itu telah dengan terang-terangan dalam permusuhan ini selam berabad-abad lamanya. Karenanya ketika tentara mereka mengenakan pakaian perangnya dan datang untuk menjajah negeri-negeri Islam, mereka berteriak dengan sekuat suaranya, “Ibuku, selesaikan-lah sembahyangmu…, jangan engkau menangis…, tetapi tersenyum dan berharaplah…., aku berangkat ke Tripoli… dengan penuh kegembiraan dan kesenangan… akan aku curahkan darahku untuk memusnahkan umat terlaknat…akan aku perangi agama Islam….aku akan berperang dengan sekuat tenaga demi menghapus al-Quran…”.
Barat telah membangun hubungan dengan kita di atas satu dasar; bahwa, perang Salib masih terus berlangsung. Dengan demikian, permusuhan Barat terhadap dunia Arab dan Islam sesungguhnya adalah permsuhan agama dan hadharah (peradaban) yang selama ini telah mengakar di dalam jiwa kaum Barat dan para pendukungnya. Peperangan mereka atas kita itu akan terus berlangsung agar raksasa Islam (yang mereka hatairkan itu) tidak muncul kembali.
Dalam bukunya, al-Islâm ‘alâ Muftaraq al-Thuruq, mengatakan, “Kebencian ini sungguh selalu memenuhi jiwa bangsa Barat tiap kali disebut kata Muslim. Hal ini telah merasuk ke dalam peribahasa-pribahasa mereka, sehingga hal ini telah tertancap kuat kedalam hati setiap orang Eropa, laki-laki maupun wanita. Dan yang lebih aneh lagi, semua ini masih terus hidup di dalam hati mereka meskipun telah berlangsung masa-masa pergantian (tabaddul) tsaqâfah (kultur dan peradaban). Setelah itu, perasaan keagamaan baru mulai memadam…Akan tetapi permusuhan terhadap Islam masih terus berlangsung…Selanjutnya, sikap meremehkan yang telah mentradisi itu mulai merasuk dalam bentuk faksionalis yang tidak rasional kedalam kajian-kajian ilmiah mereka. Sehingga, meremehkan Islam adalah merupakan bagian fundamental dalam pemikiran Eropa”. Ini-lah yang muncul dari lisan mereka. Padahal, apa yang tersimpan di dalam dada mereka jauh lebih besar (wamâ tukhfî shudûruhum akbar).
, ketua organisasi missionaris dalam sebuah konfrensi kaum missionaris di al-Qusd yang diselenggarakan pada tahun 1935 M, mengatakan “Tugas kaum missionaris yang ditekankan kepada kalian oleh negara-negara Kristiani untuk dijalankan di negara-negara Muhammad (Islam. peny) sesungguhnya bukan memasukkan kaum Muslim ke dalam agama Kristen. Sebab, itu artinya memberikan petunjuk dan penghormatan kepada mereka. Akan tetapi, tugas kalian adalah mengeluarkan kaum Muslim dari Islam-nya, sehingga ia tidak memiliki hubungan lagi dengan Allah. Dengan demikian, mereka tidak akan ada lagi hubungan dengan akhlak yang menjadi tonggak berdirinya umat dalam kehidupannya. Karena itu, dengan aktifitas ini, kalian akan menjadi cikal-bakal terbukanya penjajahan di kerajaan-kerajaan Islam. Sebab, kalian telah mempersiapkan semua pikiran mereka untuk ikut serta berjalan di jalan yang kalian tempuh; yakni agar tidak kenal lagi dengan hubungannya dengan Allah dan tidak memiliki keinginan lagi untuk mengenalnya. Dengan demikian, kalian telah mengeluarkan kaum Muslim dari Islam, akan tetapi kalian tidak memasukkannya ke dalam agama Kristen (Masîhiyah). Dan pada saat itulah, lahir generasi Islam yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kaum penjajah; tidak pernah memperhatikan hal-hal yang besar, gemar bersenang-senang, bermalas-malasan dan selalu ingin menuruti syahwatnya dengan berbagai cara, sehingga syahwat itulah yang menjadi tujuan dalam kehidupannya. Jadi, jika mereka belajar, tak lain adalah kerena syahwat, jika mereka mengumpulkan harta juga karena syahwat dan jika menempati posisi yang tinggi lagi-lagi dalam jalan syahwat, mereka menjadi orang-orang yang loyal untuk mengorbankan segalanya demi tercapainya syahwat. Wahai para missionaris, tugas kalian akan benar-benar sampurna jika kalian mampu melaksanakan semua ini”.
Dalam sebuah artikelnnya yang dipublikasikan dalam surat kabar al-‘Âlam al-Islâmy al-Tabsyîriyah, mengatakan, “Tidak pernah dijumpai sama sekali ada suatu bangsa Kristiani yang telah masuk ke dalam Islam kemudian kembali menjadi Nasrani. Jadi, Islam adalah satu-satunya bahaya yang menghadang keberlangsungan Zionisme dan Israel”.
Seorang missionaris, , mengatakan, “Kita harus menggunakan al-Quran. Sebab, al-Quran adalah sebuah sejata yang paling ampuh yang ada di dalam Islam untuk melawan Islam itu sendiri, sehingga kita benar-benar mampu menghancurkan Islam. Kita harus menjelaskan kepada kaum Muslim bahwa sesungguhnya kebenaran yang ada di dalam al-Quran bukan perkara baru, sementara, perkara baru yang ada di dalam al-Quran sesungguhnya bukan perkara yang benar”.
Seorang missionaris lain, mengatakan, “Kapan jika al-Quran dan kota Makkah telah tertutupi dari negeri-negeri Arab, ketika itulah kita akan dapat melihat bangsa Arab masuk ke dalam hadhârah (peradaban) Barat dan menjauah dari Muhammad dan kitabnya”.
mengatakan, “Islam-lah sesungguhnya satu-satunya tembok pertahanan yang menghadang penjajahan Eropa”.
dalam bukunya, al-Âlam al-‘Araby al-Mu’âshir, mengatakan, “Ketakutan kita terhadap bangsa Arab serta perhatian besar kita kepada umat Arab sesungguhnya tidak lahir akibat adanya sumber minyak yang melimpah di sana. Tetapi, karena Islam”.
mengatakan, “Peperangan Salib sesungguhnya tidak untuk menyelamatkan al-Quds, akan tetapi untuk menghancurkan Islam”.
menegaskan, “Orang-orang Kristiani harus kerja sama dengan Yahudi untuk menghancurkan Islam yang membebaskan bumi suci (al-Ardh al-Muqaddasah). (Nasyrah al-Ta’âyusy al-Masybûh: Hal. 4)
, raja Prancis yang tawan di Dâr Ibn Luqmân di al-Manshurah, dalam sebuah dokumen yang tersimpan di Dâr al-Watsâ’iq al-Qaumiyah (Kantor Dokumen Nasional) Paris mengatakan, “Sesungguhnya tidak mungkin dapat mengalahkan kaum Muslim melalui peperangan. Akan tetapi, kita dapat mengalahkan mereka dengan melalui cara politik sebagai berikut:
-->Menyebarkan perpecahan diantara pemimpin kaum Muslim. Jika telah terjadi, dengan semaksimal mungkin harus dilakukan sebuah tindakan-tindakan yang akan menjadikan perpecahan itu semakin melebar. Sehingga hal ini menjadi faktor yang akan melemahkan kaum Muslim.
-->Mencegah berdirinya pemerintahan yang baik di negeri-negeri Islam dan Arab
-->Menghancurkan sistem kepemerintahan di negeri-negeri Islam dengan suap, kerusakan dan wanita. Sehingga pudarlah kaedah kehidupan mereka dari tujuan yang tingginya.
-->Menghalangi lahirnya sebuah tentara yang percaya akan kewajibannya terhadap tanah air dan yang rela berkorban demi ideologinya.
-->Berusaha menghalangi berdirinya persatuan Arab di wilayah Arab.
-->Berusaha mendirikan negara Barat di wilayah Arab yang membentang diantara Gaza selatan, Antioch Utara kemudian mengarah ke Timur dan membentang sampai ke Barat.
(tokoh missionaris di Inggris) mengatakan, “Islam telah kehilangan dominasinya atas kehidupan sosial kaum Muslim. Sementara, wilayah kekuasaannya semakin menyempit sedikit demi sedikit hingga tinggal ritual-ritual yang amat sempit. Semua ini semakin beranjak sampurna tanpa adanya sebuah kesadaran sedikitpun. Perkembangan itu kini telah benar-benar jauh dan tidak mungkin akan kembali lagi. Akan tetapi, kesuksesan perkembangan ini sangat tergantung dengan para tokoh dan pemimpin kaum Muslim, terlebih para pemudanya. Semua itu tak lain adalah buah hasil kegiatan pendidikan dan tsaqafah libral”.
Orang-orang Inggris menyebut serangan militer mereka atas al-Quds pada saat perang dunia pertama sebagai perang Salib. , dalam bukunya, Hayât al-Masîh al-Sya’biyah, mengatakan, “Selama itu perang Salib selalu membawa kegagalan. Akan tetapi peristiwa besar telah terjadi setelah itu, yakni pada saat Inggris mengirimkan pasukan Salibnya yang kedelapan. Pada kali ini telah benar-benar berhasil. Serangan Allenby atas al-Quds pada saat perang dunia pertama adalah serangan pasukan Salib yang kedelapan sekaligus yang terakhir. Oleh sebab itu, surat kabar Inggris menyebarkan foto Allenby dan di bawahnya tertulis sebuah ungkapan Allenby pada saat menaklukkan al-Quds yang amat terkenal, “Pada hari ini-lah, perang Salib telah usai”.
Berbagai surat kabar memberitakan bahwa ini bukan sikap Allenby saja, akan tetapi justru seluruh sikap politik Inggris. Surat kabar-surat kabar itu menulis, “, menteri luar negeri Inggris, di parlemen Inggris mengucapkan selamat kepada Jendral Allenby karena memperoleh kemenangan dalam akhir sebuah pertempuran dari perang Salib yang disebut oleh Lloyd George sebagai perang Salib yang kedelapan”.
Orang-orang Prancis juga tidak asing lagi dengan perang Salib. Sebab, hakekat agama kufur adalah satu. Contohnya adalah . Setelah mengalahkan pasukan Maysaloon di luar kota Damaskus, ia langsung pergi menuju pusara Shalahuddin al-Ayyubi di masjid jâmi’ al-Umawy dan menjejaknya dengan kakinya saraya mengatakan kepadanya, “Lihatlah, kami telah kembali wahai Shalahuddin!”.
Gerakan Salib di Prancis ini dikuatkan oleh ungkapan , menteri luar negeri Prancis, ketika dikunjungi oleh sejumlah anggota parlemen Prancis dan memintanya untuk membuat spesifikasi pertempuran yang terjadi di Marrakech. Monsieur mengatakan kepada mereka, “Itu adalah sebuah pertempuran antara Bulan Sabit dan Salib”.
Orang-orang Yahudi yang terlaknat di setiap masa itu, pada saat pasukan Israel memasuki al-Quds pada tahun 1967 M, pasukan perang itu langsung berkerumun di sekitar Tembok Ratapan (al-hâith al-mabkâ) dan meneriakan bersama , “Ini-lah hari pembalasan hari pertempuran Khaibar…Duhai dendam Khaibar”. Israel telah mengeksploitasi Gerakan Salib Barat sehingga Barat mendukungnya dengan melakukan demonstrasi di Paris sebelum perang tahun 1967 M dengan membawa banyak spanduk. Jean-Paul Sartre ikut berada di bawah spanduk-spanduk itu. Pada spanduk-spanduk dan berbagai kotak sumbangan untuk Israel itu tertuliskan “Bunuh Kaum Muslim!”.
Tentu saja semangat Pasukan Salib Barat menjadi berkobar-kobar. Masyarakat Prancis rela menyumbangkan sebanyak satu milyar Frank selama empat hari saja untuk mendukung dan memperkuat Zionisme yang terus menerus mengirim surat kepada Pasukan Salib Eropa di wilayah itu, yakni untuk memerangi Islam dan memberangus kaum Muslim.
Dalam satu perkembangan, tak sekalipun tiupan kedengkian Pasukan Salib itu pernah mengalami perbedaan dalam rentang waktu yang amat panjang, kepala bagian perencanaan pada kementerian luar negeri Amerika dan pembantu menteri luar negeri Amerika sekaligus penasehat presiden Johnson untuk urusan Timur Tengah sampai pada tahun 1967 M, mengatakan, “Kita harus mengetahui bahwa perbedaan yang ada diantara kita dan bangsa-bangsa Arab bukanlah perbedaan antara negara atau bangsa. Akan tetapi, merupakan perbedaan antara hadhârah (peradaban) Islam dan hadhârah (peradaban) Kristiani (Masîhiyah). Sebab, pertempuran antara Islam dan Kristen sesungguhnya terus berdarah-darah sejak abad pertengahan. Dan pertempuran itu, masih terus berlangsung hingga kini dengan bentuknya yang berbeda-beda. Sejak satu setengah abad yang lalu, Islam telah tunduk di bawah kekuasaan Barat. Sementara, warisan Islam telah tunduk pada warisan Kristiani”. Eugene Rostow melanjutkan, “Situasi sejarah yang ada semakin menguatkan bahwa Amerika adalah merupakan bagian penyempurna dunia Barat; baik dalam filsafat, akidah maupun dalam sistemnya. Hal inilah yang menjadikan Amerika berdiri memusuhi dunia Timur Islam beserta filasfat dan akidah yang terujud di dalam Islam. Amerika tidak mungkin kecuali harus berdiri pada barisan yang memusuhi Islam dan bersama-sama dengan dunia Barat dan negara Zionis. Sebab, jika Amerika melakukan sebaliknya, itu artinya Amerika telah mengingkari bahasa, filsafat, tsaqafah dan lembaga-lembanganya”. Rostow menjelaskan dan menegaskan bahwa tujuan penjajahan di Timur Tengah tak lain adalah menghancurkan hadhârah (peradaban) Islam. Sementara itu, berdirinya negara Israel adalah merupakan satu bagian dari rancangan-rancangan yang ada. Hal itu tidak lain adalah untuk meneruskan pertempuran Salib.
Willy Claes, Sekjen NATO pada awal tahun sembilan puluhan abad yang lalu, mengatakan, “Telah tiba saatnya bagi kita untuk melepaskan segala macam perbedaan dan permusuhan di masa lalu. Dan saat kita menghadapi musuh hakiki kita semua, itulah Islam!”.
Jean Calvin, pemimpin tertinggi pasukan persatuan NATO pada tahun 1994 M, mengatakan, “Kita telah beruntung pada saat perang dingin. Dan kita kini kembali lagi setelah tujuh puluh tahun dari pertempuran yang kecil menuju sebuah arena pertempuran yang telah berkobar sejak seribu tiga ratus tahun yang lalu. Itulah sebuah petempuran langsung yang amat besar melawan Islam”.
Pemimpin redaksi surat kabar Times dalam sebuah bukunya, Safar Âsiyâ, memberikan nasehat kepada pemerintah Amerika agar membuat kedikatatoran militer di negeri-negeri Islam untuk menghalangi kembalinya Islam yang akan memimpin kaum Muslim, sehingga mereka akan mampu mengalahkan Barat, hadhârah (peradaban) dan penjajahannya”.
Sementara Kissinger, mantan menteri luar negeri Amerika yang sebelumnya dan sekaligus sebagai salah satu teoritisi politik strategi keturunan Yahudi, mengatakan, “Sesungguhnya musuh baru yang harus dihadapi oleh Barat adalah dunia Arab Islam, sebagai sebuah dunia yang menjadi musuh baru bagi Barat”.
Nixon, mantan presiden Amerika , sekaligus sebgai salah satu ahli strategi Amerika, dalam bukunya, al-Furshah al-Sânihah, mengatakan, “Islam bukanlah agama semata. Akan tetapi, ia merupakan dasar bagi sebuah hadhârah (peradaban) yang besar”. Dia juga mengatakan, “Islam dan Barat adalah dua hal yang bertentangan. Dalam padangan Islam dunia terbagi menjadi dua; Dâr al-Islâm dan Dâr al-Harb, dimana yang pertama harus mengalahkan yang kedua”. Terkait kaum Fundamentalis, Nixon mengatakan, “Mereka adalah orang-orang yang bertekad bulat untuk mengembalikan hadhârah (peradaban) Islam dengan cara membangkitkan masa lalu. Mereka juga menyerukan penerapan syari’at Islam dan menyerukan bahwa Islam adalah agama dan negara. Akan tetapi, meskipun mereka melihat masa lalu, mereka sesungguhnya menjadikannya sebagai petunjuk menuju masa depan”.
Dalam bukunya, Shidâm al-Hadharât: ‘I’âdat Shun’ al-Nizhâm al-‘âlamy, Samuel Huntington, mengatakan, “Hubungan antara Islam dan Kristiani biasanya ibarat badai. Keduanya adalah perkara yang berbeda satu sama lain. Pertempuran abad ke dua puluh antara Demokrasi Libral dan Marxism-Leninism sesungguhnya hanya fenomena dangkal yang akan sirna ketika dibandingkan dengan hubungan pertempuran yang terus berlangsung dan mendalam antara Islam dan Kristiani (Masihiyah)”. Samuel juga mengatakan, “Islam adalah satu-satunya haadharah (peradaban) yang membuat keberlangsungan Barat berada dalam keraguan. Hal itu paling tidak telah dua kali dilakukan”. Akan kaitannya dengan faktor-faktor yang menyebabkan pertempuran antara Islam dan Barat di masa mendatang Samuel menyebutkan lima faktor:
-->Pertumbuhan penduduk dunia Islam menggantikan jumlah yang amat besar dari para pemuda pengangguran dan tamak yang direkrut menjadi tentara untuk urusan-urusan Islam.
-->Kebangkitan Islam telah memberikan kepercayaan (positifisme) baru bagi kaum Muslim pada sifat dasar dan kemampuan hadhârah (peradaban) mereka serta nilai-nilai khas mereka dibandingkan dengan hadharah dan nilai-nilai bagi Barat.
-->Usaha Barat penjajah yang terus menerus menyebarkan nilai-nilai dan organisai-organisaniya, serta campur-tangan mereka di dalam pergolakan-pergolakan yang terjadi di dunia Islam telah menyebabkan kekesalan hati yang amat dalam pada diri kaum Muslim.
-->Runtuhnya Sosialisme telah melenyapkan musuh bersama bagi Barat dan Islam. Sehingga, tinggal keduanya (Islam dan Barat) yang menjadi musuh yang akan membahayakan satu sama lain.
-->Gesekan (friksi) dan percampuran yang terus bertambah antara kaum Muslim dan Barat akan membangkitkan sensifitas-identitas khusunya pada masing-masing pihak. Bagaimana tidak, satu sama lain saling berbeda.
Inilah lima faktor-faktor terpenting bagi terjadinya pertempuran antara Barat dan Islam dan terus akan berjalan kedepan menuju sebuah pertempuran baru.
Pada 16/12/2008 M, tiba di Afganistan dalam kunjungan terakhirnya kepada sekutunya, Karzay, setelah mengunjungi Iraq yang menyebabkan dirinya mendapat lemparan sepatu yang menghinakan itu. Di antara yang ia katakan –pada waktu itu, “Saya ingin berterima kasih kepada presiden Karzay dan ingin menyampaikan kepada rakyat Afganistan bahwa Amerika Serikat (AS) mendukung mereka dan terus akan mendukung mereka dalam perjuangan yang amat panjang dalam memerangi terorisme dengan pertimbangan bahwa pertempuran keyakinan memang memakan waktu yang amat panjang”.
Inilah setetes dari lautan penjelasan yang akan mengungkap apa yang tersembunyi
PERADABAN BARAT DIAMBANG KERUNTUHAN
Akan tetapi, ditengah kerumunan permusuhan Barat yang amat bengis terhadap Islam, akidah dan syari’ahnya, pada tahun 2008 M telah terjadi sebuah gaung keruntuhan bagi ekonomi Kapitalis yang akan diteruskan dengan kehancuran ideologi Kapitalisme. Barat telah mengumumkan kebangkrutannya dalam aspek ini. Diantara topik yang amat paradoks, dimana pada saat Islam disebut-sebut sebagai agama konservatif, lalim, ketinggalan zaman, tidak berperadaban…dan harus diubah, justru dari sana, dari ‘rumah’ mereka sindiri, menggaung sebuah seruan yang menyatakan bahwa Islam-lah yang akan menyelamatkan dunia.
Seruan itu menyatakan bahwa, “Kita sangat-sangat butuh untuk membaca al-Quran, sebagai ganti dari Injil, demi memahami apa sebenarnya yang terjadi pada bank-bank kita”. Dengan nada yang bertanya-tanya, seruan itu mengatakan, “Apakah Wall Street mampu untuk memeluk prinsip-prinsip syari’ah Islam?”, dan sekaligus memberikan isyarat akan pentingnya sistem pendanaan Islam dan perannya dalam menyelamatkan ekonomi Barat. Dan sampai Paus sekalipun, yang baru beberapa bulan menghina Islam, tiba-tiba ia muncul dalam sebuah surat kabar yang berada di bawah komando politiknya, Romanian Observatory, dengan menyatakan keharusan mengambil pelajaran dari cara Islam dalam pendanaan melalui hutang yang benar-benar jauh dari riba (bunga) dan judi. Ya, benar. Barat yang telah dengan terus terang mengumumkan peperangan gilanya terhadap Islam, kini mereka telah mengumumkan, baik para pengamat, politisi maupun para pemikirnya, bahwa masa depan pertempuran ini akan berada di tangan Islam. Sementara, Barat akan benar-benar runtuh hadharahnya.
Dalam bukunya, , mengatakan, “Pada kenyataannya, yang mengancam dunia ini ialah bahwa negara kita mungkin saja kaya dengan berbagai komoditi, akan tetapi miskin spritual. Pendidikan dan pengajaran yang buruk, kriminalitas yang kian terus bertambah, kekerasan yang kian terus meningkat, perpecahan atas dasar rasisme yang kini terus berkembang, kemiskinan yang terus menjalar, dampak narkotika, budaya yang hancur di dalam sarana-sarana hiburan, merosotnya pelaksanaan hak-hak dan tanggung jawab sipil dan meluasnya kekosongan spritual, itu semua telah mengakibatkan cerai-berai dan keterasingan orang-orang Amerika dari negeri-negeri mereka, agama mereka dan bahkan antar mereka sendiri”.
, mantan penasehat keamanan nasional Amerika, mengatakan, “Masyarakat yang telah tenggelam dalam syahwat (msyarakat Amerika), sesungguhnya tidak akan mampu membuat undang-undang moral bagi dunia. Sementara, hadharah manapun yang tidak mampu mempersembahkan kepemimpinan moral, maka dipastikan akan sirna dan hancur”.
Adapun , setelah mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dan kependudukan sebagai faktor-faktor yang akan menjadikan hadhârah Amerika (Barat) beranjak dari atas pentas negera dunia menuju pentas kehancuran, maka Huntington mengingatkan bahwa disana terdapat hal yang lebih dari pada faktor-faktor tersebut; itulah problem kehancuran moral, bunuh diri, dan perpecahan politik di dunia Barat. Dalam kaitannya dengan nampaknya kehancuran moral, Huntington menyebutkan sebagai berikut:
· Bertambahnya perilaku yang melanggar nilai-nilai sosial; seperti, kriminalitas, penggunaan narkotika dan berbagai tindak kekerasan secara umumnya.
· Hancurnya urusan rumah tangga. Hal ini mencakup meningkatnya ratio perceraian, anak tidak resmi, banyaknya remaja putri yang hamil, dan bertambahnya jumlah single parent family (keluarga berorangtua tunggal)
· Lemahnya etika kerja secara umum dan meningkatnya kecenderungan ketenggelaman sosial.
· Menurunnya komitmen pendidikan dan kegiatan pemikiran. Hal nampak pada rendahnya tingakat pencapaian bidang akademik negara Amerika Serikat (AS)
Lebih lanjut Huntington menuturkan bahwa “Kecenderungan-kecenderungan negatif ini-lah yang secara alami akan mengantarkan pada kepastian keunggulan moral (al-tafawwuq al-akhlâqy) bagi kaum Muslim. Sehingga, tentu saja mereka (kaum Muslim) akan membuang sikap indimâj/integrasi (menyatu dengan Barat) dan diganti dengan melanjutkan komitmen terhadap nilai-nilai, tradisi dan tsaqafah serta budaya original masyarakat mereka disertai dengan memasarkannya. Ketika proses isti’âb/kulturisasi (penyerapan) dan indimâj/integrasi (menyatu dengan Barat) mengalami kegagalan, maka, dalam kondisi semacam ini Amerika Serikat akan menjadi sebuah negara yang terpecah-pecah atau terbelah-belah dengan segala derivasinya berupa berbagai kemungkinan pergolakan dan perpecahan internal.
Surat kabar al-Wathan, Kuwait, dalam edisinya yang terbit pada 18/10/2006 M mempublikasikan sebuah berita yang dikutip dari “Financial Times, London, tulisan , ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika, yang mengemukakan bahwa keputusan perang Iraq adalah penyebab pertama selesainya masa (kekuasaan) Amerika di wilayah itu. Dalam tulisan itu juga tertera, “Hari ini, setelah sekitar delapan puluh tahun dari runtuhnya kerajaan Utsmaniah dan lima puluh tahun dari akhir masa penjajahan serta kurang dari dua puluh tahun dari selesainya perang Dingin, dapat kita katakan bahwa masa (kekuasaan) Amerika di wilayah-wilayah tersebut telah berakhir. Hanya saja, mimpi-mimpi yang selalu menggelayuti hayalan sebagian orang seputar berdirinya Timur Tengah yang damai, cerah dan demokratis seperti Eropa tidak pernah akan menjadi kenyataan. Hal itu karena, kemungkinan yang amat kuat adalah lahirnya Timur Tengah Baru yang akan membangkitkan banyak kerugian bagi dirinya sendiri dan bagi Dunia. Amerika Serikat, pada masa kejayaannya, yang dimulai setelah runtuhnya Uni Soviet, telah menikmati kekuasaan dan kebebasan bertindak yang belum pernah terwujud sebelumnya. Akan tetapi, masa ini tidak bisa berlangsung kecuali hanya kurang dari dua dekade karena ada beberapa sebab.
Pertama adalah keputusan kantor presiden untuk melakukan penyerangan terhadap Iraq dan cara pengarahan aktifitas ini serta dampak yang diakibatkan oleh pendudukan. Usailah sudah negara Iraq yang sebelumnya dihegomoni oleh kelompok Sunni yang memiliki kekuatan untuk menciptakan keseimbangan dengan Iran. Sementara itu, banyak faktor-faktor lain yang bermunculan diatas pentas berbagai peristiwa. Diantaranya; selesainya aktifitas perdamaian di Timur Tengah, gagalnya sistem Arab konvensional dalam menghadang pengaruh Islam radikal, dan kemudian globalisasi yang telah menjadikan jalan yang mudah bagi kelompok radikal untuk mendapatkan pendanaan, persenjataan, pemikiran dan pasukan. Washinton akan terus menghadapi tantangan yang semakin bertambah dari para pemain lain dimana yang paling nampak adalah Uni Eropa, Cina dan Rusia. Akan tetapi, masalah yang paling banyak harus mendapatkan perhatian dari pada semua itu adalah tantangan yang akan lahir dari Negara-negara di wilayah Timur Tengah dan organisasi-organisasi radikal yang bersarang di sana”.
, salah seorang yang pernah dicalonkan dalam pemilihan presiden Amerika, dalam sebuah makalah yang berjudul “Apakah Perang Peradaban Akan Meletus” yang ia tulis seputar perang yang dipimpin oleh Amerika melawan apa yang disebut dengan terorisme, mengatakan, “Islam tidak mungkin dapat dihancurkan dan hanya akan selesai dengan kerugian. Hal ini didasarkan pada fakta kepastian hasil akhir peperangan agama apapun dengan kemenangan kekuatan Islam. Akan tetapi, tidak mungkin kita dapat menghancurkan Islam sebagaimana kita menghancurkan Nazisme, Fasisime dan speritual militer Jepang, Bolshevik dan Sosialisme (Sufiyâtiyah). Islam telah benar-benar mampu eksis selama kurang lebih empat ratus tahun, sebagaimana Islam adalah sebuah akidah yang menghegomoni lima puluh tujuh (57) negara. Dia benar-benar tidak dapat dihancurkan. Dari sisi materi Barat memang unggul. Akan tetapi, bagaimanapun juga keunggulan materi tidak mempu menghalangi hancurnya kekaisaran Sosialisme (Sufiyâtiyah). Dan jika faktor akidah adalah sebagai pemutus, maka Islam sesungguhnya adalah agama yang terus bertempur dan bergerak, sementara Kristen adalah agama yang jumud. Islam adalah agama yang terus mengalami perkembangan, sementara Kristen adalah agama yang kurus kering. Para pasukan Muslim adalah orang-orang yang selalu siap kalah dan mati, sementara Barat selalu menghindari beban kerugian. Patrick Bokna mengakhiri ungkapannya dengan, “Kalian jangan meremehkan Islam. Sebab Islam adalah agama yang paling cepat menyebar di Eropa…Dan agar anda dapat mengalahkan sebuah akidah, maka anda-pun harus memiliki akidah. Lantas apakah akidah kita? Kecenderungan individualisme?”
Tuliasan singkat politikus ini juga pernah dimuat pada 23/06/2006 M di “Muassasah Munâhadhat al-Harb” dengan judul Fikrah Âna Awânuhâ (Cita-cita Yang Telah Tiba Saatnya). Dalam tulisannya ini, Patrick Bokna menceritakan bahwa ide berhukum dengan Islam (Negara Islam) semakin menguat tali-talinya (akar-akarnya) ditengah-tengah kaum Muslim. Ia menuturkan bahwa ketika kita (Barat) menyaksikan tentara bersajata Amerika memerangi kelompok Sunni yang memberontak terhadap pemerintah, kelompok mujahidin Syi’ah, kelompok Jihadi Iraq dan kelompok Taliban yang membangkang terhadap undang-undang, dan mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah, kita langsung teringat ungkapan Victor Hugo “Kekuatan tentara manapun tidak akan menandingi bangkitnya kekuatan Cita-cita Yang Telah Tiba Saatnya”. Pemikiran yang telah menyatu dengan pasukan perlawanan ini sesungguhnya adalah sebuah pemikiran yang sangat menentukan. Sebab, mereka meyakini bahwa di sana ada satu Tuhan, yaitu Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, Islam (atau tunduk kepada al-Quran) adalah satu-satunya jalan menuju surga dan bahwa masyarakat rabbâni wajib berhukum dengan syari’at Islam atau undang-undang Islam. Setelah mencoba berbagai jalan (aturan) yang akhirnya mengantarkan mereka pada kegagalan, kini mereka telah kembali ke pangkuan Islam. Ribuan juta kaum Muslim telah mulai kembali kepada akar mereka denga (cara menerapkan) Islam yang lebih bersih. Kekuatan keimanan di dalam Islam sungguh luar biasa. Buktinya Islam masih tetap eksis meskipun telah berlangsung dua abad kekalahan dan kehinaan yang menimpa kerajaan Ustmani dan dihancurkannya Khilafah pada masa Mustafa Kemal Ataturk, sebagaimana Islam juga telah mengalami penderitaan akibat pemeritah Barat selama beberapa generasi. Islam benar-benar telah membuktikan bahwa ia jauh lebih kuat dari pada faham nasionalisme Yaseer Arafat atau Sadam Husen. Yang harus difahami oleh Amerika ialah bahwa masalah ini bukan masalah yang biasa bagi kita. Dari Marokko hingga Pakistan; Amerika setelah ini tidak akan melihat kami lagi sebagai mayoritas meskipun kita adalah manusia yang baik-baik. Jika Negara Islam adalah sebuah pemikiran yang semakin menguat tali-talinya (akar-akarnya) di tengah-tengah kaum Muslim, maka bagaimana kekuatan pasukan yang terkuat di muka bumi ini dapat menghentikannya? Tidakkah kita membutuhkan politik (taktik) baru?!”.
Surat kabar al-Mujtama’ al-Kuwaitiyah edisi 119 tanggal 05/03/1996 M mengutip bahwa , anggota dewan urusan luar negeri kongres Amerika, menuturkan kepada direktur surat kabar, “Saya meyakini abad mendatang adalah abad Islam, abad tsaqafah Islam, dan abad ini akan menjadi sebuah kesempatan untuk semakin menciptakan kedamaian dan kesejahtraan di setiap penjuru dunia”.
Sabtu, 24 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
-
▼
2009
(21)
-
▼
Oktober
(13)
- Keadilan menurut Ibn Taimiyah
- belajar dari FIS dari al jazaer dan Hasan al banna...
- Pemerintahan Baru: Lanjutkan Neoliberalisme [Al-I...
- Yahudi dan akhir Zaman menurut Al Quran dan Al kitab
- NOBEL BAGI OBAMA, IRONI BAGI DUNIA ISLAM Komite N...
- MEWASPADAI DATANGNYA MUSIBAH LAIN
- Islam, Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan...
- Islam, Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan...
- RAIH TAKWA, SONGSONG TEGAKNYA SYARIAH DAN KHILAFAH
- Berharap pada DPR baru ?
- Dunia islam harus bangkit
- sejarah kepemimpinan islam
- ketakutan barat akan khilafah
-
▼
Oktober
(13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar